LEGION NEWS.COM – Said Didu melalui akun Twitter pribadinya mengaku sudah menduga, ada maksud tersembunyi di balik kebijakan menunda pembayaran JHT milik pekerja. “Akhirnya terbukti mention saya bbrp hari lalu,” tulisnya dikutip pada Jumat (18/2/2022) lalu.
Sabtu, (19/2) penggiat media sosial ini kembali mengunggah tulisannya dilaman akun twitter milik-Nya.
“Semakin banyak pembenaran yg dibuat pemerintah utk menahan JHT pekerja, semakin terindikasi bhw :”
1) dana JHT pekerja sdh diinvestasikan di instrumen keuangan yg tdk likuid – tmsk SUN.
2) likuiditas SUN sdg sulit
3) pemerintah hadapi mslh pembayaran utang, tmsk pembayan SUN
Ia sebelumnya, mencurigai ada maksud tertentu dari pemerintah sehingga terbit Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Dalam Permen tersebut, terhadap sejumlah perubahan aturan untuk pembayaran klaim JHT.
Dugaan Mantan sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, mengenai dana Jaminan Hari Tua (JHT) digunakan untuk pembiayaan pemerintah terbukti.
Dilansir dari wartakota Pihak BPJS Ketenagakerjaan telah mengonfirmasi bahwa ratusan triliun dana milik buruh telah diinvestasikan melalui pembelian Surat Utang Negara (SUN).
BPJS Ketenagakerjaan melaporkan total dana program Jaminan Hari Tua (JHT) mencapai Rp375,5 triliun pada 2021 atau naik sekitar 10,2 persen dari tahun sebelumnya. Sebagian besar dana tersebut ditempatkan surat utang negara (SUN) untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Sebagaimana komitmen kami untuk memastikan pengelolaan dana JHT sesuai tata kelola yang baik dan berpedoman pada ketentuan yang berlaku, kami mengelola dengan sangat hati-hati dan menempatkan dana pada instrumen investasi dengan risiko yang terukur agar pengembangan optimal,” ujar Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo dalam keterangan resmi, Kamis (17/2).
Anggoro merinci, 65 persen dana JHT diinvestasikan pada obligasi dan surat berharga di mana 92 persen di antaranya merupakan surat utang negara.
Kemudian, 15 persen dana ditempatkan pada deposito yang 97 persennya berada pada Himpunan Bank Negara (Himbara) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Selanjutnya, 12,5 persen ditaruh pada saham yang didominasi pada saham blue chip, yang termasuk dalam indeks LQ45.
Lalu, 7 persen diinvestasikan pada reksa dana di mana reksa dana tersebut berisi saham-saham bluechip yang juga masuk dalam LQ45.
Terakhir, sebanyak 0,5 persen ditempatkan pada properti dengan skema penyertaan langsung. (Wartakota)