Presiden Jokowi Buka Rakernas Program Banggakencana dan Penurunan Stunting

FOTO: Presiden Joko Widodo menghadiri Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Banggakencana) dan Penurunan Stunting, di Auditorium BKKBN Halim Perdanakusuma, Provinsi DKI Jakarta. Rabu 25 Januari 2023
FOTO: Presiden Joko Widodo menghadiri Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Banggakencana) dan Penurunan Stunting, di Auditorium BKKBN Halim Perdanakusuma, Provinsi DKI Jakarta. Rabu 25 Januari 2023

LEGIONNEWS.COM – JAKARTA, Presiden Joko Widodo menghadiri Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Banggakencana) dan Penurunan Stunting, di Auditorium BKKBN Halim Perdanakusuma, Provinsi DKI Jakarta. Rabu 25 Januari 2023

Hadir diantaranya Menteri, Kepala BKKBN, Prof. Riono, Panglima TNI, Kapolri beserta seluruh Kepala, Kasad, Kasal, Kasau, Kepala Daerah dan seluruh jajaran keluarga besar BKKBN.

“Posisi semua negara saat ini adalah kompetisi, bersaing satu sama lain. Kelihatannya ya, misalnya ada G20 ketemu kelihatannya salaman, baik-baik, tapi semua sebenarnya saling berkompetisi,” ungkap Presiden Joko Widodo saat membuka Rakernas Banggakencana. Rabu,

Menurut Presiden, Di ASEAN sendiri, kelihatannya kan rangkul-rangkulan, salam- salaman tapi sebetulnya juga sama berkompetisi, saling berebut investasi, saling berebut teknologi, semua negara. Dan, kuncinya adalah sumber daya manusia yang berkualitas, SDM unggul, SDM yang berkualitas,” sambung Presiden ke 7 itu.

Advertisement

“Dan, tadi Pak dr. Hasto menyampaikan, tugas BKKBN itu adalah yang pertama kualitas keluarga, yang kedua keseimbangan pertumbuhan. Jadi tugas BKKBN tidak mudah, membangun sebuah keluarga yang berkualitas, tidak mudah. Tapi saya meyakini 1,2 juta penyuluh yang ada di BKKBN plus pendampingnya mampu melakukan itu. Artinya, SDM unggul itu menjadi kunci daya saing bangsa,” terang Presiden.

Dan stunting di negara kita menjadi PR yang sangat besar, yang harus segera diselesaikan.

“Saya masuk di 2014, itu angkanya di angka 37 persen. Saya kaget, Dan tadi disampaikan oleh dokter Budi Sadikin, saya kalau manggil Pak Menteri Kesehatan itu dokter Budi, karena bukan dokter tapi jadi menteri kesehatan,” tutur Presiden.

“Sudah disampaikan oleh Pak Menkes di 2022 angkanya sudah turun menjadi 21,6 persen, ini kerja keras kita semuanya. Dan, dampak stunting ini bukan hanya urusan tinggi badan, tetapi yang paling berbahaya adalah nanti rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan yang ketiga munculnya penyakit-penyakit kronis yang gampang masuk ke tubuh anak,” kembali menambahkan.

Oleh sebab itu, target yang saya sampaikan 14 persen di tahun 2024 ini harus kita bisa capai. “Saya yakin dengan kekuatan kita bersama, semuanya bergerak, angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai asal semuanya bekerja bersama-sama. Karena kita kalau di ASEAN ini masih berada di tengah-tengah, 21,6 itu di tengah-tengah. Jadi, nanti kalau sudah masuk ke 14 persen, nah ini baru kita berada di bawahnya Singapura sedikit,” imbuh Presiden seperti dilansir dari laman website seskab.go.id

Kalau provinsi, tadi sudah disampaikan oleh Menkes, lima tertinggi yang persentasenya tinggi itu memang di NTT, Sulbar, Aceh, NTB, dan Sultra. Tetapi kalau dihitung secara jumlah, beda lagi, yang paling banyak adalah Jawa Barat, kemudian Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumut, dan Banten. Jumlahnya kita lihat ada semuanya. Ini kalau jumlah yang ada ini semuanya bisa kita miliki by name by address-nya, lebih mudah sekali untuk menyelesaikan karena sasarannya jelas, siapa, siapa, siapa. Monitornya jelas, harus diberi apa, diberi apa juga jelas.

“Karena yang saya lihat di Sumedang itu dengan aplikasi platform, itu bisa memonitor per individu, kebutuhannya apa bisa dicek semuanya lewat platform yang dimiliki. Jadi mestinya kita harus secepatnya secara nasional memiliki itu sehingga tembakannya menjadi jelas, sasarannya menjadi jelas. Karena jumlah balita yang ada di negara kita juga bukan jumlah yang kecil, 21,8 jutajuta,” ujar Presiden Jokowi.

“Tetapi kita juga ingat, kita punya posyandu itu, berapa Pak Menkes? 300 ribu? Tiga ratus ribu posyandu, puskesmas [ada] 10.200 puskesmas. Jadi sebetulnya infrastruktur lembaga yang kita miliki ini sebetulnya kalau digerakkan betul dan bisa bergerak dengan baik, mudah menyelesaikan persoalan-persoalan ini,” beber Jokowi.

Lanjut, “Jadi hanya memang problemnya, puskesmas itu tidak tersebar merata di seluruh tanah air. Ada yang satu kecamatan tujuh, ada yang satu kecamatan dua, ada satu kecamatan hanya kurang dari satu. Ini, yang pemerataan ini yang perlu dilihat,” kata Presiden.

Juga yang berkaitan dengan USG atau alat timbang atau alat pengukur tinggi atau panjang badan. Itu harganya berapa sih, USG itu harganya berapa sih? Anggaran Menkes berapa sih? Kan gede banget. Tahun ini dibelikan semuanya lah. Kalau sudah 5.000 tinggal nambah 5.200, sudah rampung semuanya. Timbangan harganya berapa sih, timbangan? Timbangan digital harganya berapa sih, kan murah banget. Masa enggak bisa membelikan negara sebesar kita ini. Untuk mengukur panjang badan atau tinggi anak, masa enggak bisa sih setiap posyandu itu ada. Tapi karena Pak Menkes ini dulu banker, bankir, itu hitung-hitungan uang mestinya lebih pandai Pak Menteri daripada saya, yang paling penting tahun ini bisa diselesaikan semuanya.

Jadi aspek kesehatan, entah yang namanya anemia, yang namanya air susu ibu, semuanya, saya enggak akan bicara itu karena Bapak-Ibu lebih pandai dari saya. Lingkungan dari air bersih, dari sanitasi, rumah yang sehat ini memang kerja terintegrasi, harus terkonsolidasi betul. Sehingga saya tunjuk Kepala BKKBN menjadi koordinator dari kementerian dan lembaga dan pemerintah daerah, itu karena saya melihat BKKBN memiliki SDM sampai ke bawah yang bisa menggerakkan apa yang kita inginkan.

Jadi target, sekali lagi kembali ke target 14 persen itu bukan sesuatu yang menurut saya setelah kita lihat di lapangan, bukan target yang sulit, hanya kita mau atau tidak mau. Asal kita bisa mengonsolidasikan ini dan jangan sampai keliru. Karena yang lalu-lalu yang saya lihat di lapangan, dari kementerian masih memberi biskuit pada anak. Cari mudahnya. Saya tahu, lelangnya gampang. Kalau telur, ikan ini kan gampang busuk, gampang rusak telur. Ini mudah, cari mudahnya saja. Jangan dilakukan lagi, sudah. Kalau anaknya, bayinya harus diberikan telur ya telur, berikan ikan ya ikan.

Dan saya senang angka tadi yang disampaikan oleh dr. Hasto pertumbuhan kita di angka 2,1 dan yang nikah 2 juta, yang hamil 4,8 juta, artinya di Indonesia tidak ada resesi seks. Masih tumbuh 2,1 ini bagus. Dan ingat bahwa yang namanya jumlah penduduk ini sekarang menjadi sebuah kekuatan ekonomi bagi sebuah negara. Tetapi yang paling penting memang kualitas. Jangan sampai bayi atau ibu hamil harus diberi protein, diberikan ikan, diberi telur. Saya lihat kemarin yang ramai bayi baru tujuh bulan diberi kopi susu sachet, kopi susu sachet oleh ibunya. Karena yang ada di bayangan, di sini adalah susu, gitu loh. Anaknya mau diberi susu. Hati-hati mengenai ini.

Oleh sebab itu, sekali lagi, yang namanya penyuluhan, penyuluhan, penyuluhan penting. Karena memang kata ibunya bermanfaat, “Oh, ini bermanfaat kopi susu sachet ini karena ada susunya.” Hati-hati bahwa anak ginjal, jantung, lambung itu belum kuat. Sehingga yang saya baca polisi menemui orang tua bayi. Tapi yang seharusnya yang benar mestinya kader posyandu, kader dari BKKBN yang datang ke sana, bukan. Karena kecepatan Kapolri mungkin, karena reaksi dari Kapolri cepat datang lebih daripada kader.

Sekali lagi bahwa kualitas keluarga, kualitas SDM itu menjadi kunci bagi negara kita untuk berkompetisi, bersaing dengan negara-negara lain. Dan, sinergitas antara kementerian dan lembaga, pemda, nakes, TNI-Polri, dan swasta ini penting sekali.

Saya berikan contoh kemarin di Kampar, Kabupaten Kampar. Saya ini selalu di lapangan jadi cerita-cerita yang baik-baik itu ya dapat, cerita yang enggak baik itu banyak yang dapat. Di Kampar itu bagus, dari 32 persen turun menjadi 7 persen. Karena apa? Yang stunting dititipkan kepada perusahaan-perusahaan, ada bapak asuhnya. Titip 50, titip 200, titip 300 akhirnya bisa turun drastis. Saya kira daerah lain juga bisa melakukan itu karena, misalnya di Jawa ini kan banyak perusahaan, titipin saja biar memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi terhadap anak-anak kita.

“Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini,” tutup Presiden Joko Widodo. (LN)

Advertisement