PBHI Sulsel Soroti Batalyon 120, Sayangkan Pencopotan Iptu Faisal

FOTO: Ketua PBHI Sulawesi Selatan Rahmat Sukarno
FOTO: Ketua PBHI Sulawesi Selatan Rahmat Sukarno

MAKASSAR – Keberadaan Batalyon 120 bentukan Wali Kota dan Kapolrestabes Makassar kini menjadi sorotan. Tidak hanya publik Makassar, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) ikut menyoroti pencopotan Iptu Faisal dari Jabatannya di kepolisian, serta keberadaan Ormas Batalyon 120.

Pasalnya, 48 anggota Batalyon 120 baru saja digerebek oleh tim Thunder Presisi Polda Sulawesi Selatan, Minggu, (11/9/2022) dini hari kemarin di Sekretariat Jalan Korban 40.000 jiwa.

Dalam penggerebekan tersebut, polisi juga berhasil menyita ratusan anak panah busur, senjata tajam jenis parang dan samurai serta senjata rakitan paporo.

Namun belum 24 jam, para pemuda yang diamankan kemudian dibebaskan dengan dalih anak binaan Batalyon 120.

Advertisement

Menanggapi hal itu, Ketua PBHI Sulawesi Selatan Rahmat Sukarno mengatakan tidak ada satu pun undang-undang (UU) yang melarang pembentukan organisasi.

Dalam Konstitusi yakni UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) yang jelas menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.

“Terkait pembentukan organisasi, tidak ada UU yang melarang itu. Negara sudah mengatur.” ungkap Rahmat Sukarno saat ditemui di warkop bilangan Boulevard, Rabu, (14/9).

Rahmat mengatakan, beberapa hari ini ramai di media soal Batalyon 120. Menurutnya kehadiran organisasi itu harus diapresiasi.

“Soal Batalyon 120 bentukan Wali Kota dan Kapolrestabes tentu harus diapresiasi karena kehadirannya bisa membantu menekan angka kriminal, kita dukung itu.” jelas dia.

Tapi disisi lain, lanjut dia, kewenangan ormas dalam hal menyita atau mengumpul barang seperti anak panah busur, senjata tajam, senjata rakitan itu tidak ada UU yang mengaturnya.

“Soal sita menyita atau mengumpul barang seperti itu tidak benar dan tidak diperbolehkan, lagi-lagi saya bilang tidak ada UU-nya, ini saya katakan karena kita negara hukum, jadi itu kewenangan polisi bukan ormas.” tegasnya.

Menyoal langkah Iptu Faizal eks Kanit Res Polsek Tallo, Rahmat membenarkan hal tersebut dengan alasan menjalankan tugas.

Menurutnya, Iptu Faizal bergerak berdasarkan aduan atau laporan masyarakat yang masuk ke wilayah kerjanya.

Jika tak bergerak, tutur Rahmat, maka Iptu Faizal akan melanggar undang-undang dan itu fatal buat dirinya secara institusi.

“Itu sudah tepat (Iptu Faizal) artinya dia menjalankan tugas dengan menyita sajam, itu juga mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, jangan sampai ada menyalahgunakan kita tidak tau.” cetusnya.

“Jangan sampai orang yang ada di lokasi penggerebekan ternyata memang mau melakukan kejahatan kan kita tidak tau makanya saya bilang sudah benar langkah dia.” tegasnya lagi.

Rahmat pun menanggapi soal pencopotan jabatan Iptu Faizal yang dinilai tidak tepat dilakukan disaat ramai pemberitaan soal Batalyon 120.

“Terkait pemberhentian Iptu Faizal sebagai Kanit, saya menilai langkah yang diambil Kapolrestabes tidak tepat dengan alibi mutasi atau pemberhentian atau pun alasan peyengaran institusi.
Okelah kita sepakat soal institusi polri mempunyai kewajiban melalukan itu tapi kan kenapa harus di hari itu juga.” imbuhnya.

Menutup pernyataannya, Rahmat mengatakan jika semua masyarakat berhak membentuk atau bergabung di organisasi karena telah dijamin oleh negara.

“Namun perlu juga dipahami batas-batas kerja organisasi itu ada, seperti misalnya soal penyitaan atau mengumpul sajam itu tidak bisa dilakukan itu bukan tugasnya.” tuturnya. (**)

 

Advertisement