LEGIONNEWS.COM – JAKARTA, Forum Mahasiswa Toraja (Format) Makassar, Melaporkan beberapa kasus kerusakan lingkungan di Toraja di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia di Jln. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta pusat. Kamis, 04 Agustus 2023.
Laporan dugaan kerusakan lingkungan tersebut merupakan respon Format Makassar atas kerusakan lingkungan yang terjadi di Tana Toraja, menurut pihaknya kerusakan lingkungan tersebut telah memberikan dampak yang begitu besar terhadap kehidupan sosial masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup.
Menurut Ketua Umum Format, Waldi menerangkan Kasus dugaan kerusakan lingkungan hidup yang dilaporkan Format diantaranya adalah kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dilakukan oleh PT. Malea Energy di Kecamatan Makale Selatan.
Lebih lanjut katanya, pihaknya juga melaporkan kasus dugaan perambahan dan perusakan kawasan hutan akibat pembangunan Villa secara permanen yang dilakukan dalam kawasan hutan dengan fungsi kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Kecamatan Mengkendek, Tana Toraja.
“Hari ini kami melaporkan dua kasus dugaan kerusakan lingkungan yang terjadi di Tana Toraja ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, dua kasus tersebut yaitu Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Malea dan dugaan penyerobotan kawasan Hutan Hutan produksi (HPT) untuk pembangunan Villa,” ungkap Mahasiswa UPRI Makassar ini.
“Sejak awal pembangunan PLTA Malea dilakukan secara ugal-ugalan dan tidak mengikuti Peraturan Perundang-Undangan dan bahkan melakukan pembangunan tidak sesuai dengan dokumen lingkungan yang dibuatnya sendiri,” tuturnya
Pihaknya menemukan bahwa, dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PLTA Malea yang terbit Tahun 2009, saluran pengantar seharusnya dilakukan dengan cara saluran terbuka (open Channel) namun, faktanya di lapangan PT. Malea Energy justru membuat terowongan sepanjang kurang lebih 11 Km yang di bangun tepat berada di bawah pemukiman dan perkampungan warga.
“Kami juga menemukan bahwa penambahan daya 3×75 MW milik Bumi Mineral Sulawesi (BMS) telah melanggar Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kab. Tana Toraja. dalam RTRW Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Air di Kecamatan Makale Selatan hanya kapasitas 182 MW. Sehingga penambahan daya 3×75 MW milik BMS (salah satu perusahaan smelter nikel yang berada di Kab. Luwu yang juga bagian dari anak perusahaan Kalla group) dan juga beberapa pelanggaran lingkungan yang kami dapatkan terkait pembangunan dan aktivitas PLTA Malea”. Tambah, Waldi.
“Kemudian terkait laporan Kasus Dugaan Penyerobotan Kawasan Hutan, Kami melaporkan bahwa hasil pemantauan kami di lapangan dan overlay peta kawasan hutan dengan titik koordinat lokasi pembangunan Villa kami menemukan bahwa lokasi pembangunan Villa masuk di Kecamatan Mengkendek berada dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) sesuai dengan SK.362/MENLHK/SETJEN/PLA.0/5/2019 Tentang perubahan peruntukan kawasan hutan di Sulawesi Selatan. pembukaan lahan untuk untuk pembangunan villa dilakukan tanpa mengantongi Izin Pemanfaatan Hutan dari pejabat yang berwenang dan juga terjadi kerusakan hutan akibat pembukaan lahan untuk pembangunan Villa. dari hal tersebut kami menduga bahwa telah terjadi kerusakan hutan untuk pembangunan villa dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) tidak sesuai dengan pemanfaatan dan peruntukan kawasan hutan. tindakan tersebut merupakan tindakan Pidana karena telah melanggar Undang-Undang No.18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,” lanjut Waldi.
Sesuai dengan laporan kami tersebut kami meminta kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia untuk segera melakukan evaluasi seluruh perizinan PLTA Malea.
“KLHK sebaiknya mendorong PLTA Malea untuk segera melakukan pemulihan atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari pembangunan dan aktivitasnya demi keselamatan rakyat dan lingkungan hidup, dan segera melakukan penegakan hukum atas perusakan dan penyerobotan kawasan hutan,” pungkasnya. (**)