Makassar || Legion News – Di tengah gelombang efisiensi anggaran yang digaungkan pemerintah, naiknya anggaran Polri yang di depan mata Naik, Tetapi Beban UKT-BKT mahasiswa justru tidak ada peninjauan maupun pemotongan bagi semester 9 ke atas. Pernyataan ini disampaikan oleh Muhammad Alwi Nur, Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (DEMA Saintek) UIN Alauddin Makassar sebagai bentuk refleksi dan keresahan mahasiswa terhadap arah kebijakan negara hari ini.
“Kami melihat dan merasakan sendiri bagaimana beban UKT masih ditanggung penuh oleh mahasiswa, bahkan saat kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih. Ironisnya, komersialisasi pendidikan tampaknya di pertontonkan dengan nyata. Peninjauan? Pemotongan tidak terdengar,” ujar Ketua DEMA Saintek.
Padahal, lanjutnya, Kementerian Agama telah mengeluarkan dua regulasi penting yang semestinya menjadi acuan kampus dalam menyesuaikan beban biaya pendidikan terhadap kemampuan ekonomi mahasiswa, yakni SK Dirjen Pendis Kemenag Nomor 1511 Tahun 2022 dan SK Dirjen Pendis Kemenag Nomor 498 Tahun 2024. Keduanya mengatur tentang mekanisme evaluasi UKT dan BKT, yang seharusnya dilakukan secara berkala, akuntabel, dan berbasis keadilan sosial.
“Pimpinan kampus UIN Alauddin Makassar sebagai salah satu kampus dibawah naungan Kemenag belum sepenuhnya menjalankan SK Kemenag ini.
Tidak sedikit mahasiswa yang merasa terabaikan, terutama mereka yang mengajukan penurunan UKT namun tak mendapatkan kejelasan atau bahkan tidak mendapatkan respons” lanjut Alwi.
“Kami menyadari bahwa negara sedang melakukan efisiensi, tapi ketika anggaran untuk sektor lain seperti Polri justru naik, dan beban mahasiswa tidak dikurangi, maka publik berhak bertanya: untuk siapa sebenarnya efisiensi ini dilakukan? Jangan sampai yang ditekan hanya sektor yang mestinya dilindungi,” tambahnya.
Ketua DEMA Saintek juga menekankan bahwa pendidikan adalah hak, bukan komoditas. Maka ketika logika pasar lebih dominan ketimbang logika keberpihakan sosial, kampus dan negara seharusnya introspeksi.
“Pendidikan itu ruang mencerdaskan, bukan ruang menjual jasa. Kalau mahasiswa terus dibebani, lalu di mana letak keberpihakan institusi kepada generasi penerus bangsa?” pungkasnya.
DEMA Saintek UIN Alauddin Makassar juga mendesak pihak kampus untuk membuka forum evaluasi terbuka bersama mahasiswa, dan segera menindaklanjuti amanat SK Kemenag yang mengatur soal peninjauan UKT-BKT. DEMA juga mengajak seluruh mahasiswa di Indonesia untuk bersatu memperjuangkan keadilan biaya pendidikan, bukan hanya untuk hari ini, tetapi demi keberlangsungan masa depan bangsa yang lebih setara dan beradab. (*)