Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, KPK Akan Cari Para DPO Korupsi Termaksud Harun Masiku

KPK
KPK

LEGION NEWS.COM – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dengan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong, Selasa (25/01/2022), di Bintan, Kepulauan Riau, telah menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura.

Perjanjian yang telah mulai diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998 silam tersebut ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna H. Laoly dan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum Singapura K. Shanmugam.

“Setelah melalui proses yang sangat panjang akhirnya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini dapat dilaksanakan,” ujar Yasonna, dalam rilis yang diakses pada laman resmi Kementerian Hukum dan HAM, Rabu (26/01/2022) lalu.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan manfaatkan perjanjian ekstradisi tersebut untuk memburu Harun Masiku tersangka suap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan kini telah resmi menjadi buronan internasional, terhitung sejak 30 Juli 2021.

Advertisement

Diketahui KPK telah mendapat informasi dari Interpol bahwa telah menerbitkan red notice untuk Harun Masiku.

Dilansir dari sindonews.com Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto mengatakan “Mungkin nama-nama lain yang dalam catatan kami sebagai DPO (daftar pencarian orang) kalau memang keberadaannya bisa di-detect ya tetap akan kita cari, termasuk Harun Masiku juga,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, saat dikonfirmasi, Jumat (4/2/2022).

KPK mempersilakan masyarakat ikut andil dalam pencairan Harun Masiku dengan menginformasikan keberadaan buronan yang paling diburu tersebut.

Karyoto mengklaim, informasi sekecil apa pun soal Harun Masiku pasti ditindaklanjuti.

“Kalau memang ada hal-hal yang mengetahui di mana dan kita juga bisa melakukan perlintasan dengan memenuhi persyaratan bagi negara yang akan dilintasi kami akan melakukan upaya itu,” ucap Karyoto.

KPK menetapkan Harun sebagai tersangka pemberi suap pada Januari 2020. Suap diberikan agar Wahyu memudahkan langkah politikus PDIP itu bisa melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR jalur PAW.

Perburuan terhadap Harun ini bermula ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan soal perkara ini pada 8 Januari 2020. Dalam operasi senyap itu, Tim KPK menangkap delapan orang dan menetapkan empat sebagai tersangka. Para tersangka itu ialah Harun Masiku, eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, eks Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina, dan kader PDIP Saeful Bahri.

Sementara Harun, sudah menghilang sejak OTT itu berlangsung. Tim penyidik KPK terakhir kali mendeteksi keberadaan Harun di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Tim gagal menangkap karena diduga ditahan oleh sejumlah anggota kepolisian.

Penelusuran Tempo menemukan Harun sudah kembali ke Indonesia. Bolak-balik dibantah, Kementerian Hukum akhirnya mengakui tersangka kasus suap ini sudah pulang ke Indonesia. Imigrasi beralasan ada kesalahan sistem di bandara sehingga kepulangan Harun tak terlacak.

KPK lantas memasukkan Harun sebagai daftar buronan pada 29 Januari 2020.
Perkara suap ini bermula ketika caleg PDIP dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal.

Nazarudin memperoleh suara terbanyak di Dapil itu. Namun, karena dia meninggal, KPU memutuskan mengalihkan suara yang diperoleh Nazarudin kepada Riezky Aprilia, caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak kedua di Dapil I Sumatera Selatan.

Akan tetapi, Rapat Pleno PDIP menginginkan agar Harun Masiku yang dipilih menggantikan Nazarudin. PDIP sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung dan menyurati KPU agar melantik Harun Masiku. KPU berkukuh dengan keputusannya melantik Riezky.

Suap yang diberikan kepada Wahyu Setiawan diduga untuk mengubah keputusan KPU tersebut. Hingga kini, Harun masih buron.

KPK berjanji serius memburu Harun Masiku. “Kalau soal keseriusan menangkap para buron, kami sangat-sangat serius.

Akan tetapi, persoalannya bukan hanya pada tataran itu. Ini yang sedang kami evaluasi, praktik yang membuat para tersangka potensi melarikan diri,” kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, melalui keterangannya di Jakarta, Kamis, 7 Mei 2020. (LN/Tempo/Sindo)

Advertisement