Percakapan WA Pribadi Jadi Tudingan Gunakan Dana KONI untuk Aktivitas Politik, AM: Uang itu Hasil Jerih Payah Saya dan Istri Puluhan Tahun

Ilustrasi WhatsApp
Ilustrasi WhatsApp

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, AM salah satu pengajaran di perguruan tinggi di kota Makassar sangat menyayangkan salah satu pemberitaan media online terkait dengan dugaan penggunaan uang KONI untuk aktivitas politik istrinya RA di pemilihan legislatif (Pileg) 2024 lalu.

Kepada media AM mengatakan dirinya perlu mengklarifikasi isi pemberitaan tersebut yang dianggapnya keliru dalam memaknai isi percakapan whatsapp (WA).

“Saya luruskan makna percakapan WA Saya dengan seseorang yang disebutkan dalam pemberitaan itu. Tidak seperti itu,” ujar AM kepada media saat dikonfirmasi Jumat malam (21/3).

“Ini hak jawab saya sebagaimana diatur di dalam undang-undang pers dan kode etik jurnalistik. Sebagai orang yang dijadikan objek pemberitaan,” tutur AM saat dikonfirmasi via phone WA miliknya.

Advertisement

“Tidak ada aliran dana KONI Makassar itu untuk aktivitas politik istri saya (RA) di pileg 2024. Tidak seperti itu,” katanya menjelaskan.

Saat ditanya adanya percakapan hasil tangkap layar dari aplikasi whatsapp terkait uang senilai Rp 650 juta. Kembali dosen di perguruan tinggi negeri itu mengatakan uang tersebut hasil jerih payahnya dari usaha usahanya serta gaji yang diterimanya puluhan tahun sebagai dosen serta sang istri yang merupakan seorang pensiunan pegawai negeri sipil (PNS).

“Tentu saya heran percakapan whatsapp yang sifatnya pribadi bisa keluar begitu saja. Dan uang yang nilainya disebutkan itu tidak sekaitannya dengan dana KONI yang kebetulan saya bendahara disitu,” imbuh AM.

“Mengenai uang Rp 650 juta yang disebutkan dalam pemberitaan, itu uang pribadi saya dan istri yang kebetulan pensiunan PNS,” kata guru besar itu.

“Saya inikan dosen yang juga (ASN) punya gaji demikian juga istri sempat punya jabatan di pemerintahan selain itu kami juga punya usaha lain yang dikelola oleh teman teman yang saya percaya,” beber AM.

Sebagai pengajar dan banyak memiliki sahabat di dunia pers berharap agar pemberitaan tidak serta merta menulis utuh nama dan gelar akademik sebelum ada kepastian hukum.

“Bukan dalam rangka mengajari rekan pekerja pers. Sekiranya mengedepankan kaidah jurnalistik, kode etik jurnalistik dan tentunya berpedoman pada undang undang pers untuk menempatkan nama secara utuh dan gelar akademik seseorang. Sepengetahuan saya sebelum menjadi seorang penulis berita (Jurnalis) mereka telah dibekali ilmu pengetahuan tentang jurnalistik seperti mengikuti latihan dasar kewartawanan, kemudian dilanjutkan mengikuti uji kompetensi wartawan sebelum menjadi seorang penulis berita,” imbuh AM.

“Wartawan dan saya sebagai seorang pengajar kan sama sama punya profesi. Di dunia pendidikan juga seperti itu, Sebelum jadi pengajar di perguruan tinggi atau pendidikan dasar dan menengah kami pun diuji sebelum jadi seorang pengajar,” terang AM.

“Pada dasarnya sama sama punya profesi dan diikat dengan aturan perundang-undangan,” kunci dosen yang telah mengajar puluhan tahun di universitas kenamaan di indonesia bagian timur itu. (LN)

Advertisement