Sidang Fee 30 Persen Jaksa Hadirkan Saksi Firman Pagarra Humas Pemkot Makassar

MAKASSAR, Legion News – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi  fee 30 persen yang bersumber dari kegiatan sosialisasi  dan penyuluhan  Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),di Kecamatan se-Kota Makassar Tahun Anggaran 2017 kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (11/6/2020) .

Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Kepala Bagian Humas Pemkot Makassar, Firman Pagarra. Di depan majelis hakim, dia mengaku pernah menerima uang dari  mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) kota Makassar, Erwin Haiya yang lebih dulu menjadi tersangka pada kasus itu.Uang sebesar itu, ditransfer ke rekening Wali Kota Makassar periode 2014 – 2019, Danny Pomanto.

Kata dia, uang tersebut dikirim Erwin Haiya ke dirinya saat mendampingi  Danny Pomanto  ke Singapura untuk menerima penghargaan. Saat itu, dia meminta pinjaman dan menggunakan  rekening Danny Pomanto.

“Saya berinisiatif meminjam ATM pak Danny pada saat itu, dan saya juga berinisiatif menelfon pak Erwin Haiya. Saya terima uang Rp20  juta,  di akhir tahun 2017 saat  pak Danny menerima penghargaan di Singapura,” kayanya, Kamis (11/6).

Advertisement

Menurutnya, uang itu sudah dia kembalikan ke yang berangkutan sepulang  dari Singapura.

Pada sidang pekan lalu, aliran dana Rp 20 Juta tersebut diungkap langsung Danny Pomanto  saat dicecar sejumlah pertanyaan oleh hakim, Jaksa maupun pengacara terdakwa.

Diketahui, di sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan kerugian negara Rp 26 miliar ini mendudukkan mantan camat Rappocini, Hamri Haiya sebagai terdakwa (saudara kandung Erwin Haiya). Di mana saat menjabat sebagai Camat Rappocini, Hamri Haiya diduga ikut serta melakukan perbuatan Tipikor bersama Erwin Haiya  sejak sekitar  bulan Juli 2016 hingga Desember 2017.

Erwin Haiya  lebih awal divonis bersalah oleh Pengadilan  Tipikor Negeri Makassar. Erwin Haiya dijatuhi hukuman terkait fee 30 persen Tahun Anggaran di   tahun 2017.

Dalam tuntutan JPU, Erwin Haiya diyakini terbukti secara sah  melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 26 miliar. Jauh di persidangan sebelumnya, Erwin Haiya dituntut hukuman penjara selama 12 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 18 miliar.

Sedangkan Hamri Haiya, dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) di persidangan sebelumnya,  didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Dari kerugian negara senilai Rp 26 miliar, Rp 18 miliar dibebankan ke Erwin Haiya (*)

Advertisement