
LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Mediasi antara perwakilan PDAM dengan kuasa hukum pekerja berujung larinya pihak yang diutus Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar.
Tuti Astinah, SH, MH kuasa pekerja mengungkapkan saat dilakukan mediasi kedua pada Rabu 27 Agustus 2025 tidak menemukan kesepakatan kedua belah pihak.
Tuti Astinah mengatakan perselisihan antara karyawan dan perusahaan diatur di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan jo undang undang nomor 6 tahun 2023 tentang cipta kerja, yaitu pada pasal 61 A ayat 1 dan ayat 2 yang pada pokoknya berbunyi dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berahir maka pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja sesuai dengan masa kerja pekerja.
Dirinya menyayangkan sikap salah satu perwakilan PDAM Makassar, Akbar, yang meninggalkan ruang mediasi di kantor Dinas Ketenagakerjaan.
Dikatakannya, Pihak PDAM Makassar itu berlindung dibalik peraturan pembatasan pengeluaran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang tidak boleh melampaui 30℅.
Serta dikatakan oleh Tuti, Menurut PDAM Makassar bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) di lakukan karena pihak PDAM mengalami kerugian dan jumlah karyawan saat ini sudah over (melebihi yang dibutuhkan)
“Padahal kita tau bersama pada tahun 2024 PDAM Makassar dapat menyetor deviden sebesar Rp11 miliar kepada pemerintah kota makassar. Keberhasilan itu tak terlepas dari kinerja para karyawan termasuk 11 klien kami yang ikut diputus kontrak sebelum berakhir masa kontrak kerjanya selama satu tahun ini,” tutur Tuti Astinah. Kamis (4/9).
Dikatakannya diantara 11 kliennya itu sudah ada yang berdinas 3 hingga 4 tahun mengabdi di PDAM Makassar.
“Bayangin diantara klien kami sudah ada mengabdikan diri lebih dari 3 dan 4 tahun lamanya di PDAM Makassar,” ucap Tuti.
“Mereka (11 Karyawan) hanya menuntut hak hak mereka seperti diatur di dalam peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan tidak lebih dari itu,” katanya.
Tuti lalu menjelaskan, Peraturan perundang-undangan lebih tinggi ketimbang peraturan yang dibuat manajemen PDAM Makassar mengunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).
Bahwa perlu di ketahui jika proses perselisihan hubungan industrial itu adalah lex specialis derogat legi generali adalah asas hukum yang berarti peraturan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan yang bersifat umum
Selain itu katanya di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2017 tentang BUMD pada Pasal 74 jelas menyebutkan jika pengangkatan,pemberhentian, hak dan kewajiban pekerja ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan.
“Yang harus dipahami oleh pihak PDAM Makassar bahwa asas hukum lex superior derogat legi inferior adalah asas hukum yang menyatakan bahwa hukum yang tinggi mengesampingkan hukum yang rendah,” imbuhnya.
Kuasa hukum eks karyawan PDAM Makassar itu berharap agar pihak Dinas Ketenagakerjaan saat mengeluarkan rekomendasinya dapat berdiri diatas peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dirinya pun mewanti wanti bila dalam keputusan rekomendasi tidak berasaskan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dari Permendagri. Pihaknya akan melakukan upaya hukum lainnya di pengadilan negeri makassar untuk dilakukan uji keputusan Disnaker Kota Makassar.
“Statemen dari perwakilan PDAM Makassar pada saat mediasi kedua yang menyatakan bahwa pihak PDAM menolak bernegosiasi dalam bentuk apapun, Hal demikian memperlihatkan bentuk arogansi PDAM dan kesewenang wenangan dengan mengabaikan peraturan perundang undangan tentang ketenagakerjaan,” katanya. (LN)