Soal PTPN XIV, Mahasiswa dan LSM Desak Gubernur Cabut Rekomendasi Bupati Enrekang

Anggota Fraksi Golkar DPRD Sulsel Rahman Pina saat menerima Ratusan massa gabungan dari kabupaten Enrekang yang mendatangi gedung DPRD Sulsel. Rabu, (16/3)
Anggota Fraksi Golkar DPRD Sulsel Rahman Pina saat menerima Ratusan massa gabungan dari kabupaten Enrekang yang mendatangi gedung DPRD Sulsel. Rabu, (16/3)

LEGION NEWS.COM – Ratusan massa gabungan mendatangi gedung DPRD Sulsel. Mereka kembali menyuarakan terkait dengan HGU PTPN XIV yang dikeluarkan oleh bupati Enrekang, Muslimin Bando, tertanggal 15 September 2020 lalu.

Janji AMPU untuk mengerahkan massa di Makassar, benar-benar terwujud. Rabu, 16 Maret 2022 pukul 09.00 WITA massa jumlah ratusan tersebut sebelumnya berorasi di kampus UIM Makassar.

Massa yang terdiri dari berbagai elemen antara lain, mahasiswa, petani, buruh, dan AMPU serta koalisi LSM untuk Enrekang tumpah ruah di jalanan dengan menaiki mobil pick up, kendaraan pribadi.

Setibanya di gedung wakil rakyat, AMPU menggelar mimbar aksi. Di gedung Wakil rakyat Sulawesi Selatan yang berada di Km.4 Jl. Urip Sumohardjo, Panakukang, Kota Makassar.

Advertisement

Rahmawati perempuan parubaya ini menyebut, bupatilah yang paling bertanggungjawab atas terjadinya perusakan lahan kebun warga Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang.

“Bupati yang paling bertanggung jawab atas perusakan tanaman di Enrekang,” tegas dia saat berorasi. Rabu,

Dia melanjutkan, “Seharusnya bapak bupati melindungi rakyatnya dari proyek “land clearing” PTPN XIV, kalau perlu pasang badan di lahan kebun warga,” kata Rahmawati.

Sebab menurutnya lahan eks BMT itu, sudah lama ditelantarkan, proyek silih berganti, dan gagal, nanti masuk lagi jika ada anggaran dari pusat, dalam hal ini PTPN pusat.

Ia menduga kuat, bupati menguasai lahan di eks BMT sejak tahun 2020. “Ini sangat disesalkan,” kata Rahmawati.

“Jka benar demikian, mohon dengan kebesaran jiwa bapak bupati merelakan lahan yang diduga dikuasainya kepada masyarakat setempat, khususnya yang terdampak langsung pada proyek pembukaan lahan PTPN XIV,” pintanya.

Dalam waktu dekat, ia bersama segenap komponen yang tergabung dalam AMPU akan mengerahkan massa di kantor gubernur Sulsel guna mendesak gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman mencabut surat rekomendasi yang dikeluarkan bupati Enrekang.

Mereka yang tergabung dalam AMPU, dan beberapa forum mahasiswa serta LSM dan tokoh-tokoh masyarakat akan turun ke jalan memprotes, dan menolak penggusuran lahan di kecamatan Maiwa, Batu Mila, Karrang, kecamatan Cendana yang meruoakan perbatasan kabupaten Pinrang-Enrekang.

Usai orasi, massa yang jumlahnya ratusan itu, akhirnya diterima di ruang aspirasi DPRD Sulsel.

Dalam dialog dengan anggota DPRD Sulsel, perwakilan masyarakat korban perusakan lahan di Maiwa dan Cendana mendesak kepada pimpinan DPRD Sulsel untuk mengagendakan pertemuan lanjutan bersama dengan gubernur Sulsel, sekaligus mereka mendesak gubernur untuk mencabut surat rekomendasi bupati Enrekang yang dinilai janggal.

Ketua Pusat Pemantau Keuangan Negara (PKN) yang berbasis di kabupaten Enrekang, menilai, pihaknya menelisik ada dugaan permainan terkait konflik agraria di daerahnya.

“Saya menduga ada permainan di balik tergusurnya warga yang menggarap lahan di Maiwa,” ketus Bababanti, Ketua PKN.

Bababanti mengajak semua komponen melawan kebijakan yang dinilainya keliru dengan terbitnya surat rekomendasi secara diam-diam.

Sementara sekretaris PKN, Muhtar meminta Kapolda Sulselbar agar menarik seluruh personil Brimob yang bertugas di konflik agraria eks BMT Enrekang.

“Mestinya menghormati hasil kesepakatan di DPRD Sulsel soal penarikan pasukan. “Mereka hanya petani biasa yang butuh lahan untuk menghidupi keluarganya, bukan musuh apalagi teroris,” terang Muhtar.

Sengkarutnya konflik agraria di Enrekang, turut mengundang keprihatinan LSM PILHI, Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (PILHI) yang berkedudukan di Makassar. Menurut Direktur Eksekutif LSM PILHI, Syamsir Anchi, pihaknya tidak tinggal diam, ia telah lama memantau perkembangan kasus ini. Bahkan, ia turun langsung menginvestigasi, dan mengadvokasi warga Maiwa di Enrekang.

Kuat dugaan di eks lahan BMT itu, menurut Anchi, diduga ada mafia tanah bermain, dan diduga kerabat bupati serta diduga bupati sendiri  terlibat, sehingga ia akan melakukan pelaporan di KPK, Ombudsman, Komnas HAM, dan KLHK, Menteri Pertanian, Menteri BUMN serta Kementerian ATR. “Data-datanya sudah lengkap, tinggal menunggu waktu tepat berangkat ke Jakarta,” tegas Anchi.

Apa yang terjadi di Enrekang, diduga diperparah oleh Pemkab Enrekang, baik eksekutif maupun legislatif yang diduga tak bernyali melakukan kontrol kepada eksekutif. Ia juga menegaskan, jika HGU PTPN XIV diduga tidak ada, apalagi AMDALnya. Lanjut, Anchi, surat rekomendasi bupati Enrekang harus segera dicabut, karena surat rekomendasi pembaruan kepada PTPN XIV melabrak PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang perpanjangan dan pembaruan HGU.

Setelah melakukan dialog, perwakilan masyarakat Maiwa dan Cendana kembali ke halaman gedung DPRD Sulsel.

Berbarengan dengan kedatangan salah seorang anggota DPRD Sulsel asal Enrekang, Rahman Pina, S.Sos.

Rahman Pina pun didaulat untuk berorasi di depan para pengunjuk rasa.

Menurut RP sapaan lain Rahman Pina, sampai hari ini pihak DPRD Sulsel masih terus bersinergi dengan aspirasi rakyat. Dan akan terus sejalan dengan aspirasi rakyat. “Kita tidak boleh membiarkan penderitaan berlarut-larut terhadap masyarakat yang terdampak atas pembukaan lahan oleh pihak PTPN XIV,” kuncinya. (*)

Advertisement