Wali Kota Khawatir Banjir di Rel Kereta Api, Dr Sawedi: Tata Ruang di Kota Makassar Sudah Sangat Parah

Foto aerial, Selasa (7/11/2021), menunjukkan kawasan pemukiman di Jalan Toa Daeng 3, Kelurahan Batua, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan ( Sulsel ) dikepung banjir.
Foto aerial, Selasa (7/11/2021), menunjukkan kawasan pemukiman di Jalan Toa Daeng 3, Kelurahan Batua, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan ( Sulsel ) dikepung banjir.

 

 

 

MAKASSAR – Dosen Sosiologi Fisip Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr. Sawedi Muhammad, S.SoS, M.Sc dalam tulisannya dengan judul “Kisruh Pembangunan Jalur Kereta Api dalam Perspektif Interaksionisme Simbolik.”

Advertisement

Pada poin Kedua dalam tulisan nya itu banyaknya pelanggaran tata ruang di kota Makassar sudah sangat parah di karenakan belum disahkannya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kota.

Lanjut Dr. Sawedi Muhammad, S.SoS, M.Sc, “Penolakan desain tentu saja membuat heboh publik Sulawesi Selatan yang sudah lama merindukan konektivitas antar wilayah melalui jalur kereta api,” tulis dosen Sosiologi

“Meski bersifat sementara, penolakan Wali Kota dapat membuat pembebasan lahan, pembangunan rel dan tentu saja pengoperasian kereta yang ditargetkan selesai pada triwulan kedua tahun 2024 dapat tertunda,” tambah Dosen Sosiologi Fisip Universitas Hasanuddin.

Mengapa Wali Kota begitu berani dan terbuka berhadap-hadapan dengan pemerintah pusat dan provinsi dengan menolak desain program yang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN)?

Bukankah pemerintah kabupaten/kota adalah bagian dari pemerintah pusat yang wajib mensukseskan program prioritas yang dicanangkan oleh pemerintah? Tulisan ini akan membedah penolakan Wali Kota Makassar terhadap desain kereta api dengan menggunakan pisau analisis teori interaksionisme simbolik.

Kedua, Wali Kota ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang perencana kota berkelas dunia yang sangat memahami perencanaan dan penataan kota. Melalui penegasan bahwa desain kereta darat melanggar tata ruang wilayah berdasarkan ketetapan Peraturan daerah tentang RTRW, Danny Pomanto ingin menunjukkan kesan bahwa dirinya konsisten membangun kota sesuai RTRW. Meski pada kenyataannya, pelanggaran tata ruang di kota Makassar sudah sangat parah karena belum disahkannya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kota.

Dalam pandangan teori Interaksionisme Simbolik, manusia adalah makhluk pembuat atau produsen simbol; suatu pemikiran yang mengingatkan kita pada penegasan seorang filsuf Jerman dari kubu neo-kantian Ernst Cassirer bahwa manusia adalah “animal symbolicum”. Segala sesuatu (objek) yang eksis dalam kehidupan manusia memiliki makna simbolik. Makna ini tidak datang dengan sendirinya, melainkan dihadirkan untuk kemudian disepakati dan dijadikan simbol.

Oleh karenanya, prilaku manusia baik sebagai individu maupun kelompok dikonstruksi dari hasil pemaknaan simbolik dari objek yang hadir di sekelilingnya. Meski Max Weber adalah sosiolog pertama yang mengatakan bahwa individu bertindak sesuai dengan interpretasi dan pemaknaan mereka terhadap dunia sekitarnya, adalah filsuf George Herbert Mead yang kemudian memperkenalkan teori ini ke sosiologi Amerika pada tahun 1930-an dan kemudian dilengkapi oleh Herbert Blumer tahun 1969 (Shidarta, 2019).

Interaksionisme simbolik menganalisis masyarakat dengan membahas makna subjektif yang dipaksakan orang pada objek, peristiwa dan perilaku. Makna subjektif diberikan keutamaan karena diyakini bahwa orang berprilaku berdasarkan apa yang mereka yakini dan bukan hanya pada apa yang benar secara objektif. Dengan demikian, masyarakat dianggap dikonstruksi secara sosial melalui interpretasi manusia. Orang-orang menafsirkan prilaku satu sama lain. Interpretasi inilah yang membentuk suatu ikatan sosial, yang kemudian disebut sebagai “definisi situasi”.

Advertisement