LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Proses tahapan pembangunan breakwater Beba tuai kritikan dari praktisi hukum di Makassar. Pasal nya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) telah diduga melakukan perbuatan hukum secara bersama-sama dengan Direktur Utama PT. Kemuning Yona Pratama, Syafriwal.
Bermula terjadi konflik antara Direktur Utama PT. Kemuning Yona Pratama dengan Kuasa Direktur Cabang PT. Kemuning Yona Pratama Mestizo Nato Ade Rusandi di Makassar.
Diketahui PT. Kemuning Yona Pratama oleh Kelompok Kerja (POKJA) LPSE Sulawesi Selatan sebagai pemenang tender pembangunan breakwater Beba, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar senilai Rp 14 milyar lebih. Namun sangat di sayangkan Direktur Utama PT. Kemuning Yona Pratama secara sepihak mencabut kuasa Direktur Cabang.
“Saya dicopot sebagai direktur cabang secara sepihak oleh Direktur utama PT. Kemuning Yona Pratama yang berkedudukan di Kota Pekanbaru, Riau, tanpa sepengetahuan saya,” ujar Mestizo warga kota Makassar.
Menurut kuasa direktur cabang seluruh proses tahapan lelang dia yang mendatangi dokumen lelang yang kemudian dia upload di sistem pengadaan barang dan jasa LPSE Sulsel. Tidak hanya itu sesuai kesepakatan dirinya dengan Direktur Utama dalam akta notaris bahwa seluruh proses lelang hingga pelaksanaan pekerjaan merupakan tanggungjawabnya termaksud bila dikemudian harinya berdampak hukum.
“Seluruh dokumen mulai dari pakta integritas, dokumen administrasi, Dokumen teknis pekerjaan, Garansi bank dan lain-lainnya terkait teknis pekerjaan semua saya yang tanda tangani mengingat secara hukum seperti yang diatur didalam peraturan pemerintah dan UU ITE tentang transaksi elektronik,’ ungkap Mestizo.
Terkait dengan pergantian Direktur cabang secara sepihak mendapat perhatian praktisi hukum di Makassar, Syamsul Bahri Majjaga.
Dia menilai apa yang dilakukan oleh Direktur Utama PT. Kemuning Yona Pratama menganti direktur cabang patut diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum. Mengingat surat kuasa adalah wujud dari terjadinya perjanjian di antara direksi (sebagai pemberi kuasa) dengan karyawan atau Perseorangan.
“Surat kuasa adalah wujud dari terjadinya perjanjian di antara direksi sebagai pemberi kuasa dengan karyawan atau kepada Perseorangan sebagai penerima kuasa. Sehingga, surat kuasa yang sejatinya berangkat dari kesepakatan bersama sebagai basis dasarnya tidak bisa secara sepihak dilakukan pembatalan secara sepihak. Apalagi perjanjian itu dihadapan notaris,” ujar praktisi hukum ini.
Saat ditemui awak media di kantor Dinas Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan Jumat petang. Kuasa Pengguna Anggaran, Ijas Fajar mengatakan saat ini proses menuju kontrak kerja yang sudah memasuki tahap Surat Perjanjian (SP).
“Sudah tadi di tandatangani SP nya oleh Direktur Utama. Kami tunggu sampai hari Rabu (24/5) apabila Direktur Utama tidak menghadirkan Tenaga Ahli yang diminta akan kami batalkan itu SP nya sesuai konsultasi kami ke LPSE Sulsel melalui Andi Asrul,” kata Ijas saat didampingi Pejabat Pembuat Komitmen Thamrin Noursalam. Jumat petang.
Pernyataan KPA itu disaksikan dan didengar langsung Direktur cabang PT. Kemuning Yona Pratama dan penasehat hukum nya.
Polemik proses kontrak kerja pekerjaan pembangunan breakwater Beba juga mendapat perhatian dari Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Lembaga Kontrol Keuangan Negara (DPP-LKKN), Baharuddin. S. Diketahui lembaga pemerhati ini mempunyai andil bersama dalam pelaporan terkait dengan tindak pidan Korupsi di PDAM Makassar yang saat ini tengah dalam proses sidang di Pengadilan Tipikor Makassar.
“Di internal saja mereka ribut bagaimana mau jalan proyek nantinya. Kami dari DPP-LKKN mendesak agar gubernur Sulsel menghentikan kontrak kerja PT. Kemuning Yona Pratama,” tegas Ibar sapaan lain ketua DPP LKKN ini.
“Apalagi tempat mengambil material (Baru Gajah) untuk material utama pekerjaan breakwater Beba itu hasil investigasi kami pengakuan pemilik IUP tidak mampu menyediakan jumlah besar batu gajah,” sambung Ibar.
Ketua umum DPP LKKN ini juga mengungkap bahwa IUP tambang golongan C jenis batu gajah banyak bermasalah di kabupaten Gowa dan Takalar.
“Kami akan meminta direskrimum ekonomi Polda Sulsel untuk memantau proyek tersebut nantinya. Itu tadi sumber material IUP batu gajah di dua kabupaten yang saya sebut tadi banyak bermasalah,” pungkas ibar. (LN)