Politik Dinasti, Ancaman Bagi Masa Depan Demokrasi di Indonesia

FOTO: Andi Ilham. S.Sos., M.Si., Med
FOTO: Andi Ilham. S.Sos., M.Si., Med

PENULIS: Andi Ilham. S.Sos., M.Si., Med

LEGIONNEWS.COM – OPINI, Narasi ini mencoba memberikan deskripsi secara akademik dan pandangan objektif tentang Dinasti politik dari berbagai perspektif baik etimologis, historis serta dampak yang akan ditimbulkan dalam sistem pemerintahan di Indonesia, mulai pada tingkat pusat hingga daerah di Indonesia.

Fenomena praktek politik dinasti merampas hak asasi orang lain utamanya hak politik karena berpotensi menggunakan cara cara yang bertentangan dengan prinsip dan asas demokrasi yang otomatis akan menggangu life sustainability politik sekaligus future politik itu sendiri. Itu semua dapat terjadi sebagai causa efek ekor jas dari praktek sistem politik dinasti itu sendiri.

Secara etimologis, definisi dinasti politik menurut Mahkamah Konstitusi adalah sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang atau lingkup kerabat yang masih terkait hubungan keluarga dalam cabang – cabang kekuasaan.

Advertisement

Asbabul nusul fenomena dinasti politik sebenarnya bukanlah hal baru dalam sistem tata pemerintahan Indonesia. Model tersebut sudah ada jauh sebelum era reformasi, bahkan sistem ini ada di zaman sistem kerajaan.
Ditemukannya prasasti Yupa di Kerajaan Kutai Kalimantan Timur, yang menandakan warisan tahta kepemimpinan digantikan dari kepemimpinan Aswawarman kepada anaknya yakni Mulawarman sebagai regenerasi yang akan melanjutkan estafet pemerintahan saat itu.

Ironis memang, praktek politik dinasti terus berlanjut hingga diera reformasi. Bahkan diera reformasi sekarang ini, periodisasi dinasti politik semakin tumbuh subur mulai dari level pusat hingga level daerah. Effort pemerintah dengan
Menerbitkan berbagai varian aturan yang existing, untuk memastikan dapat mereduksi sekaligus merecovery fenomena politik dinasti.

Salah satunya adanya kebijakan pemerintah pusat dengan mensahkan UU otonomi daerah (otoda). Tetapi, ruang praktek politik dinasti tak mampu merubah bahkan terus berkecambah hingga saat ini.

Mengapa naluri para penguasa masih saja ingin melanggengkan kekuasaannya melalui budaya politik dinasti?

Bila melihat aspek historinya tentang praktek politik dinasti, memang pola seperti ini memberi previlace pada penguasa yang status guo, namun, implikasinya merugikan bahkan tidak memberikan kontribusi dalam upaya perbaikan tatanan politik pemerintahan.

Walaupun diakui selalu ada ada effort pemerintah dalam melakukan perbaikan terutama regulasi soal siklus kepemimpinan nasional dan daerah dalam rangka menghindari istilah politik dinasti, yakni dengan cara merubah paradiqma regulasi dengan varian aturan nya.

Pada konteks pro kontra politik dinasti, pemaknaan demokrasi menimbulkan dua sudut pandang yang berbeda yaitu, politik dinasti tidak bertentangan dengan demokrasi serta politik, dan dilain sisi dinasti melanggar prinsip demokrasi, merampas hak asasi orang lain sekaligus berpotensi terjadinya cara cara yang tidak elegan dan bertentangan dengan asas demokrasi. Praktek politik dinasti memberi peluang akan terjadinya persekongkolan politik sebagai tools dalam rangka mewujudkan keinginannya. Dan hal tersebut banyak terjadi diberbagai daerah di Indonesia.

Praktek politik dinasti didalamnya mengandung nuansa ketamakan atau keserakahan. Serakah atau tamak adalah sifat yang inheren dan menjadi bagian dari eksistensi manusia. Individu yang serakah, selalu merasa kekurangan dan terus berusaha memperoleh lebih banyak, baik itu dalam bentuk harta, tahta, pangkat dan jabatan dengan cara yang tidak elegan dan lain sebagainya. Keserakahan adalah suatu sifat yang dimiliki oleh manusia yang tak pernah merasa puas dengan apa yang telah dimilikinya.

Kita tentu tidak menghendaki lahirnya pemimpin sebagai bagian dari produk politik dinasti. Yang kita inginkan pemerintah dan penguasa terutama di daerah ke depan benar benar lahir dari produk demokrasi yang ideal dan outentik karena mereka dilahirkan dari tuntunan demokrasi yang elegan, akuntabel serta responsibility.

Advertisement