Viral di Twitter Kudeta Militer di China

FOTO: Kolase Presiden Xi Jinping dan Jenderal Li Qiaoming. (NewsroomPost)
FOTO: Kolase Presiden Xi Jinping dan Jenderal Li Qiaoming. (NewsroomPost)

KUDETA – Twitter dihebohkan dengan rumor kudeta di China tengah ramai diperbincangkan beberapa hari terakhir di tengah banyaknya penerbangan yang dibatalkan di bandara Beijing dan kabar pengumpulan prajurit militer besar-besaran di ibu kota tersebut. Ada juga klaim yang menyebut banyak anak buah Presiden Xi Jinping dicopot dari jabatannya, sementara orang nomor satu di China tersebut dijadikan tahanan rumah oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA). Namun, tak ada konfirmasi atas klaim tersebut hingga saat ini dan diyakini rumor itu tak benar.

Dilansir dari OpIndia, rumor menyebut ‘kudeta’ terjadi ketika Xi Jinping berada di Samarkand, Uzbekistan, untuk menghadiri KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO). Ketika ia berada di luar negeri itulah, para pengganggunya di partai meyakinkan jajaran tertinggi partai agar mencopotnya dari kepemimpinan tentara.

Menurut akun News Highland Vision, mantan Presiden China Hu Jintao dan mantan Perdana Menteri China Wen Jiabao telah membujuk Song Ping, mantan anggota Komite Tetap Politbiro, untuk mengambil alih kendali Biro Pengawal Pusat (CGB) dari Jinping. Biro Pengawal Pusat merupakan organisasi khusus yang bertanggung jawab atas perlindungan anggota senior partai, termasuk Xi Jinping, keluarga mereka, dan pejabat asing penting di China. Setelah kontrol CGB direnggut dari Xi Jinping, Komite Tetap Politbiro menyingkirkan wewenang militer darinya.

Advertisement

Begitu mengetahuinya, Xi Jinping segera kembali ke Beijing. Namun, ia malah ditangkap di bandara pada 16 September dan dijebloskan sebagai tahanan rumah di Zhongnanhai. Perlu diketahui, markas pusat Partai Komunis China (CCP), Dewan Negara China, kantor Perdana Menteri China, dan sejumlah kantor lainnya terletak di Zhongnanhai, Beijing. Akun itu pun melaporkan kalau situasi saat ini di China dikendalikan oleh mantan Presiden Hu Jintao.

Yang membuat rumor ini kian memanas, sebuah video tersebar di media sosial dengan klaim rombongan besar prajurit Tentara Pembebasan Rakyat China berangkat ke Beijing. Konvoi itu pun sepanjang 80 km.

Salah satu yang menyebarkannya adalah aktivis China Wanjun Xie. Ia menulis kalau bagian depan konvoi telah tiba di Huailai dekat Beijing, sedangkan ujung paling belakang berada di Zhangjiakou, Provinsi Hebei. Itu sebabnya diklaim bahwa konvoi tersebut sepanjang 80 km.

Namun, video yang berdurasi kurang dari 1 menit itu hanya menunjukkan beberapa kendaraan militer di jalan, sehingga klaim konvoi militer sepanjang 80 km tak dapat dibuktikan.

Peristiwa lain yang menambah spekulasi adalah pembatalan besar-besaran penerbangan di bandara Beijing. Dilaporkan bahwa sekitar 6 ribu penerbangan telah dibatalkan di bandara dengan klaim untuk operasi militer terkait kudera. Beberapa laporan pun menyebut 60 persen penerbangan dibatalkan, alih-alih 6 ribu.

Meski klaim lain sulit diverifikasi lantaran sulitnya mendapat informasi dari China, klaim pembatalan penerbangan ini dapat dilacak dari sejumlah laman. Menurut temuan OpIndia, klaim pembatalan ini benar. Laman penerbangan Flightradar 24 menunjukkan relatif sangat sedikit penerbangan yang mendarat dan lepas landas dari Bandara Internasional Beijing. Sementara itu, tak sedikit penerbangan yang dijadwalkan di bandara dibatalkan atau statusnya tak diketahui. Namun, laman tersebut menunjukkan kalau bandara besar lainnya di China, seperti Shanghai dan Hong Kong, beroperasi secara normal.

Meski benar bahwa banyak penerbangan dibatalkan di Bandara Beijing, tak bisa diverifikasi apakah pembatalan ini terkait dengan dugaan kudeta. Ada juga sejumlah laporan yang mengeklaim kalau penerbangan dibatalkan karena latihan militer yang telah diumumkan sebelumnya.

Aktivis sekaligus penulis Jeniffer Zeng sebelumnya ikut mengeklaim konvoi militer sepanjang 80 km di Beijing. Namun, ia lantas menulis twit bahwa rumor penangkapan Xi Jinpin tidak benar.

Kejanggalan juga dirasakan saat Xi Jinping menghadiri KTT SCO, tetapi absen dari makan malam yang dihadiri para pemimpin lainnya. Covid-19 pun disebut-sebut sebagai alasannya, tetapi tak sedikit yang meragukannya.

Ada juga klaim bahwa Xi Jinping absen dari pertemuan tingkat tinggi Pertahanan Nasional dan Reformasi Militer di Beijing pada Rabu (21/9), meski sudah pulang dari Uzbekistan. Padahal, pertemuan itu dihadiri sejumlah petinggi militer senior, seperti Panglima Angkatan Darat Liu Zhenli dan Jenderal Li Qiaoming. Menurut akun Twitter Frontalforce, Jenderal Li Qiaoming diyakini akan menggantikan Xi Jinping sebagai presiden China

Namun, ada laporan soal Xi Jinping yang berpidato di konferensi tersebut. Artinya ia memang menghadirinya.

Sementara itu, menurut pakar China Aadil Brar kepada Outlook India, Xi kemungkinan dikarantina setelah kembali dari KTT SCO. Alasan ini menjelaskan ketidakhadirannya dalam urusan publik saat ini. Brar juga membagikan data penerbangan yang menunjukkan tak ada gangguan. Ia kemudian membagikan visual pidato publik oleh para petinggi China yang berarti pemerintah berfungsi normal.

Pemerintah China pun belum merilis pernyataan apa pun sejauh ini.

Sementara itu, sumber di kedutaan Argentina di China membantah klaim itu dengan tegas. Perlu dicatat juga, sebagian besar yang mengunggah kabar kudeta di media sosial adalah sebagian besar aktivis China yang tinggal di luar China dan akun Twitter anti-China dari Nepal dan Taiwan.

Menurut jurnalis Zakka Jacob, Xi memiliki kekuasaan institusional yang kuat atas China, sehingga kudeta mustahil terjadi.

“Banyak rumor tentang kudeta militer di China pagi ini. Tak ada yang kredibel sejauh ini. Kudeta militer mustahil terjadi di China lantaran PLA berada di bawah Komisi Militer Pusat. Sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis yang mengepalai CMC. Tentara adalah milik partai, bukan pemerintah,” twit Jacob.

Jurnalis sekaligus penulis Ananth Krishnan pun mengatakan sejauh ini tak ada bukti kudeta. Rumor ini mencuat menjelang Kongres Nasional Partai Komunis China yang akan diadakan di Beijing mulai 16 Oktober. Dalam pertemuan itu, Xi diperkirakan akan mengamankan masa jabatan ketiga, pertama kali dalam sejarah China.

South China Morning Post yang berbasis di Hong Kong pun sama sekali tak melaporkan tentang kudeta atau pergolakan politik di China. Media itu telah mengunggah puluhan twit dalam 24 jam terakhir tentang berbagai isu China dan dunia, tetapi tak ada sama sekali soal dugaan pergolakan di Beijing.

Sementara itu, berdasarkan pengamatan AKURAT.CO, kabar kudeta Xi Jinping ramai dibicarakan terutama oleh media sekaligus warganet India. Namun, tak ada media Barat, seperti Reuters, CNN, BBC, Associated Press, yang membahasnya. (**)

Advertisement