Rupiah Tekuk Dolar AS ke Rp 13.887, Efek Transisi PSBB di DKI Jakarta

JAKARTA, Legion News — Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp13.877 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Jumat (5/6) sore. Posisi ini menguat 218 poin atau 1,54 persen dari Rp14.095 pada Kamis (4/6).

Sementara kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp14.100 per dolar AS atau menguat dari Rp14.165 per dolar AS pada Kamis (4/6)

Penguatan rupiah menjadi yang tertinggi di kawasan Asia. Mata uang Garuda menguat bersama won Korea Selatan 0,95 persen, peso Filipina 0,36 persen, dan dolar Singapura 0,32 persen.

Begitu pula dengan ringgit Malaysia menguat 0,26 persen, yuan China 0,26 persen, dan baht Thailand 0,19 persen. Rupee India dan dolar Hong Kong stagnan. Hanya yen Jepang yang melemah 0,05 persen dari dolar AS.

Advertisement

Seperti halnya mata uang di Asia, mata uang utama negara maju juga kompak menguat dari dolar AS. Rubel Rusia menguat 0,53 persen, dolar Australia 0,33 persen, poundsterling Inggris 0,24 persen, dan dolar Kanada 0,13 persen.

Namun, franc Swiss melemah 0,23 persen dan euro Eropa stagnan.

Analis sekaligus Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan penguatan rupiah ditopang oleh reaksi pasar terhadap kebijakan masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ke new normal pada bulan ini. Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, kemarin.

“Keputusan ini akan menggeliatkan roda perekonomian di DKI Jakarta yang merupakan barometer ekonomi Indonesia dan ini akan menambah optimisme pelaku pasar terhadap pasar dalam negeri,” ujar Ibrahim kepada CNNIndonesia.com, Jumat (5/6).

Selain itu, menurut Ibrahim, pelaku pasar di dalam negeri juga semakin optimis dengan bauran kebijakan ekonomi dari pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Salah satunya adalah peran BI dalam menyerap surat utang pemerintah.

Di sisi lain, investor juga masih cukup berminat dengan surat utang Indonesia. “Suku bunga obligasi yang tinggi akan menjadi magnet tersendiri bagi pelaku pasar sehingga wajar kalau di saat new normal diberlakukan, arus modal asing masuk ke pasar dalam negeri begitu deras,” jelasnya.

Dari global, kata Ibrahim, ada sentimen dari stimulus baru dari bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB). ECB menambah suntikan untuk program pembelian obligasi pemerintah sebesar 600 miliar euro.

“ECB mengatakan durasi program ini juga ditambah, sebelumnya berakhir pada Desember 2020, tetapi kini diperpanjang hingga Juni 2021 atau hingga ECB yakin krisis akibat Covid-19 sudah berlalu,” katanya.

Kemudian, ada sentimen dari mulai berputarnya roda perekonomian di dunia, baik dari sektor industri dan transportasi. Hal ini memberi sentimen positif kepada pasar bahwa dunia akan terhindar dari resesi. (**)

 

Advertisement