Polda Sulsel Diduga Tak Netral, FRAMAG Lapor ke Propam Mabes Polri

0
FOTO: Illank Radjab, S.H., Juru Bicara FRAMAG saat menyambangi Mabes Polri di Jakarta, Kamis (9/10/2025) 
FOTO: Illank Radjab, S.H., Juru Bicara FRAMAG saat menyambangi Mabes Polri di Jakarta, Kamis (9/10/2025) 

LEGIONNEWS.COM – JAKARTA, Front Anti Mafia Agraria Kota Makassar (FRAMAG) resmi melaporkan Polda Sulawesi Selatan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri. Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan ketidaknetralan aparat dan lemahnya penegakan hukum dalam perkara sengketa lahan antara Fatimah Kalla dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk di Kota Makassar.

Dalam pengaduan resmi bernomor. 16/FRAMAG/X/2025, FRAMAG menilai aparat Polda Sulsel gagal menjalankan fungsi hukum secara profesional dan berkeadilan. Mereka menuding adanya keberpihakan aparat terhadap kepentingan korporasi, serta pembiaran terhadap kelompok bersenjata yang berada di atas lahan sengketa.

“Kami menemukan fakta adanya aparat bersenjata yang berjaga di atas lahan sengketa, padahal perkara ini murni perdata dan belum memiliki kekuatan hukum tetap. Polri seharusnya bersikap netral dan menjadi penjaga keadilan, bukan bagian dari tekanan terhadap warga,” tegas Illank Radjab, S.H., Juru Bicara FRAMAG, di Jakarta, Kamis (9/10)

FRAMAG juga mengutip surat resmi Kantor Pertanahan Kota Makassar tertanggal 29 Februari 2024, yang secara tegas menyebutkan adanya tumpang tindih (overlapping) dalam hasil ruislag tahun 2015. Fakta ini menunjukkan bahwa status lahan masih dalam sengketa administratif dan yuridis, sehingga setiap bentuk pengamanan bersenjata di lokasi dianggap melanggar asas netralitas hukum.

“Kami menilai Polda Sulsel terlalu pasif dan bahkan terkesan memihak. Ketika hukum kehilangan keberanian, maka rakyat tidak lagi memiliki tempat berlindung,” ujar Nasrum Mancja, S.H., Presidium FRAMAG.

Dalam laporan yang disampaikan ke Mabes Polri, FRAMAG mendesak Kapolri untuk:

1. Melakukan pemeriksaan etik terhadap jajaran Polda Sulsel yang menangani kasus ini;

2. Menurunkan tim independen dari Propam dan Itwasum guna mengevaluasi langsung kondisi di lapangan;

3. Memerintahkan pengosongan area sengketa dari semua unsur bersenjata hingga adanya putusan pengadilan inkracht.

Illank Radjab menegaskan, langkah FRAMAG ini bukan untuk menyerang Polri, melainkan menyelamatkan marwah institusi agar tetap berdiri di atas kebenaran dan keadilan.

“Kami percaya Kapolri memiliki komitmen besar terhadap penegakan hukum yang berintegritas. Namun bila ada oknum di daerah yang bermain di bawah meja, maka itu harus diusut tuntas. Hukum tidak boleh tunduk pada modal,” tegas Illank.

Sementara itu, Erwin Nurdin, S.E., Ketua Umum Kiwal Garuda Hitam, sekaligus presidium FRAMAG menilai bahwa keberpihakan aparat terhadap korporasi adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah konstitusi yang seharusnya melindungi rakyat kecil.

“Kami berdiri satu barisan bersama FRAMAG. Jika aparat kehilangan keberpihakan pada keadilan, maka negara kehilangan arah. Tugas penegak hukum adalah menjaga kebenaran, bukan menjadi pelindung modal. Kami akan terus mengawal kasus ini sampai ke akar,” ujar Erwin dengan nada tegas.

Menurutnya, persoalan ini bukan sekadar konflik lahan, tetapi ujian moral bagi Polri dan penegakan hukum di daerah. Ia meminta Kapolri untuk turun langsung memastikan tidak ada intervensi atau permainan kekuasaan di balik sengketa tersebut.

FRAMAG menegaskan bahwa perjuangan ini merupakan tanggung jawab moral dan konstitusional untuk menjaga supremasi hukum di Sulawesi Selatan. Sengketa lahan Fatimah Kalla–GMTD dianggap sebagai cermin ujian integritas aparat di tengah tarik-menarik kepentingan korporasi dan politik.

“Kami berdiri bersama rakyat yang tertindas. Bila hukum bungkam, maka suara rakyat harus lantang,” tutup Nasrum Mancja, S.H. panglima FRAMAG yang akrab di panggil Daeng Accunk dengan nada tegas. (*)

Advertisement