Oleh : Hasrullah.
LEGIONNEWS.COM – OPINI, Patut kita menyampaikan terima kasih kepada atas atensi dan perhatian untuk ikut berdiskusi tentang tulisan yang kami tawarkan untuk menanggapi tulisan media: Legion News, edisi 1 Juli 2023 berjudul: Content Analysis: Danny Pamanto “Tersangka”. Sebagai perdebatan dalam bentuk narasi tulisan adalah suatu kewajaran dalam mendewasakan penanggap dan pembaca sebagai pembelajaran kontestasi pikiran kritis.
Wajar saja perdebatan ini ditanggapi audiens karena topik yang ditawarkan adalah aktual dan mempunyai nilai berita, apalagi menyangkut pemberitaan korupsi di PDAM Makassar dan terlibat/terperiksa diminta kesaksian di meja hijau. Untuk itu, terima kasih kepada saudara Ibnu Hajar, akademisi Universitas Islam Makassar.
Sebelum kita melakukan konfirmasi perdebatan narasi ada baiknya, kita menyamakan persepsi apa itu Metodologi; Content Analisis. Agar penanggap dan pembaca memahami dengan matang dan paham analisis isi, sehingga kita perlu menanggapi pemberitaan di media on-line tidak salah kaprah. Serta lebih paham hakekat analisis isi.
Penanggap sebagai pengajar komunikasi UIN Alauddin, dimana Universitas dia mengabdi punya reputasi internasional, maka setiap kata dan pendapatnya dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmu dan moral akademik. Setidaknya setiap kata dan kalimat yang diucapkan punya kerangka teori dan metodologi dan paham metodologi analisis isi. Dalam pergelutan dan penelitian analisis isi, sebaiknya membaca tuntas buku Holsty (1969): Contetn : Analysisi for the Social Science and Humanities. Dalam buku legenda Holsty dan Barelson secara jelas menerangkan formula penelitian analisis isi, yaitu:
(1) Objektif (apa adanya),
(2) Sistematik (membuat kategori),
(3) Diskripsi (penggambaran), dan
(4). Manifest (Nampak).
Begitu juga ilmuan yang selalu menggunakan metode Analisis isi, Klaus Krippendorff (1991) tekanan di peneliti sangat menggunakan kekuatan inferensi, yaitu kekuatan menyimpulkan suatu objek yang diamati dan diteliti.
Agar Ibnu Hajar tidak salah paham terhadap metode konten perlu dan wajib membaca buku: Handbook of communication science, karangan Charles R. Berger dkk (2011), satu buku lagi dibaca dan dipahami: Analisis isi, karangan Eriyanto (2011).
Sementara itu, studi dan penelitian analisis isi agar referensi kita sama dalam berpolemik ada baiknya, Ibnu Hajar tidak ada lagi menggunakan diksi sebagai berikut: tendensius, kurang mendalam, subyektif, kerdil, dangkal, tidak seimbang, tidak objektif, gagal paham, menyudutkan, dendam, amarah dan sebagainya.
Diksi-diksi yang disampaikan tidak mencerminkan seorang akademisi yang baik. Diksi seperti cenderung egositas dan pikiran yang jernih. Semua diksi yang keluar dari pikiran adalah negatif dan tidak menjawab apa yang saya sampaikan dalam bentuk tulisan ilmiah popular yang kritis. Dengan kata-kata seperti itu mencerminkan lebih dominan kemarahan pikiran yang kacau dari pada menggunakan analisis isi dan fakta yang ada.
Saya berpikir sejenak kalimat itu mencerminkan kepanikan dan ketidak mampuan berpikir dengan narasi akal sehat, saya kuatir Ibnu Hajar diksi negatif sudah diluar nalar sebagai akademisi. Jangan mempermalukan institusi dimana anda mengabdi. Lebih baik diam dan tidak menganalisis yang tidak paham subtansi analisis isi.
Analisis isi dengan mengambil sampel tokoh pertama perdebatan dalam sidang pengadilan dengan memunculkan kesaksian Kartia Bado yang dimuat Detiksulsel, 12 juni 2023, sebagai saksi: Mantan Direktur Keuangan (Dirkeu) PDAM Makassar tahun 2015. Saksi mengungkapkan Wali kota Makassar Moh Ramdhan “Danny” Pamanto menerima asuransi dwiguna berupa cek dengan nilai Rp. 600 juta. Ini Fakta dan bukan teks pepesan kosong.
Teks narasi disampaikan Kartia Bado dipersidangan, dapat dipertanggungjawabkan penyampaian pesan di kejaksaan, tentu sangat mempunyai validitas dalam Content Analysis isi media (baca koran on-line).
Bahasa teks yang disampaikan, Kartia apa adanya di persidangan kemudian diberitakan oleh beberapa media cetak dan on-line dan inilah yang dikatakan teks, apa adanya atau objektif, tidak ada yang ditambah dan dikurangi. Bahasa teks ucapan itulah yang ditulis dan dibahasakan media.
Tokoh lainnya, membahas analisis isi adalah: Holsti (1969) alat ukurnya adalah inferensi yang dilakukan secara objektif dari karakteristik pesan. Ilmuan selanjutnya berasal dari Jerman, Krippendorff (1980), beliau merujuk nyata bahwa kekutan analisis isi rujukan kekuatan berdasarkan inferensi (semoga Ibnu Hajar paham tentang kata Inferensi dalam konteks sosial).
Saya tidak habis pikir logika Ibnu Hajar, mengapa tidak memperhatikan sampel berita yang ditawarkan, seperti pemberitaan pemeriksaan Korupsi PDAM Makassar dipentaskan Kejaksaan, dengan mengutip judul berita : JEJAKHITAM.COM (MAKASSAR) Edisi 24 Juni 2023 dengan judul: Kasus Korupsi PDAM Makassar, Bastian Lubis: “Wali Kota Makassar Berpotensi jadi Tersangka Baru”. Teks ini adalah pendapat Bastian Lubis yang Nampak dipermukaan dan ditulis oleh media.
Ciri manifest ini menjadi unit analisis. Apa yang disampaikan Bastian Lubis ada pendapat dalam melihat symptoms selama kasus digelar di kejaksaan, perspektif analisis isi secara diskripsi, tentu mempunyai dasar argumen yang kuat sehingga narasi terlontar dan dibahasakan media: “Wali Kota Makassar Berpotensi Tersangka Baru”. Disitulah letak kepanikan Ibnu Hajar tidak melihat hakekat pesan yang berkategori deskriptif.
Logika tumpul dan cenderung membabi buta analisisnya Ibnu Hajar, apa yang saya tawarkan dalam tulisan sebelumnya pendapat ahli saksi ahli dari Fakultas hukum Unhas dinarasikan di ruang sidang ; “bahwa Wali Kota Makassar Moh. Ramdan Pamanto tidak berhak menerima dana asuransi Dwiguna jabatan dari PDAM Makassar”. Pernyataan Juajir memberi pendapat secara hukum ke hakim persidangan uang Sebesar Rp. 600 Juta, sepantasnya tidak dilakukan sebagai pejabat negara.
Yang tidak dipahami Ibnu Hajar, tesk dari staf ahli Juajir, apakah otaknya berpikir normal dan irasional dalam membaca teks analisis. Seperti yang sudah tawarkan tulisan sebelumnya, bahwa justifikasi ilmiah dan metodelogi dari content analysis terhadap saksi ahli membenarkan ukuran analisis isi berdasarkan inferensi PAKAR METODOLOGI ; Holsti dan Krippendorff, di mana Wali Kota secara sah dan meyakinkan Otensitas, menerima chek sebesar Rp. 600 juta. Otentik pengakuan dari Danny Pamanto terucapkan di depan hakim.
Oleh sebab itu, kalimat dungu dalam kilas polemik dalam menanggapi tulisan opini ini membuktikan bahwa kadar ilmu dan intelektual Ibnu Hajar, disamping gagal paham tentang metode analisis isi. Lebih Celaka lagi, Ibnu Hajar menyamakan analisis isi wacana kritis, teks politik, struktur mikro, dan makin ngawur membaca analisis teks. Kedunguan dan memahami analisis isi menunjukkan kebodohan abadi dalam memahami Content Analysis. Berhentilah bernarasi jika tidak menguasai apa yang dipersoalkan di depan publik. Dampaknya tidak hanya mempertontonkan ketidaktahuan tapi proses labelling yang ada di belakang nama anda mempermalukan institusi anda di mana anda berkiprah. Ayo sebagai akademisi maju tak gentar membela yang benar bukan sebaliknya. Why not?