Tidak Tempati Rumdis, Negara Rugi Rp 4.9 milyar, Kejaksaan Jebloskan Ketua dan Wakil Ketua DPRD Bantaeng ke Tahanan

FOTO: Salah satu pimpinan DPRD Bantaeng saat dijebloskan ke Rumah Tahanan Negara.
FOTO: Salah satu pimpinan DPRD Bantaeng saat dijebloskan ke Rumah Tahanan Negara.

LEGIONNEWS.COM – BANTAENG, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantaeng telah menetapkan status Tersangka terhadap 4 orang dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pada Sekretariat Dewan.

Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi sehubungan dengan tunjangan kesejahteraan berupa rumah negara dan belanja rumah tangga untuk pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng Masa Jabatan 2019-2024.

Hal itu diketahui dalam keterangan pers pihak Kejari Bantaeng pada Selasa tanggal 16 Juli 2024 Kepala Kejaksaan Negeri Bantaeng, Satria Abdi yang didampingi Ketua Tim Penyidik Andri Zulfikar yang juga Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bantaeng.

“Tersangka yang ditetapkan yaitu berinisial H (43 tahun), I (52 tahun), MR (41 tahun), dan JK (52 tahun). Adapun H, I, dan MR merupakan Pimpinan aktif DPRD Kabupaten Bantaeng Masa Jabatan 2019 – 2024,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Bantaeng itu.

Advertisement

Sedangkan JK adalah Sekretaris DPRD aktif Kabupaten Bantaeng sekaligus Pengguna Anggaran masa jabatan 2021 sekarang yang ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka (Pidsus-18) yang ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bantaeng.

Dikatakan oleh Kajari Bantaeng, Terhadap H, I, MR, dan JK dilakukan penahanan Rutan Kelas II B Bantaeng selama 20 hari.

Dengan alasan dari Tim Penyidik bahwa dikhawatirkan Tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, sekaligus mempercepat proses penyelesaian penanganan perkara penyidikan untuk segera dilimpahkan ke tahap penuntutan.

“Bahwa Tim Penyidik telah mengumpulkan bukti yang membuat terang tentang tindak pidana korupsi yang terjadi. Tim Penyidik telah mengumpulkan Keterangan Saksi, Surat, dan Petunjuk,” ujar Satria Abdi.

Adapun kronologi singkat perkara ini yaitu:

Bahwa pada bulan September 2019 – 2024, Sekretariat DPRD Kabupaten Bantaeng mengadakan kegiatan Fasilitasi Tugas Pimpinan DPRD berupa belanja rumah tangga dengan nomenklatur Belanja Natura dan Pakan Natura yang bersumber dari APBD Kabupaten Bantaeng berdasarkan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Kabupaten Bantaeng yang mana belanja rumah tangga tersebut diperuntukkan untuk Pimpinan DPRD, yaitu Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bantaeng masa jabatan 2019-2024.

JK selaku Pengguna Anggaran setiap bulannya mengajukan pencairan anggaran kepada BPKD Kabupaten Bantaeng dan diterima oleh Pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng Masa Jabatan 2019-2024, yaitu H selaku Ketua DPRD, I selaku Wakil Ketua DPRD, dan MR selaku Wakil Ketua II DPRD, sejak bulan September 2019 sampai dengan Mei 2024 setiap bulannya secara tunai.

Berdasarkan hasil penyidikan diketahui sejak bulan September 2019 sampai dengan 2024 Pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng tidak pernah menempati rumah negara atau Rumah Dinas (Rumdis) tersebut sedangkan anggaran telah dicairkan dan diterima setiap bulan oleh Pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng dengan jumah bervariasi. Adapun total yang diterima oleh Pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng Masa Jabatan 2019-2024 sebesar Rp. 4.950.000.000,-

Padahal dalam Pasal 18 ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Besaran Tunjangan Pimpinan Dan Anggota, Pakaian Dinas Dan Atribut Serta Belanja Penunjang Operasional Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berbunyi;

Dalam hal Pimpinan DPRD tidak menggunakan fasilitas rumah negara dan perlengkapannya, tidak diberikan belanja rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c”
Perbuatan Tersangka H, I, MR, dan JK melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan ancaman hukum pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 Milyar. (**)

Advertisement