Prabowo di Rusia: Diplomasi Keseimbangan Gelombang Geopolitik Global

0
FOTO: Achmad Firdaus H. Mahasiswa Doktor Hubungan Internasional dari University People’s Friendship of Russia
FOTO: Achmad Firdaus H. Mahasiswa Doktor Hubungan Internasional dari University People’s Friendship of Russia.

Oleh: Achmad Firdaus H.
Mahasiswa Doktor Hubungan Internasional dari University People’s Friendship of Russia

LEGIONNEWS.COM – Langkah Presiden Prabowo Subianto menginjakkan kaki di Moskow pada 19 Juni 2025 kemarin bukan sekadar ritual kenegaraan biasa. Kunjungan ini merupakan gerakan bidak catur dalam peta geopolitik global yang semakin panas, di mana Indonesia dengan cermat memainkan peran sebagai negara non-blok yang tetap luwes bergerak di antara raksasa-raksasa dunia yang saling berseteru.

Kunjungan ini sebagai manifestasi cerdas dari politik luar negeri bebas-aktif yang menjadi jiwa diplomasi Indonesia sejak era Soekarno.

Di tengah pusaran perang dagang AS-China dan konflik Rusia-Ukraina yang belum reda, Prabowo tampaknya sadar betul bahwa Indonesia tidak boleh terjebak dalam polarisasi kekuatan global.

Pilihan untuk mendekati Rusia adalah sinyal kuat bahwa Jakarta menolak dikte dari kekuatan mana pun, sekaligus upaya nyata membangun multiple alignment demi kepentingan nasional.

Dari balik pintu-pintu kayu ek Kremlin yang megah, kedua pemimpin menyepakati perlunya tindakan segera mencegah meluasnya konflik.

“Indonesia siap memainkan peran konstruktif sebagai jembatan dialog antar pihak yang bertikai,” tegas Prabowo dalam pernyataan pers bersama. Putin, dengan pengaruhnya yang kuat di kawasan, menyatakan komitmen Rusia untuk meredakan ketegangan melalui saluran-saluran diplomatik.

Di bidang ekonomi, Rusia menawarkan solusi atas dua kerentanan strategis Indonesia, ketahanan pangan dan energi. Sebagai lumbung gandum dan pupuk dunia, Rusia bisa menjadi penyelamat saat krisis pangan global mengancam.

Sementara di sektor energi, keahlian Rusia dalam teknologi nuklir sipil dan eksplorasi minyak-gas bisa menjadi jawaban atas kebutuhan energi jangka panjang Indonesia.

Yang menarik, kerja sama ini mungkin akan menggunakan mekanisme pembayaran non-dolar, mengikuti tren de-dolarisasi yang semakin kuat di kalangan negara Global South.

Namun, tidak bisa menutup mata pada risiko yang mengintai. Kedekatan dengan Rusia di tengah perang Ukraina berpotensi merusak citra Indonesia di mata Barat.

Amerika dan sekutunya mungkin akan memperketat pengawasan terhadap transaksi Indonesia-Rusia, terutama yang berkaitan dengan teknologi dual-use.

Tantangan terbesar Prabowo adalah menjaga keseimbangan yang tepat. cukup dekat untuk mendapatkan manfaat dari Moskow, tapi tidak terlalu dekat sampai membuat Washington tersinggung.

Patut diapresiasi dari langkah ini adalah konsistensi Indonesia dalam menjaga otonomi strategisnya. Di era dimana banyak negara terpaksa memilih pihak dalam persaingan besar Amerika Serikat-China-Rusia, Indonesia justru memperluas ruang geraknya. Pendekatan kepada Rusia ini, jika dikelola dengan bijak, bisa menjadi contoh bagaimana negara menengah dapat memanfaatkan persaingan kekuatan besar untuk keuntungan nasional tanpa harus terlibat dalam konflik mereka.

Pada akhirnya, kesuksesan kunjungan ini tidak akan diukur dari jumlah nota kesepahaman yang ditandatangani, melainkan dari sejauh mana Indonesia.

mampu mengkonversi hubungan dengan Rusia menjadi leverage strategis dalam percaturan global. Prabowo tampaknya memahami betul bahwa dalam dunia yang semakin terfragmentasi ini, kemampuan untuk menjalin hubungan dengan semua pihak sambil menjaga independensi adalah seni diplomasi tingkat tinggi. Dan seni inilah yang sedang dipentaskan di Moskow pada hari-hari bersejarah ini.

Advertisement