OLEH: Prof Sukardi Weda
Guru Besar Universitas Negeri Makassar
OPINI – Berbicara perihal Pemilu 2024 beserta dengan faktor – faktor yang menyertainya, seperti 17 parpol peserta Pemilu 2024 yang lolos untuk berlaga di Pemilu 2024, kandidat calon presiden, sosialisasi calon presiden, parpol tidak lolos verifikasi faktual, hingga pada desas desus tentang penundaan pemilu 2024, sebagaimana diwartakan berbagai media yang bergulir sejak awal 2022, dan beragam tanggapan pun bermunculan, baik dari pengamat, akademisi, peneliti, politisi, pakar hukum, pemuda, hingga pada perbincangan hangat di warung kopi oleh para penikmat kopi.
Ada yang menanggapi penundaan pemilu adalah wacana yang tidak produktif, mengganggu iklim demokrasi, sebagaimana disampaikan oleh Wakil Ketua MPR RI, Syarif Hasan, bahwa menunda Pemilihan Umum 2024 akan mengganggu iklim demokrasi yang telah dibangun baik di Indonesia (mpr.go.id., 5 Desember 2022).
Dewan Pakar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Nurliah Nurdin juga menilai alasan yang dikemukakan para pengusung ide penundaan pemilu tidak rasional. Menurut Nurliah, pemilu 2024 tidak dapat ditunda karena merupakan amanat konstitusi (tempo.co, 17 Maret 2022).
Nurliah Nurdin juga mengatakan bahwa penundaan Pemilu 2024 adalah tidak rasional, bertentangan dengan amanat reformasi, berpotensi kembali ke Orde Baru, dan masyarakat tidak setuju tentang penundaan Pemilu 2024. Media ini juga sempat mewartakan tentang penundaan Pemilu 2024 dengan mengutip pandangan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, yang menilai bahwa penundaan Pemilu 2024 merupakan usul yang “tidak mungkin dapat dilaksanakan.”
Pendapat Yusril Ihza Mahendra tersebut cukup beralasan karena penundaan pemilu menabrak Pasal 22E, ayat (1) UUD 1945 yang memerintahkan agar pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.
Penundaan pemilu tentu juga berefek sistematis pada kevakuman kekuasaan pada jabatan – jabatan strategis kenegaraan di berbagai tempat dan ini dapat berujung pada konflik dan anarkisme di tengah masyarakat.
Tentu publik negeri ini tidak setuju dengan peristiwa yang terjadi di Peru, di mana Pedro Castillo ditangkap usai dimakzulkan dari jabatan Presiden Peru oleh parlemen Peru dan ia terancam hukuman 20 tahun penjara atas dugaan pemberontakan terkait pelanggaran konstitusi (detiknews, 8 Desember 2022). Ia dicopot dari jabatannya dari Parlemen Peru karena dianggap sebagai pemberontak setelah memicu krisis konstitusional yang sangat parah (Kompas.com, 8/12/2022).
Penundaan pemilu tentu juga berefek sistematis pada kevakuman kekuasaan pada jabatan – jabatan strategis pemerintahan dan kenegaraan di berbagai tempat dan ini dapat berujung pada konflik dan anarkisme di tengah masyarakat.
Tentu publik negeri ini tidak setuju dengan peristiwa yang terjadi di Peru, di mana Pedro Castillo ditangkap usai dimakzulkan dari jabatan Presiden Peru oleh parlemen Peru dan ia terancam hukuman 20 tahun penjara atas dugaan pemberontakan terkait pelanggaran konstitusi (detiknews, 8 Desember 2022).
Ia dicopot dari jabatannya dari Parlemen Peru karena dianggap sebagai pemberontak setelah memicu krisis konstitusional yang sangat parah (Kompas.com, 8/12/2022).
Mulanya, Pedro Castillo dilengserkan dari tampuk kekuasaannya karena ia dituduh melakukan kudeta terhadap konstitusi Peru dan mencoba membubarkan Kongres Peru, dengan tujuan untuk melanggengkan kekuasaannya. Tentu publik negeri ini tidak ingin terjadi krisis kepemimpinan dan krisis konstitusional seperti yang terjadi di Peru.
17 partai politik peserta Pemilu 2024 telah diumumkan, partai politik tengah mempersiapkan calon anggota legislatif dari partai masing – masing untuk berlaga di panggung Pemilu 2024 mendatang dengan berbagai trik, intrik, dan strategi, bahkan bakal calon anggota DPD RI yang daftar di KPU Sulawesi Selatan telah diumumkan ke publik (Tribun Timur, 16 Desember 2022).
KPU RI juga telah menetapkan tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024, dan pemungutan suara akan dilakukan pada 14 Februari 2024 dan perhitungan suara akan dilaksanakan pada 14 – 15 Februari 2024 untuk putaran pertama dan pemungutan suara putaran kedua pada 26 Juni 2024 dan perhitungan suara pada 26 – 27 Juni 2024.
Dengan persiapan yang telah dilakukan oleh KPU secara matang, tentu perlu dukungan dari berbagai elemen bangsa ini, mulai dari legislatif, eksekutif, yudikatif, tentu dukungan dari masyarakat dan organisasi masyarakat sipil juga sangat menentukan.
Publik paham bahwa perwakilan masyarakat di MPR, yakni para anggota DPR dan anggota DPD adalah orang – orang yang cerdas, bijak, dan memiliki kearifan di dalam mengelola negara ini. Untuk itu publik menaruh kepercayaan kepada mereka dan publik juga berharap semoga amanah yang diberikan kepada para anggota legislatif di DPR dapat melaksanakan amanah itu dengan baik.
Kekhawatiran publik muncul, atas ulah sejumlah elit di DPR dan para petinggi partai yang menyuarakan tentang perlunya penundaan pemilu, lalu apa urjensinya untuk negeri ini?
Memang tidak sedikit orang percaya bahwa meraih kekuasaan itu sangat menarik, tetapi mempertahankan kekuasaan itu justru jauh lebih menarik, dan acapkali kekuasaan itu diperoleh dengan cara – cara yang tidak santun, yakni melalui kudeta, melalui kudeta konstitusi, dan beragam cara barbar lainnya yang menghalalkan segala cara.
Bila elit dalam meraih kekuasaannya dengan tidak mengindahkan etika dan moral, maka tentu ia akan disebut sebagai para Machiavellis. Ia yang seorang pemikir politik zaman Renaisans yang terkenal dengan teorinya yang kontroversial dan menjadikan teorinya sebagai buku pegangan dalam karir politiknya, baik itu elit maupun partai politik, bahkan juga para pencari kekuasaan di organisasi – organisasi lainnya di masyarakat yang acapkali mempertontonkan etika yang tidak santun dan elok ketika munas atau kongres sedang digelar untuk memilih ketua umum.
Ini terutama karena teori kekuasaan yang ditawarkan Machiavelli berfokus pada metode apa yang harus digunakan seseorang dalam memperebutkan serta mempertahankan kekuasaan. Selain itu teori yang ditawarkan Machiavelli juga mensyaratkan pada hal apa saja yang harus dimiliki oleh seseorang dalam upaya merebut dan memertahankan kekuasaan (Muqaddim, 2016).
Praktik teori kekuasaan Machiavelli yang dituangkan dalam karyanya bertajuk The Prince dan The Discourses, juga telah tercermin di dalam praksis perpolitikan di negeri ini. Dimana gagasan Machiavelli “siapa yang mempunyai senjata akan mengalahkan siapa yang tidak mempunyai senjata,” telah dengan nyata dipertontonkan di muka publik.
Sekali lagi, tentu publik berharap kepada elit yang ada di Senayan untuk tidak menunda – nunda Pemilihan Umum 2024, dengan alasan apapun itu karena itu bertentangan dengan konstitusi, bertentangan dengan UUD 1945, dan itu akan merusak tatanan demokrasi, dan berbiaya tinggi dengan aksesoris yang mengikutinya.
Demikian halnya, rasa aman, harmoni, tanpa riak sangat diidamkan oleh publik menjelang Pemilu 2024. Menunda Pemilu 2024 hanya akan menguntungkan sebagian elit, dan merugikan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Mari berhenti menggaungkan penundaan Pemilu 2024 dan fokus pada tahapan dan pelaksanaan Pemilu 2024 yang “Luber – Jurdil,” yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, sehingga mewujudkan pemilu yang berkualitas untuk melahirkan pemimpin yang berkualitas untuk mengantarkan Indonesia menjadi negara yang maju dan sejahtera.