![IMG-20250815-WA0456(1) FOTO: Wage Rudolf Supratman, Ismail Marzuki dan Habib Muhammad Husein al-Mutahar (H. Mutahar). [Kolase]](https://legion-news.com/wp-content/uploads/2025/08/IMG-20250815-WA04561-696x464.jpg)
Oleh Hasyim Arsal Alhabsi
LEGIONNEWS.COM – SEJARAH, Dalam sejarah bangsa Indonesia tercinta, ada orang-orang yang kehadirannya tidak selalu dikelilingi sorotan, tetapi karyanya menjelma menjadi denyut nadi seluruh rakyat.
Di antara mereka, berdiri tiga nama besar yang melahirkan lagu-lagu yang tak sekadar dinyanyikan, tetapi dihafal, diresapi, dan diwariskan lintas generasi: Wage Rudolf Supratman, Ismail Marzuki, dan Habib Muhammad Husein al-Mutahar. Mereka adalah saksi zaman dan penggubah irama yang meneguhkan identitas bangsa.
1. Wage Rudolf Supratman
- Lahir: 19 Maret 1903, Jatinegara (versi lain: Purworejo, Jawa Tengah)
- Wafat: 17 Agustus 1938, Surabaya
W.R. Supratman adalah sosok yang pada 28 Oktober 1928 memperdengarkan Indonesia Raya di Kongres Pemuda II. Lagu itu bukan sekadar musik, tetapi manifesto musikal kemerdekaan. Di tengah penjajahan, ia berani menulis lirik yang memanggil persatuan: satu nusa, satu bangsa, satu bahasa.
Tidak ada panggung megah atau stasiun TV untuk menyiarkan karyanya, tetapi gema Indonesia Raya menembus penjara, medan perang, dan halaman sekolah. Ia wafat di usia muda, tak pernah melihat benderanya berkibar di langit merdeka, tetapi setiap kali lagu kebangsaan dikumandangkan, ia hadir abadi.
Karya Abadi:
• Indonesia Raya (1928) — Lagu Kebangsaan Indonesia
2. Ismail Marzuki
- Lahir: 11 Mei 1914, Kwitang, Batavia (Jakarta)
- Wafat: 25 Mei 1958, Jakarta
Ismail Marzuki adalah penyair melodi yang menyulam rasa cinta tanah air ke dalam nada-nada indah. Ia mencipta lebih dari 200 lagu antara 1931–1958, banyak di antaranya lahir di masa genting perjuangan.
Rayuan Pulau Kelapa misalnya, memuji keelokan tanah air dengan kelembutan, seolah mengajak kita mencintai negeri ini tanpa perlu berteriak.
Halo, Halo Bandung dan Gugur Bunga menyalakan semangat sekaligus memberi ruang untuk berduka atas pengorbanan pejuang.
Ia membuktikan bahwa patriotisme tidak selalu berwajah garang; kadang ia bernyanyi lembut, namun tak kalah membakar jiwa.
Karya Abadi:
- Rayuan Pulau Kelapa
- Halo, Halo Bandung
- Gugur Bunga
- Indonesia Pusaka
- O Sarinah
3. Habib Muhammad Husein al-Mutahar (H. Mutahar)
- Lahir: 5 Agustus 1916, Semarang
- Wafat: 9 Juni 2004, Jakarta
H. Mutahar adalah komponis sekaligus prajurit dan diplomat. Ia pencipta Hari Merdeka (Mars 17 Agustus 1945) lagu yang mengajak rakyat berbaris dengan tegap, menyambut kemerdekaan dengan langkah pasti.
Ia juga menggubah Hymne Syukur, sebuah lagu doa yang mengalun khidmat, mengekspresikan terima kasih bangsa kepada Tuhan atas anugerah kemerdekaan.
Dedikasinya bukan hanya di dunia musik; ia penyelamat Bendera Pusaka, penggagas Paskibraka, dan pembina generasi muda.
Karya Abadi:
• Hari Merdeka (Mars 17 Agustus 1945)
• Hymne Syukur
• Dirgahayu Indonesiaku
• Hymne Pramuka
• Lagu-lagu kepanduan seperti Gembira, Jangan Putus Asa, dan Saat Berpisah
Lebih dari Popularitas
Ketiganya mungkin tidak hidup di zaman viral, tidak berfoto dengan latar panggung megah, dan tidak meraup royalti miliaran.
Tetapi mereka menulis lagu dengan darah dan napas perjuangan. Setiap bait dan nada adalah dokumen sejarah yang hidup.
Mereka memberi bangsa ini bukan hanya lagu, melainkan identitas, semangat, dan doa yang terus mengalun dari Sabang sampai Merauke.
Ketika Indonesia Raya membuka upacara, ketika Rayuan Pulau Kelapa berkumandang di radio, atau ketika Hari Merdeka menggema di jalan-jalan pada setiap perayaan kemerdekaan — kita sedang menghidupkan kembali cinta tanah air yang mereka titipkan.