Pernyataan Sikap Terkait Penembakan Terhadap Advokat oleh OTK di Bone

FOTO: Azhad Zadly Zainal, S.H. Sekretaris PBHI Sulsel
FOTO: Azhad Zadly Zainal, S.H. Sekretaris PBHI Sulsel

Oleh: Azhad Zadly Zainal, S.H. Sekretaris PBHI Sulsel

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Sikap tegas Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Sulawesi Selatan. Terkait dengan kasus penembakan yang menewaskan seorang advokat oleh Orang Tak Dikenal (OTK) merupakan ancaman serius terhadap prinsip negara hukum, perlindungan hak asasi manusia (HAM), dan keamanan profesi advokat.

Peristiwa ini tidak hanya menimbulkan rasa takut di kalangan advokat, tetapi juga mencerminkan lemahnya perlindungan hukum bagi para pembela keadilan di Indonesia.

Penembakan terhadap advokat bukan sekadar serangan terhadap individu, tetapi juga terhadap sistem hukum dan prinsip keadilan. Negara harus bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan nyata terhadap advokat dan memastikan kasus ini diselesaikan secara adil.

Advertisement

Dalam jangka panjang, penguatan perlindungan terhadap advokat adalah langkah penting untuk menjaga keberlanjutan demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia.

PERTAMA, Advokat sebagai Penegak Hukum yang Dilindungi Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat), disebutkan bahwa advokat sebagai penegak hukum memiliki kebebasan dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela hak-hak kliennya. Penembakan ini jelas melanggar prinsip kebebasan tersebut.

Selain itu, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Prinsip Dasar Peran Pengacara (Basic Principles on the Role of Lawyers) menegaskan bahwa pengacara harus dilindungi dari ancaman, intimidasi, dan kekerasan terkait pelaksanaan tugas profesional mereka.

Negara, sebagai pihak yang memiliki kewajiban melindungi warga negaranya, harus memastikan bahwa advokat tidak menjadi sasaran kekerasan hanya karena menjalankan profesinya.

KEDUA, Ancaman terhadap Rasa Aman Pencari Keadilan Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran yang mendalam bagi masyarakat, khususnya bagi mereka yang sedang memperjuangkan haknya melalui jalur hukum. Jika advokat, yang berfungsi sebagai pendamping hukum, tidak aman dalam menjalankan tugasnya, maka masyarakat sebagai klien juga akan merasa tidak terlindungi. Ketidakamanan ini berpotensi mengurangi keberanian masyarakat untuk mencari keadilan.

Sebagai bentuk keprihatinan dan langkah nyata untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa di masa mendatang, kami mendesak:

KESATU; Aparat penegak hukum segera mengusut kasus ini secara transparan, menemukan pelaku, dan memberikan sanksi hukum yang tegas.

KEDUA; Pemerintah untuk mengevaluasi dan memperkuat mekanisme perlindungan bagi advokat, terutama yang menangani kasus berisiko tinggi.

Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Wilayah Sulsel akan memantau proses hukum ini hingga tuntas untuk memastikan kepentingan terbaik bagi korban. (*)

Advertisement