LEGION NEWS.COM – Petani dengan skala usaha kecil (smallholder) mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung sistem pangan di Indonesia yang merupakan negara agraris.
Di sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit, distribusi kepemilikan kebun rakyat mencapai luas 6,72 juta hektare atau sebesar 41% dari total luas tutupan kelapa sawit.
Hal tersebut merupakan potensi yang sangat besar dan berkontribusi signifikan terhadap pembangunan berkelanjutan dari sektor pertanian di Indonesia.
Namun demikian, petani smallholder juga menghadapi berbagai tantangan untuk meningkatkan kapasitas usaha mereka, salah satunya adalah kurangnya akses terhadap fasilitas keuangan.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Musdhalifah Machmud menjelaskan berbagai kebijakan yang telah dijalankan oleh Pemerintah Indonesia dalam mendukung peningkatan kapasitas petani smallholder terutama untuk meningkatkan akses terhadap fasilitas keuangan dan pembiayaan.
Kredit Usaha Rakyat khusus pertanian dirancang dengan berbagai skema, seperti dengan subsidi bunga, tanpa agunan, dan grace period.
Hal tersebut disampaikan Deputi Musdhalifah dalam sesi talk show dengan tema Support to Smallholder Toward Sustainable Forest and Agriculture Commodity Trade yang dilaksanakan oleh Paviliun Indonesia dalam rangkaian COP26 UNFCCC di Glasgow-Skotlandia, Senin (8/11).
Dalam kesempatan tersebut, Deputi Musdhalifah menyampaikan pemaparan yang berjudul Improving Finance and Market Access for Smallholder.
“Tantangan kedepan adalah mensosialisasikan dan mengimplementasikan program-program pemerintah untuk meningkatkan akses dan inklusivitas fasilitas keuangan kepada para petani smallholder di Indonesia yang sangat beragam karakteristik budaya dan tipologinya serta tersebar di seluruh penjuru Indonesia.
Tidak mudah untuk menjangkau petani smallholder yang berada di pelosok, namun Pemerintah terus berupaya untuk memberikan yang terbaik untuk mereka,” tutur Deputi Musdhalifah.
Hadir sebagai pembicara pada sesi talk show tersebut, Daan Wensing CEO IDH, Neil Scotland FCDO U, Dr Tri Nugroho dari Multistakeholder Forestry Programme (MFP4), Dr Purwadi Rektor INSTIPER Yogyakarta, dan Irfan Bakhtiar Direktur SPOS Indonesia. (dep2/fsr).