Sidang Kasus Dugaan Suap, Ketum LKKN Desak Gubernur Copot Sekwan dan Bendahara DPRD Sulsel

FOTO: Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. (ist)
FOTO: Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. (ist)

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Lembaga Kontrol Keuangan Negara (DPP-LKKN), Baharuddin. S. Menyoroti sidang kasus dugaan suap terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali digulirkan di ruang Bagir Manan, Pengadilan Negeri Makassar. Rabu (22/2/2023) lalu.

Pasalnya pihak Sekretaris DPRD (Sekwan) Muh Jabir bersama Bendahara Sekwan, Darusman Idham, terlibat utang piutang dengan mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Pemprov Sulsel, Fitriah Zainuddin yang mencapai Rp1,5 miliar ke Sekretariat DPRD Sulsel.

“Inikan aneh juga nih, instansi pemerintah dalam hal ini Sekretaris Dewan dan Bendahara Sekwan DPRD Sulsel terlibat utang piutang dengan mantan kadis DPPPA Pemprov Sulsel. Ini ada apa?” tanya Ibar sapaan lain ketua umum DPP-LKKN ini.

“Saat mantan Kadis DPPPA Provinsi Sulsel dihadirkan, Lagi-lagi nama Ketua DPRD Sulsel itu kembali muncul dalam persidangan. Tidak hanya itu terbarukan nama anggota fraksi PDI Perjuangan juga ikut terseret. Seperti yang disebutkan Fitriah Zainuddin dalam sidang kasus suap terhadap auditor BPK,” ungkap Ketum DPP-LKKN.

Advertisement

Ketua umum DPP-LKKN ini mendesak agar Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman untuk mencopot Sekwan dan Bendahara DPRD Sulsel itu.

“Kemarin (Kamis, 23/2/2023) Kan, ada sosiolog dan pengamat Pemerintahan dari Unhas yang mengatakan kinerja gubernur Sulsel baik. Kenyataannya perwakilan Pemprov di DPRD Sulsel malah berkinerja buruk,” tutur dia.

Diketahui didalam persidangan itu, Nama Andi Ina dan Ketua Badan Anggaran DPRD Sulsel Rudy Pieter Goni ikut terseret soal utang piutang itu yang disebutkan Fitriah di dalam persidangan Selasa lalu.

Dalam sidang itu terungkap nama anggota fraksi PDI Perjuangan DPRD Sulawesi Selatan Rudy Pieter Goni (RPG), yang disebutkan oleh Fitriah Zainuddin mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemprov Sulsel,

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat orang saksi. Dalam persidangan itu Fitriah Zainuddin JPU mencecar Fitriah soal dokumen utang piutang sebesar Rp1,5 miliar ke Sekretariat DPRD Sulsel.

Uang itu diserahkan pada tahun 2020 lalu. Fitriah menjelaskan dalam persidangan itu bahwa pada 21 Juni 2020 lalu, Sekretaris DPRD (Sekwan) Muh Jabir bersama Bendahara Sekwan, Darusman Idham, menemuinya di Rumah Sakit Labuang Baji.

Saat menemuinya Jabir (Sekwan) DPRD Sulsel menyampaikan kepada dirinya butuh dana mendesak untuk urusan kantor sebesar Rp1,5 miliar.

“Alasannya keperluan mendesak di Sekretariat DPRD dengan kesepakatan jasa yang tidak mengikat,” ungkap Fitriah dalam ruangan sidang Bagir manan. Selasa,

Diungkapkan oleh mantan Kadis DPPPA Sulsel itu dalam persidangan. Bahwa pada tanggal 24 Juni, uang itu diserahkan dengan perjanjian utang piutang. Jabir dan Darusman sebagai pihak pertama, sementara Fitriah sebagai pihak kedua.

Saat penandatangan perjanjian utang piutang itu, kata Fitriah, ada nama Ketua Badan Anggaran DPRD Sulsel Rudy Pieter Goni dan keluarga Fitriah, serta pengacaranya sebagai pihak yang mengetahui.

“Namun pak Jabir meminta agar surat perjanjian diubah. Nama pihak pertama cukup Darusman Idham saja, dan nama Jabir dikeluarkan sebagai pihak pertama,” tutur Fitriah.

Fitriah mengaku tak tahu apa alasannya. Uang itu kemudian diserahkan ke Darusman secara tunai.

Beberapa hari setelahnya, Darusman dan Jabir menyerahkan surat perjanjian yang sudah ditandatangani oleh pihak pertama.

“Tapi ada satu orang yang tidak tandatangan yaitu Rudy Pieter Goni,” ungkapnya dalam sidang Tipikor itu.

Fitriah mengatakan Jabir dan Darusman menyerahkan rumah, tanah, dan kendaraan sebagai agunan. Perjanjian pengembalian utang disepakati dalam waktu satu tahun.

“Saya pegang sertifikatnya untuk dua unit rumah, dua bidang tanah, dua BPKB mobil dan satu set alat musik elekton,” kata Fitriah.

Kata Fitriah, utang pokok dari pinjaman itu hingga kini belum dilunasi. Ia hanya menerima bunga pinjaman sebesar Rp5 persen per bulan atau sebesar Rp75 juta.

Fitriah sudah pernah menagih ke Jabir soal pelunasan utang. Namun, Sekwan berdalih belum ada uang dan diarahkan untuk menagih ke Darusman.

“Atas persetujuan Darusman, saya menjual satu mobil HRV seharga Rp200 juta sebagai pembayaran bunga pinjaman,” jelasnya.

Pada April 2021, Fitriah kembali menagih. Jabir lalu mempertemukannya dengan Ketua DPRD Andi Ina Kartika Sari dan Wakil Ketua, Darmawangsyah Muin.

Dua pimpinan DPRD itu berjanji akan memfasilitasi untuk menyelesaikan utang tersebut. Namun, hingga bulan Juli 2021, tak ada solusi.

Fitriah kemudian kembali menemui Andi Ina di ruangannya ditemani Jabir. Ina mengaku sanggup membantu membayar bunga pinjaman senilai Rp9 juta per bulan.

“Secara total sebesar Rp40 juta dan pada bulan November dibayarkan oleh Jabir Rp5 juta. Namun sampai saat ini saya belum menerima pembayaran utang pokok,” katanya.

Fitriah mengaku Sekretariat DPRD bukan kali itu saja meminjam uang kepadanya. Tapi sudah sejak tahun 2016.

Setiap pinjaman, ia menerapkan bunga 5 persen. Pada tahun 2016, ia meminjamkan uang ke Sekretariat DPRD senilai Rp700 juta, tahun 2017 Rp1 miliar, tahun 2018 Rp1 miliar, dan tahun 2019 Rp1,8 miliar.

“Utang-utang tahun sebelumnya sudah dilunasi,” katanya. (LN)

Advertisement