MAKASSAR – Lima profesi organisasi kesehatan membeberkan sejumlah poin penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law (RUU Kesehatan) yang membuat mereka menolak pembahasan hal itu.
Lima organisasi itu yakni. Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Sulselbar, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Wilayah Sulselbar, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Wilayah Sulsel, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Wilayah Sulsel, dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Wilayah.
Mereka bersama Pusat Organisasi Profesi Kesehatan mendatangi Gedung DPRD Sulsel, Selasa (29/11/2022) menyampaikan aspirasi damai penolakan RUU Omnibus Law. Pada kesempatan itu, diterima oleh Ketua DPRD Provinsi Sulsel, Andi Ona Kartika Sari dan Ke Komisi E DPRD membidangi kesehatan.
“Kami menolak RUU Omnibus Law Kesehatan lantaran kami menganggap merugikan masyarakat,” kata Ketua Umum IDI Wilayah Sulselbar, dr. Siswanto Wahab, Sp.KK.
Dalam penyampaiannya mewakili lima profesi kesehatan. Dia secara tegas mengatakan penolakan dari semua organisasi profesiterkait RUU Omnibus Law Kesehatan.
“Dalam audiensi tersebut kami menyampaikan 12 poin penolakan tersebut,” jelasnya.
Dalam Audiensi tersebut turut hadir pula Akademisi dari Unhas yang juga mantan Wakil Rektor III Unhas dan sekaligus mewakili Dewan Pakar PDGI Wilayah Sulselbar, Prof. drg. Arsunan Arsin.
Ketua DPRD Sulsel, Andi Ina Kartika Sari menanggapi positif aspirasi mereka dan berjanji akan meneruskan aspirasi dan tuntutan tersebut ke Senayan.
“Tugas kami sebagai wakil rakyat akan menerima semua aspirasi dan menyampaikan pada pihak berwenang di pusat,” singkatnya.
1. Penyusunan RUU Omnibus Law Kesehatan cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup tanpa partisipasi masyarakat sipil dan organisasi profesi.
2. RUU Omnibus Law Kesehatan mengancam keselamatan rakyat dan hak rakyat atas pelayanan kesehatan yang bermutu dan dilayani oleh tenaga kesehatan yang memiliki Etik dan Moral yang tinggi.
3. RUU Omnibus Law Kesehatan mengabaikan hak masyarakat atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, bermutu, dan manusiawi.
4. RUU Omnibus Law Kesehatan berpihak kepada investor dengan mengabaikan hak-hak masyarakat, hak-hak tenaga medis dan tenaga kesehatan akan perlindungan hukum dan keselamatan pasien.
5. RUU Omnibus Law Kesehatan mempermudah mendatangkan tenaga kesehatan asing berpotensi mengancam keselamatan pasien.
6. Pendidikan kedokteran untuk menciptakan tenaga kesehatan murah bagi industri kesehatan sejalan dengan masifnya investasi 7. Sentralisme kewenangan Menteri kesehatan yaitu kebijakan ditarik ke kementrian kesehatan tanpa melibatkan masyarakat, organisasi profesi mencederai semangat reformasi.
8. Sarat kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan dengan dimasukkan pidana penjara dan denda yang dinaikkan hingga 3 (tiga) kali lipat.
9. Pelemahan peran dan independensi Konsil Kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dengan berada dan bertanggungjawab kepada Menteri (bukan kepada Presiden lagi).
10. Kekurangan tenaga kesehatan dan permasalahan mald distribusi adalah kegagalan Pemerintah bukanlah kesalahan organisasi profesi.
11. RUU Omnibus Law Kesehatan hanya mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing tanpa kompetensi keahlian dan kualifikasi yang jelas.
12. RUU Omnibus Law Kesehatan mengancam ketahanan bangsa serta mengkebiri peran organisasi profesi yang telah hadir untuk rakyat. (**)