MAKASSAR, Legion News – Tadi aku ke Warnet, mau cetak sticker. Ada anak laki-laki ber-usia 12 tahunan, (usia anak SMP) bawa beberapa lembar kertas buku tulis yang disobek. Isinya tulisannya seperti draft tugas sekolah. Tulis salah satu Akun facebook milik Hanapi berikut lanjutan kisah kesaksian Hanapi.
Lanjut Hanapi, Dia tanya sama operator warnet, “Kalau ngetik draft ini dan ngeprint, berapa harganya. Kata si operator, biayanya sekitar Rp24 ribu. Biaya ngetik dan biaya ngeprint.
Begitu tau biayanya Rp24 ribu, “Anak itu diam dan melongo. Di tangannya aku liat, dia hanya memegang uang Rp5 ribuan”.
“Terlihat di wajahnya, Antara bingung dan nggak tau harus bagaimana. Di satu sisi, tugas dari sekolah harus dikerjakan, di satu sisi, nggak ada uang untuk biaya ngeprint”
“Anak itu pulang, dan berjanji akan kembali lagi. Tapi kertas tugasnya ditinggalkannya, Aku minta kertas-kertas tersebut, dan aku baca, Ternyata tugas dari sekolahnya, membuat laporan kegiatan belajar di rumah selama pandemi berlangsung”.
Aku baca hingga selesai draft tersebut. “Tata bahasanya bagus dan inti pokoknya juga tepat. Dia sampaikan beberapa kendala selama belajar di rumah. Hp hanya ada 1 milik ayahnya, sementara yang harus belajar menggunakan hp ada 3 orang. (Dia dan dua adiknya). Kebayang kan?”
Aku bilang sama si operator, “Tolong diketikkin dan di print, nanti saya yang bayar. Ngga lama kemudian, si anak tadi datang, dan bilang sama si operator, meminta kembali draft yang tadi”.
Si operator bilang, bahwa “tugasnya sedang diketik dan akan diprint. Anak itu bilang, tapi saya ngga ada uangnya, Dan si operator bilang, udah ada yg bayarin”.
“Aku tadi sudah bilang ke operatornya, bahwa anak tersebut nggak usah tau, siapa yang bayar”.
Di sini, “Aku bukan mau riya pamer bayarin, tapi kebayang nggak berapa banyak anak yang mengalami hal seperti ini?”
Di saat orang tuanya kesulitan menutupi biaya hidup, ditambah lagi beban pulsa paket, beban ngetik tugas, ngeprint tugas sekolah
Kepada guru-guru coba dipertimbangkan lagi. Memberi tugas memang harus, tapi disituasi seperti sekarang ini, Kasihan anak-anak tersebut, mereka takut kalau tidak mengerjakan tugas, tapi tidak punya uang.
Ini merupakan bentuk gambaran hari ini yang dialami seluruh dunia pendidikan bagaimana pandemik Covid-19 menghentikan segala aktivitas belajar mengajar, antara siswa dan guru, demikian juga dialami oleh pendidikan lainnya seperti Pesantren dan lain-lainya.
Semoga dimasa pandemik Covid-19 lahir konsep-konsep berlian dari Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia dengan mengaktif kembali sekolah-sekolah yang berada di zona Hijau, Kasihan masyarakat kita, dan rata-rata zona kawasan hijau berada di pelosok-pelosok dan pulau terluar dimana jaringan internet tidak tersentuh disana, alangkah baiknya lahir “Diskresi Pendidikan” untuk anak indonesia kembali ke bangku sekolah yang sudah empat bulan di tinggalkanya. Tulis Akun Hanapi.(*)