PENULIS: Muhammad Rafii
LEGIONNEWS.COM – OPINI, Kelihatan memang tensinya di UNM lagi panas. Dinamika kampus itu kadang seperti ombak di Losari, dari jauh tampak indah, tapi dari dekat bisa bikin perahu oleng kalau angin politiknya lagi kencang.
Kelompok-kelompok yang muncul belakangan ini biasanya bukan tiba-tiba turun dari langit selalu ada motif, ada kepentingan, ada skenario. Kampus sebesar UNM itu ibarat tambang emas reputasi, siapa yang bisa pegang kendalinya, bisa pegang pengaruh di dunia pendidikan Sulawesi Selatan. Jadi kalau ada kelompok yang seperti “niat sekali” mau mengacaukan, biasanya ada dua kemungkinan.
Pertama, mereka sedang memainkan isu untuk menekan pimpinan kampus atau pihak tertentu. Bukan untuk memperbaiki, tapi untuk menggeser atau melemahkan. Kedua, mereka sedang menunggang isu publik supaya bisa tampil sebagai pahlawan moral. Padahal ujungnya bukan moral, tapi posisi dan akses.
Yang paling berbahaya itu ketika kampus dijadikan gelanggang adu kekuasaan. Ilmu jadi korban, mahasiswa jadi penonton, dan dosen jadi tameng. Bayangkan kampus, pusat akal sehat, berubah jadi arena pertarungan seperti laga ulang tahun—ramai, tapi kosong makna.
Kalau dibiarkan, yang hancur bukan hanya nama UNM, tapi juga kepercayaan publik. Dan ujung-ujungnya, lulusan yang kena imbas. Orang tanya: “Ini kampus riset atau kampus drama?”
Yang perlu dilakukan sekarang—kalau mau menyelamatkan marwah kampus—adalah mengembalikan ekosistem akademik ke relnya. Kebenaran diuji pakai data, bukan pakai desas-desus. Masalah dibahas dalam forum resmi, bukan dalam bisik-bisik warung kopi.
UNM itu sudah mencetak ribuan sarjana, doktor, sampai profesor. Kampus besar seperti itu terlalu berharga untuk dibiarkan jadi mainan kelompok kecil yang punya agenda gelap.
Arah ombak bisa kacau, tapi perahu tetap bisa selamat kalau nakhoda tenang dan awak kapal kompak. Begitu juga kampus. Dan cerita ini masih panjang, dinda masih banyak yang bisa disibak kalau mau melihat lapisan di balik layar.

























