LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Dua terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi di PDAM Makassar Haris Yasin Limpo (HYL) dan Irawan Abadi (IA) telah diperiksa dihadapan majelis hakim pengadilan negeri makassar.
Usai sidang pemeriksaan terdakwa digelar di dalam ruang Harifin A Tumpa Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (17/7/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan merasa yakin perbuatan kedua terdakwa HYL selaku mantan direktur utama dan mantan direktur keuangan PDAM Makassar (IA) telah sesuai dengan surat dakwaan penuntut umum.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Sulsel, Suetarmi DH, SH,.MH
“Perbuatan kedua terdakwa telah sesuai dengan surat dakwaan penuntut umum yang menyatakan bahwa Terdakwa HYL dan IA, telah melakukan, Tindak pidana korupsi penggunaan dana perusahaan daerah air minum kota makassar,” tulis Kasipenkum Kejati, Suetarmi. DH melalui keterangan resminya kepada awak media. Senin (17/7/2023).
“Surat dakwaan untuk kedua terdakwa itu terkait dengan pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi tahun 2017, Sampai dengan tahun 2019,” tambah Suetarmi.
“Dalam surat dakwaan Jaksa ada pembayaran premi asuransi dwiguna jabatan kepada Walikota dan Wakil Walikota Makassar di Tahun 2016 sampai dengan tahun 2019,” terangnya.
Diketahui Senin (26/6/2023) lalu. JPU menghadirkan 3 orang Saksi, Ketiga orang ahli tersebut adalah Prof Juajir Sumardi Fakultas Hukum Unhas, Fakultas Ekonomi Unhas Prof Arifuddin dan Kemendagri Riris Prasetyo terkait dengan peraturan perundang-undangan.
Ahli Hukum Soal Premi Asuransi Dwiguna Jabatan
Prof Juajir Sumardi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar dalam keterangannya sebagai ahli dihadapan Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut, menilai Wali Kota Makassar Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto tidak berhak menerima asuransi dwiguna jabatan dari PDAM Makassar.
Jaksa awalnya bertanya soal perbedaan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) dan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Dapatkah saudara ahli menjelaskan apa perbedaan antara Perumda dan Perseroda, itu yang pertama?” tanya jaksa ke ahli hukum.
“Jadi PP 54 di tahun 2017 itu terkait dengan BUMD ada dua, yakni Perumda dan Perseroda. Terkait dengan dengan Perumda dan Perseroda berdasarkan PP 54 2017, dapat saudara jelaskan apa perbedaan antara Perumda dan Perseroda?” tanya jaksa.
Ahli kemudian menjelaskan dua jenis BUMD tersebut yang diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD.
“Kalau organ Perumda itu terdiri dari KPM (kuasa pemilik modal) dalam hal ini kepala daerah, kemudian ada dewan pengawas dan direksi. Sedangkan untuk Perseroda organnya adalah rapat umum pemegang saham, komisaris dan direksi,” jelas ahli. Dilansir dari detikSulsel.com
Jaksa kemudian menyinggung Perda Nomor 6 Tahun 1974 yang digunakan sebagai dasar pembagian laba tahun berjalan PDAM Makassar. Jaksa bertanya apakah Perda Nomor 6 itu sudah tidak bisa digunakan.
“Terkait dengan Perda Nomor 6 Tahun 1974 dan PP 54, PP ini digunakan pada tanggal 27 Desember 2017. Apakah dengan menggunakan PP 54 Tahun 2017 serta merta (yang) melibatkan perda sebelumnya tidak berlaku lagi?” tanya jaksa.
Terkait premi asuransi dwiguna jabatan kepada Walikota dan Wakil Walikota Makassar
Jaksa kemudian menyinggung Perda Nomor 6 Tahun 1974 yang digunakan sebagai dasar pembagian laba tahun berjalan PDAM Makassar. Jaksa bertanya apakah Perda Nomor 6 itu sudah tidak bisa digunakan.
“Terkait dengan Perda Nomor 6 Tahun 1974 dan PP 54, PP ini digunakan pada tanggal 27 Desember 2017. Apakah dengan menggunakan PP 54 Tahun 2017 serta merta (yang) melibatkan perda sebelumnya tidak berlaku lagi?” tanya jaksa.
Ahli pun tidak membenarkan hal tersebut. Juajir mengatakan Perda Nomor 6 Tahun 1974 masih berlaku asalkan tidak bertentangan dengan PP Nomor 54 Tahun 2017.
“Tidak, karena sebetulnya ketidakberlakuan harus dicabut. Di dalam PP 54 tahun 2017 itu di pasal 140 itu jelas mengatakan bahwa ketentuan yang mengatur Perusahaan Perseroan Daerah, Perusahaan Umum Daerah masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan apa yang berlaku di dalam PP 54 tahun 2017,” jelasnya.
“Oleh karena itu maka peraturan daerah tahun 1974 itu masih berlaku, kecuali untuk pasal-pasal tertentu yang substansinya tidak sesuai dan bertentangan dengan apa yang diatur dalam PP 54,” kata Juarji.
Namun ahli menjelaskan lebih lanjut apabila terjadi perbedaan aturan di dalam Perda 6 Tahun 1974 dengan PP Nomor 54 Tahun 2017, maka pemerintah harus berpegang pada PP Nomor 54 Tahun 2017.
“Jadi kalau terjadi perbedaan antara apa yang diatur dalam Perda 6 dengan PP 54 tahun 2017 maka dalam perda yang berlaku adalah apa yang diatur dalam PP Nomor 54 tahun 2017,” jelasnya.
Jaksa lalu menanyakan hak Wali Kota Makassar selaku kuasa pemilik modal (KPM) apakah dapat menerima asuransi jika merujuk pada aturan yang digunakan, yakni PP Nomor 54 Tahun 2017.
“Dengan ada perbedaan seperti itu, apakah KPM dapat menerima semacam asuransi atau insentif?” tanya jaksa.
Juajir menjelaskan bahwa Wali Kota Makassar sebagai KPM tidak berhak menerima asuransi. Pasalnya Wali Kota tidak termasuk dalam organ PDAM Makassar.
“Kalau kita merujuk pada PP 54 Tahun 2017 kepala daerah posisinya sebagai KPM. Sedangkan yang diatur dalam PP ini yang berhak mendapatkan itu hanya dewan pengawas, direksi dan karyawan. Sedangkan kepala daerah dalam kapasitas BKPM itu tidak berhak mendapatkan, dia bukan karyawan bukan dewan pengawas,” jawab Juajir.
Dalam keterangan pers nya itu, Kasipenkum Kejati Sulsel menyebutkan perbuatan kedua Terdakwa yang telah menginisiasi penggunaan dana PDAM kota makassar.
“Perbuatan kedua Terdakwa yang telah menginisiasi penggunaan dana PDAM kota makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi tahun 2017 – tahun 2019 dan premi asuransi dwiguna jabatan Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2016 – Tahun 2019,
Akibat perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan daerah kota Makassar khususnya PDAM kota Makassar dengan nilai total sebesar Rp. 20.318.611.975,60.
Setelah Majelis Hakim memeriksa alat bukti Keterangan Terdakwa Ir. H. Haris Yasin Limpo dan terdakwa Irawan Abadi, selanjutnya Majelis Hakim menunda Persidangan pada hari Senin tanggal 24 Juli 2023 dengan agenda memberikan kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyampaikan Surat Tuntutan Pidana (Requisitoir). (LN/detiksulsel)