Presiden Jokowi ke PT PLN dan Pertamina, Pentingnya Antara Profesionalisme dan Kepentingan Negara

FOTO: Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat memberikan arahanya kepada sejumlah, Direktur Utama beserta seluruh direksi serta para Komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. PLN dan PT. Pertamina, di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (16/11/2021).
FOTO: Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat memberikan arahanya kepada sejumlah, Direktur Utama beserta seluruh direksi serta para Komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. PLN dan PT. Pertamina, di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (16/11/2021).

LEGION NEWS.COM – Presiden Joko Widodo atau Jokowi memanggil sejumlah, Direktur Utama beserta seluruh direksi serta para Komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari PT. PLN dan PT. Pertamina, di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (16/11/2021).

Presiden Jokowi memberikan arahanya kepada 2 badan usaha milik negara PT. Pertamina dan PT. PLN untuk lebih serius menghadapi perubahan global yang begitu sangat drastis, yang itu ke depan nantinya menjadi tantangan bagi perusahaan plat merah tersebut.

Pertamina tadi sudah saya sampaikan, PLN tadi sudah kita sampaikan. Kalau sudah ada rencana dan sudah kita sepakati, jangan mengulur-mengulur.

Sekarang ini yang namanya perubahan itu setiap hari berubah, setiap hari berubah, setiap minggu berubah. Penyesuaian itu kadang-kadang cepat sekali. Sehingga meskipun ada rencana besar yang mungkin setiap saat bisa berubah, karena memang dunianya berubah, teknologi berubah. Dan kesempatan itu, sekali lagi, kesempatan untuk investasi di Pertamina, kesempatan investasi di PLN itu terbuka sangat lebar kalau Saudara-saudara terbuka, membuka pintunya juga lebar-lebar.

Advertisement

“Keterbukaan itu yang saya inginkan dan diinginkan oleh Undang-Undang Cipta Kerja,” tegas Jokowi

“Saya berikan contoh, Pertamina misalnya. Sudah bertahun-tahun yang namanya Rosneft itu, di Tuban itu, ingin investasi. Sudah mulai, saya mengerti, tapi Rosneft-nya pengin cepat, tapi kitanya enggak pengin cepat. Ini investasi yang gede sekali, Rp168 triliun, tapi realisasi baru kira-kira Rp5,8 triliun,” kata Kepala Negara.

Terakhir, sudah alasannya ada saja, minta kereta api lah, minta jalan tol, baru mulai berapa persen Rp5 triliun itu, 5 persen saja belum ada. Enggak ada masalah kok, memang fasilitas seperti itu pemerintah yang harus membangun, enggak ada masalah. Sampaikan ke kita, ini ada masalah karena ini. Tapi kan problemnya bukan itu, problemnya comfort zone.

Zona nyaman itu yang ingin kita hilangkan, zona rutinitas itu yang ingin kita hilangkan, enggak bisa lagi kita masih senang dengan comfort zone, sudah enggak bisa lagi.

Di dekatnya lagi ada TPPI (Trans Pacific Petrochemical Indotama) juga sama, investasinya 3,8 miliar Dolar AS. Juga sudah bertahun-tahun ini, sudah sebelum kita sudah ada, kemudian ada masalah, belum jalan-jalan juga.

Saya perintah, saya dilantik itu langsung saya ke TPPI lho. Setelah saya dilantik 2014 saya langsung ke TPPI, karena saya tahu barang ini kalau bisa jalan, itu bisa menyelesaikan banyak hal. Ini barang substitusi impor itu ada di situ semuanya, semuanya. Turunan dari ini banyak sekali yang petrokimia, petrochemical di situ.

Sehingga waktu Bu Dirut, saya ke sana yang terakhir. Bu Dirut cerita itu, ya saya bentak itu karena memang benar, diceritai hal yang sama gitu loh. “Bu enggak, enggak, enggak, saya enggak mau cerita itu lagi, saya sudah dengar dari dirut-dirut sebelumnya.” ujar Presiden mengisahkan.

“Ya saya blak-blakan memang, biasa. Tender sudah dua kali, sudah bolak-balik diulang-ulang terus dan progresnya itu saya ikuti, jangan dipikir saya enggak ikuti. Kita mengerti satu dan dua tadi kita ngerti, negara tuh penginnya, kita penginnya neraca kita, neraca transaksi berjalan kita baik, neraca perdagangan kita baik, impor enggak banyak karena kita bisa produksi sendiri, karena kita punya industrinya, kita punya mesinnya, kita punya bahan bakunya,” kata Jokowi

“Loh kok enggak kita lakukan, malah impor. Itu loh yang saya sedih. Karena nanti yang hilang banyak banget ini dari barang ini. Barang ini jadi, yang hilang akan banyak banget itu. Impor-impor itu hilang, banyak hilang semua, itu bisa hilang semuanya, terutama yang berkaitan dengan petrokimia, petrochemical itu banyak sekali dan segala turunannya,” tutur Presiden dihadap Komisari dan Direktur PT Pertamina dan PLN di Istana Bogor.

Saya sudah ke TPPI sudah turunannya sampai segitu banyaknya. Saya geleng-geleng betul, barang kayak gini enggak cepat-cepat dijalankan. Kalau saya, 24 jam penuh saya kerjain agar ini segera jalan.

Pertamina dapat keuntungan dari situ, negara dapat keuntungan dari substitusi impornya, kemudian akhirnya neraca perdagangan kita baik, neraca transaksi berjalan kita menjadi baik. Rampung kita, currency kita bisa anjlok. Kalau ini bisa kita selesaikan, tidak setiap bulan kita harus nyiapin dolar untuk bayar barang-barang impor tadi.

Di PLN juga. Kembali dulu ke ini dulu, ke elpiji dulu. Kalau DME (dimethyl ether) ini bisa, hitung-hitungannya saya sudah dengar. Kalau gas itu kan kita berapa 800 Dolar AS, DME ini kalau hitung-hitungannya investor bisa kira-kira 640, tapi Pertamina masih minta 680.

Oke, itu negosiasi bisa. Segera rampungkan, sehingga kembali lagi kita enggak usah impor gas elpiji lagi. Artinya, kembali lagi neraca kita akan semakin baik. Kemudian yang berkaitan dengan PLN, masalah transisi energi ke renewable energy, ke energi baru terbarukan.

Ya kita ini ditanya oleh dunia, Indonesia itu punya kekuatan yang besar sekali, geotermal kita punya 24.000 megawatt, hydropower kita punya sungai itu lebih dari seribu sungai, besar dan sedang, gede-gede semua, lebih dari seribu.

Dua sungai saja, Sungai Kayan di Kalimantan Utara itu bisa kira-kira 13.000 megawatt. Sungai Mamberamo itu bisa 24.000 megawatt, baru dua sungai.

Kenapa kita enggak segera masuk ke sana? Karena investasinya gede, besar. Oleh sebab itu, apa? Ya gandeng investor, PLN gandeng, gandeng.

Karena sekali lagi, nanti energi yang green ini harus diberi ruang tersendiri, wilayahnya dibedakan, grade-nya dibedakan, transmisinya dibedakan. Karena akan kita alirkan ke kawasan industri yang produknya nanti produk hijau, yang mempunyai value, mempunyai harga lebih tinggi dari produk yang biasa.

Sama-sama produknya, tapi ini dari energi hijau, ini dari batu bara. Ini harganya gini. Ruang-ruang seperti itu harus dibuka lebar-lebar, Pak Dirut.

Buka lebar-lebar, jangan sampai dipersulit PPA-nya, tapi memang harus dihitung. Sudah kita kelebihan berapa, ini harus tambah berapa untuk selesai tahun berapa, kan semuanya punya hitungan.

Sehingga sekali lagi perizinan PPA, perizinan awal PPA itu semuanya segera di-reform agar semuanya cepat, agar negara-negara lain melihat kita ini memang sudah berubah.

Saya kemarin dua kali, berbeda menteri di Dubai dan Abu Dhabi, Menteri Uni Emirat Arab, kemudian di rumahnya Crown Prince MBZ juga berbicara.

Apa yang mereka sampaikan kepada saya yang saya senang banget? “Presiden Jokowi, saya melihat Indonesia sekarang sudah berubah baru.”

Saya tanya, “Kenapa? Apanya?” “Semuanya serba cepat, saya minta ini sehari dua hari langsung dikerjain. Saya minta ini, sehari dua hari sudah selesai.” Beda seperti yang sebelumnya, yang kita sendiri itu pusing betul berhubungan, baik dengan birokrasi maupun dengan BUMN. Ini jangan sampai persepsi itu nanti runtuh gara-gara apa yang tadi saya sampaikan tidak dikerjakan dengan cepat.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

Saya kira ya saya blak-blakan ini bukan karena untuk apa, untuk kebaikan negara kita, untuk kebaikan Pertamina, untuk kebaikan PLN.

Dan saya berharap apa yang saya ungkapkan tadi bisa ditindaklanjuti di lapangan, bisa diimplementasikan. Kalau tidak, silakan sampaikan pada saya, ke Pak Menteri dulu.

“Kalau ada persoalan-persoalan yang memang mentok besar dan ada politisnya, silakan saya buka pintu saya jam berapa pun. Kalau ada hal yang besar yang mungkin ada perlu dukungan politis, saya bisa sampaikan oke jalan terus, saya di belakangmu. Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan, Terima kasih,” tutup Presiden Joko Widodo. [Bersambung] (LN)

 

Advertisement