LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Pernyataan dalam bentuk pengakuan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman yang pernah ditegur oleh wakil presiden gara gara ada mafia beras yang perusahaannya ditutup oleh Mentan.
Setelah menutup perusahaan tersebut, Mentan Amran juga mengungkapkan adanya pemimpin besar didalamnya.
“Saya juga, kami pernah ditegur wakil presiden,” ungkap Mentan Amran seperti dikutip dari kanal YouTube Universitas Hasannudin (Unhas) pada Jumat, 18 April 2025.
“Gara-gara ada mafia beras kami tutup perusahaannya ternyata semuanya adalah pemimpin besar di dalamnya,” lanjut Amran dipantau lewat Youtube Unhas.
Pernyataan Menteri tersebut dihadapan civitas akademika Universitas Hasanudin, Kini jadi gaduh nasional.
Pernyataan Mentan Amran dijawab oleh juru bicara Jusuf Kalla (JK), Husain Abdullah melalui berbagai pemberitaan.
Husain Abdullah mengungkapkan JK tidak pernah dilaporkan soal mafia pangan oleh Menteri Pertanian di kabinet kerja saat pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil presiden Jusuf Kalla 2014-2019.
“Karena itu saya tegur (Amran) dan dengan kerja sama BPS, angka produksi diralat dan diturunkan ke angka real,” kata JK yang keterangannya disampaikan Juru Bicaranya.
“Jadi waktu itu, saya tidak pernah dilaporkan soal mafia pangan,” sambung Husain Abdullah meniru pernyataan Jusuf Kalla. Senin, 21 April 2025.
Dalam keterangannya melalui juru bicaranya, Jusuf Kalla mengatakan teguran bermula ketika Amran melaporkan produksi padi sebesar 75 juta ton per tahun atau setara produksi beras 40 juta ton.
Dari jumlah itu, Amran mengklaim ada surplus beras lebih dari 10 juta ton.
“Artinya kita surplus lebih 10 juta ton beras, padahal kita masih impor,” kata dia.
Jusuf Kalla kemudian melakukan tes untuk menguji klaim laporan tersebut.
Setelah tes itu, diambil kesimpulan konsumsi rata-rata beras adalah 100 kilogram beras per orang atau per tahun.
Dengan angka itu, artinya maksimal produksi beras sebesar 28 juta ton.
“Setelah kita tes diambil kesimpulan bahwa konsumsi rata-rata beras adalah 100 kilogram beras per orang atau per tahun. Artinya maksimal produksi kita 28 juta beras dikurangi dengan jumlah impor beras,” kata pria yang biasa disapa Ucheng itu.
Awak media menghubungi Dr Hasrullah untuk dimintai penjelasannya tentang teori ilmu komunikasi seorang pejabat publik.
Pakar dibidang ilmu komunikasi di Universitas Hasanuddin itupun membukanya dengan pelapor teori komunikasi Harold D. Lasswell.
Hasrullah menyampaikan, Perlunya pejabat publik untuk banyak mempelajari tulisan pakar dibidang ilmu komunikasi seperti Harold D. Lasswell yang sangat dikenal dengan teori komunikasi dengan model: Who says What in Which Channel to Whom with What Effect (Siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa).
Pengajar di Universitas Hasanuddin menyebutkan para pejabat lembaga di pemerintahan atau pimpinan kepala daerah untuk banyak membaca tulisan para pakar di bidang komunikasi lainnya seperti John Broadus Watson dengan teori behaviorisme dan Albert Bandura dengan teori belajar sosial.
“Saya memulai dari presiden Soeharto. Coba kita lihat disetiap acara resmi baik di pemerintahan ataupun kegiatan diluar pemerintahan selalu membaca teks pidato. Kenapa demikian? Karena dia kepala negara sekaligus kepala pemerintahan setiap pernyataan perlu kehati-hatian,” tutur Dr Hasrullah. Rabu (23/4).
Dikatakannya pernyataan seorang kepala negara yang salah dihadapan publik baik secara teks maupun diluar teks dapat berdampak luas, Baik secara ekonomi, politik dan sosial.
“Jadi seorang pejabat publik baik di lembaga pemerintahan ataupun pimpinan lembaga legislatif harus lebih berhati-hati dalam membuat membuat pernyataannya dihadapan publik baik melalui media maupun dalam tulisannya di platform media sosial,” imbuh Dr Hasrullah.
Hasrullah juga menyampaikan dalam ilmu komunikasi, Teori meaning (makna) membahas bagaimana makna itu dibentuk, disampaikan, dan diterima dalam proses komunikasi.
Dikatakannya, Teori ini menekankan bahwa makna bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi juga melibatkan simbol, bahasa, perilaku nonverbal, dan interpretasi individu.
“Tokoh model klasik komunikasi politik Harold D. Lasswell dan Albert Bandara dalam teori pembelajaran sosial telah menyampaikan itu sejak lama,” tutur pengajar dan peneliti ilmu komunikasi politik di Universitas Hasanuddin (Unhas) itu.
“Jangan sampai peluru panas yang disampaikan seseorang, terlontar panas akhirnya berbalik arah,” imbuh pengajar mata kuliah komunikasi politik Unhas ini. (LN/*)