Sempat Masuk Daftar Narkotika Golongan 1, Jadi Buruan Negara Eropa dan AS, Daun Surga itu Kini Diekspor

FOTO: Kratom atau
FOTO: Kratom atau "Daun Surga"

LEGIONNEWS.COM – Tumbuhan ini dulu masuk dalam daftar narkotika golongan 1 Kini pohon yang dijuluki sebagai “Daun Surga” ini diekspor ke sejumlah negara di benua Eropa dan Amerika.

Kratom atau daun surga itu telah mendapat izin ekspor oleh pemerintah, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 dan 21 Tahun 2024, tidak serta-merta produk ini bisa dijual bebas di dalam negeri.

Kratom merupakan tanaman herbal memiliki efek menenangkan hingga meredakan depresi. Perlu diketahui, meski Indonesia sudah mengekspor kratom, tanaman ini sendiri belum dijual secara bebas di dalam negeri.

“Jadi belum ada peraturan yang terkait dengan perdagangan di dalam negeri. Ini kan untuk ekspor semua,” ujar Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso, belum lama ini.

Advertisement

Manfaat dan khasiat kratom
Mengutip WebMD, kratom adalah pohon dari keluarga kopi yang berasal dari Asia Tenggara. Dikenal juga sebagai Mitragyna speciosa, tanaman ini tumbuh di Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Daunnya dikeringkan dan digunakan untuk membuat teh atau dimasukkan ke dalam kapsul untuk dijual sebagai suplemen. Daun kratom juga dapat dihisap seperti tembakau.

Penggunaan kratom yang paling umum adalah untuk menghilangkan rasa sakit, depresi, dan kecanduan opioid. Dua senyawa paling aktif yang ditemukan dalam kratom – mitragynine dan 7-hydroxymitragynine – bekerja pada reseptor opioid tetapi dengan efek samping yang lebih sedikit.

Penelitian awal menunjukkan bahwa kratom berpotensi sebagai antidepresan dan penekan rasa lapar. Dalam satu penelitian pada hewan, para peneliti menemukan bahwa kratom menurunkan kadar kortikosteron pada tikus.

Meningkatnya kadar kortikosteron hanyalah salah satu perubahan pada zat kimia otak yang dapat terlihat pada depresi.

Dalam penelitian lain yang dilakukan pada tikus, kratom menekan rasa lapar dengan menghambat hipotalamus, bagian otak yang bertanggung jawab atas nafsu makan. Meski demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut pada manusia untuk melihat apakah kratom memiliki efek serupa.

Dilansir dari website Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) disebutkan, Daun kratom kini tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Tanaman yang berasal dari Asia Tenggara ini telah menarik perhatian publik karena klaim manfaat kesehatan dan kontroversi yang menyertainya.

Kratom, atau dikenal dengan nama ilmiah Mitragyna speciosa, telah lama digunakan oleh masyarakat di beberapa wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia untuk keperluan medis tradisional. Daun ini dipercaya memiliki efek analgesik, stimulan, dan dapat membantu mengatasi kecanduan opioid.

Peneliti dari Pusat Riset Vaksin dan Obat, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Masteria Yunovilsa Putra menjelaskan, opioid adalah sekelompok obat yang bekerja pada sistem saraf pusat untuk menghasilkan efek pereda nyeri dan euphoria.

“Sebagian besar opioid menghasilkan efek analgesik, dengan mengaktifkan reseptor mu-opioid. Namun demikian, penggunaan beberapa senyawa opioid dalam jangka panjang dapat mengakibatkan efek samping yang merugikan seperti toleransi terhadap dosis analgesik, depresi pernafasan dan konstipasi,” ujar Masteria di Jakarta, Selasa (02/07).

Banyak pengguna kratom melaporkan bahwa daun ini membantu mereka mengatasi rasa sakit kronis, kecemasan, dan depresi. Selain itu, kratom juga disebut-sebut sebagai alternatif yang lebih aman dibandingkan obat-obatan opioid yang dapat menyebabkan ketergantungan parah. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa senyawa pada kratom memiliki potensi menyebabkan efek samping seperti mual, kejang dan lain sebagainya

“Kratom juga menghasilkan efek analgesik . Efek analgesik ini disebabkan oleh kandungan alkaloid utamanya yaitu mitragynine dan turunannya seperti 7-hydroxymitragynine,” jelasnya.

Studi pengikatan radioligand terbaru kata Masteria menunjukkan bahwa beberapa senyawa alkaloid dari kratom memiliki afinitas pengikatan yang lebih rendah pada reseptor mu-opioid dibandingkan dengan morfin. Dengan demikian, mitragynine kratom jauh lebih aman sebagai agen analgesik daripada morfin.

“Studi aktivitas analgesik secara in vivo yang kami lakukan dengan menggunakan hotplate menunjukkan bahwa ekstrak alkaloid kratom dengan kandungan senyawa mitragynine sekitar 46 persen menimbulkan efek analgesik terhadap rasa sakit akibat panas yang diinduksi oleh hotplate pada hewan coba (baca : mencit).

Berdasarkan hasil penelitiannya, pemberian ekstrak alkaloid kratom secara kronis selama sepuluh hari pada hewan coba menunjukkan bahwa efek analgesik alkaloid kratom hampir sama dengan efek analgesik yang ditimbulkan morfin.

“Sebagaimana halnya ditemukan pada studi yang lain efek morfin mengalami penurunan (toleransi terhadap dosis analgesik) pada hari kelima treatment, sementara ekstrak alkaloid kratom dapat menunda efek toleransi hingga hari ke-10,” terangnya.

Efek analgesic yang dimiliki oleh alkaloid kratom memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam bidang kesehatan. Salah satu nya adalah penggunaan ekstrak alkaloid kratom sebagai adjuvant untuk pengobatan kanker bersama penggunaan dosis rendah obat antikanker doxorubicin dalam menghambat pertumbuhan sel kanker secara in vitro yang telah kami publikasikan di jurnal ilmiah Molecules .

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Masteria yang dalam proses peer review journal juga menemukan adanya potensi alkaloid kratom untuk dikembangkan sebagai obat antiinflamasi yang mampu menurunkan efek samping yang biasa ditemui pada obat-obatan anti inflamasi golongan non steroid (non-steroid antiinflammatary drugs) secara in vitro.

“Aktivitas ini ditenggarai karena adanya mekanisme dual inhibisi dari senyawa alkaloid kratom terhadap enzim yang berperan dalam proses inflamasi,” jelasnya.

Menurutnya, di Indonesia, khususnya di daerah Kalimantan, kratom menjadi komoditas penting bagi petani lokal. Ekspor daun kratom ke mancanegara memberikan pendapatan yang signifikan bagi mereka.

Dalam bidang kesehatan, kratom memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk bahan baku obat. Namun demikian, penggunaan ekstrak dari alkaloid kratom dalam dosis tertentu diindikasikan dapat memberikan efek samping.

“Oleh karena itu, regulasi yang tepat diperlukan tanpa mempengaruhi mata pencaharian para petani tersebut dan memberikan efek negative pada masyarakat. Penelitian lebih lanjut dan dialog terbuka antara pemerintah, ahli kesehatan, dan masyarakat diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang adil dan bijaksana terkait penggunaan dan pengembangan daun kratom,” pungkasnya. (*)

Advertisement