POLITIK – Perdebatan tentang sistem proporsional tertutup disikapi oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Munculnya perdebatan sistem pemilu saat ini sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK)>
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa hal itu menjadi materi gugatan di MK. Artinya, semua ada ranahnya masing-masing.
Dijelaskan Hasto, terkait dengan fungsi legislasi atau pembuatan UU, ranahnya ada di DPR. Namun jika menyangkut judicial review UU terhadap UUD 1945, ranahnya ada di MK.
Jika dikaitkan dengan idealisme yang dipegang PDIP, Hasto mengatakan pihaknya melihat DPR bertanggung jawab bagi masa depan negara.
Atas dasar itu, sebagai partai politik yang mengajukan calon anggota DPR, PDIP memerlukan para ahli dan pakar di bidangnya untuk bisa dicalonkan sebagai anggota DPR.
Terkait dengan proporsional terbuka ditanyakan ke para ahli, banyak yang mengatakan biayanya tidak sanggup. Terutama terkait dengan membangun Indonesia melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan di DPR.
“Karena proporsional terbuka dalam penelitian Pak Pramono Anung, minimum paling tidak harus ada (modal) uang Rp 5 miliar untuk menjadi anggota dewan. Bahkan ada yang habis sampai Rp 100 miliar untuk menjadi anggota dewan,” urai Hasto, Minggu (8/1).
Hasto menjelaskan besarnya modal untuk mendapatkan kursi DPR berdampak pada banyak anggota DPR yang memiliki latar belakang pengusaha.
Sistem yang ada Indonesia saat ini, lanjut Hasto, meniru sistem di AS. Dan justru di AS, yang kerap dianggap ikonnya demokrasi, justru saat ini mengalami krisis, yang bahkan kesulitan saat akan memilih Ketua DPR-nya.
“Maka PDI Perjuangan menawarkan suatu wacana untuk mari kita berpikir ulang dalam demokrasi kita. Diskursus inilah yang menyehatkan demokrasi. Masalah nanti apapun yang diputuskan MK, kami sekali lagi PDI Perjuangan bukan pihak yang punya legal standing melakukan judicial review,” tegas Hasto. (Sumber: rmol)