MAKASSAR – Tiga Gubernur di Sulawesi tegas menolak perpanjangan kontrak karya PT. Vale Indonesia. Hal itu disampaikan ketiganya saat Rapat dengar pendapat di gedung DPR-RI yang digelar oleh Komisi VIII tentang Panja Vale. Kamis, (9/9)
Terkait itu, awak media meminta tanggapan rencana penolakan perpanjangan kontrak karya PT Vale Indonesia, ke Pengamat Politik dari Universitas Bosowa (Unibos) Makassar Dr Arief Wicaksono. Dia mengatakan bahwa investasi asing di Indonesia itu dasar hukumnya adalah perjanjian internasional di Den Haag Belanda.
“Ya, tidak semudah itulah, karena Vale itu kan perusahaan asing, investasi asing, dasar hukumnya juga perjanjian internasional di Den Haag Belanda, jadi panjang ceritanya kalau sampai ke sana,” kata Arief Wicaksono. Kamis, (9/9)
“Tapi tetap memungkin untuk yang diminta Pemprov, karena terbukti kemarin, bandara Vale telah diserahterimakan ke pemprov,” katanya melalui pesan WhatsApp. Kamis
Seperti dilansir dari Legion news.com Direktur Utama PT. Sulsel Citra Indonesia Yasir Machmud menyambut baik hasil rapat dengar pendapat antara Komisi VIII salah satunya gubernur Sulsel.
“Tentunya jikalau ini terealisasi maka angka kemiskinan akan berkurang dan pemerintah akan mendapatkan pendapatan yang cukup untuk membangun daerahnya” tutur Ketua KONI Sulsel ini.
Pernyataan Yasir itu buru-buru direspon Pengamat Politik Arief Wicaksono. “Jangan lah dulu cerita bisa diambil alih, apalagi soal keuntungan, panjang ceritanya itu,” katanya.
“Yang berwenang soal investasi asing itu pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah, itu ada di dalam UU Pemda,. Tapi tetap memungkinkan pemprov mendapatkan keuntungan meski tanpa mengambil alih,” tambah Arief.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII juga dihadiri oleh pihak Kementerian Energi, Sumber Daya, dan Mineral (ESDM). Ditegaskan komitmen untuk memperjuangkan tambang eks Vale agar dikelola oleh BUMD Provinsi dan Kabupaten. Serta lahan kontrak karya tidak diperpanjang lagi.
“Saya kira pak Gubernur bukan meminta ambil alih lahan ke Pemerintah pusat, tapi mengkomunikasikan agar sebagian kewenangan Pemerintah pusat dapat diserahkan ke daerah. Agar daerah mendapatkan keuntungan, Tapi itu nanti pasti akan berbenturan dengan mekanisme perimbangan keuangan pusat dan daerah,” beber pria yang sering disapa pak’de ini.
Sambungnya, “Karena selama puluhan tahun ini, semua hasil dari kekayaan alam Indonesia ditarik dulu ke Jakarta, baru kemudian dibagikan secara proporsional kembali ke daerah dalam bentuk DAU dan DAK,” tutup Arief Wicaksono. (Let)