PB HMI: Mengecam Genosida di Gaza, Rafah Palestina, Myanmar dan Xinjiang, PBB Harus Tegas Jangan Selalu Kehilangan Fungsi

Foto: Ilustrasi PBB(Alexandros Michailidis / Shutterstock.com)
Foto: Ilustrasi PBB(Alexandros Michailidis / Shutterstock.com)
Advertisement

Oleh: Bidang Hubungan Internasional Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI)

LEGIONNEWS.COM – OPINI, Dunia saat ini mengalami situasi yang begitu sulit ditengah banyaknya permasalahan kemanusiaan yang terjadi. Hak asasi manusia merupakan cita-cita luhur yang diharapkan oleh setiap negara dan individu yang terlahir sebagai insan mahkluk hidup.

Dalam Sejarah perjalanan Panjang ummat manusia, terjadi banyak beberapa hal yang mempengaruhi perubahan peradaban, peradaban yang melibatkan perilaku, adat ilmu pengetahuan dan sebuah temuan baru. Perkembangan Sejarah membawa manusia untuk membentuk berbagai macam kelompok masyarakat, Kerajaan, suku, ras, entitas, Kerajaan, dan negara. Kehidupan manusia yang awalnya bernomaden dan menetap dalam suatu Kawasan.

Dengan adanya agama atau keyakinan, merupakan pedoman hidup manusia dan tercipta sebuah aturan hukum yang mengatur tata pola masyarakat bernegara dan juga tata pola hidup antara negara di dunia. Dunia ini usia yang tidak begitu lagi muda, dengan berbagai Sejarah kelam perang dunia satu dan dua.

Advertisement

Sejarah ini meninggalkan bekas luka yang begitu sangat mendalam bagi negara-negara yang terlibat dan terkena dampak. Perserikatan Bangsa-bangsa yang didirikan pasca perang dunia II pada tanggal 24 oktober 1945 sebagai pengganti Liga Bangsa Bangsa yang didirikan pada 1920 yang dianggap gagal mencegah terjadinya perang pada saat itu.

Bahkan pasca berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berakhirnya perang dunia kedua, pelanggaran-pelanggaran hukum internasional yang berdampak pada pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan stabilitas keamanan nasional dan internasional. Saat ini mata seluruh dunia tertuju pada peristiwa kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza dan Palestina.

Ketika negara Israel Kembali melakukan invasi militer dengan daya niat untuk menguasai negara palestina. Sehingga terjadilah sebuah kejahatan perang salah satunya adalah Genosida.
Genosida adalah Kejahatan kemanusiaan dan tak dibenarkan oleh semua agama
Kata genosida pertama kali diperkenalkan oleh seorang akademisi berdarah Polandia-Yahudi bernama Raphael Lemkin.

The crime of genocide involves a wide range of actions, including not only deprivation of life but also the prevention of life (abortions, sterilizations) and also devices considerably endangering life and health (deliberate separation of families for depopulation purposes and so forth) The acts are directed against groups, as such, and individuals are selected for destruction only because they belong to these groups.

Jika diterjemahkan secara bebas, cakupan genosida menurut Raphael Lemkin adalah sebagai berikut:
Kejahatan genosida mencakup tindakan yang luas, tidak hanya pembunuhan tapi juga mencegah adanya keturunan (aborsi, sterilisasi) dan juga sarana yang dianggap membahayakan nyawa dan kesehatan (pemisahan keluarga secara paksa dengan tujuan untuk mengurangi populasi, dan sebagainya).

Tindakan-tindakan tersebut ditujukan terhadap suatu kelompok dan beberapa individu yang menjadi anggota dari kelompok tersebut.

Awal Mula Terjadinya peristiwa Kejahatan Kemanusiaan Di Palestina Konflik ini telah terjadi lebih dari 100 tahun. Pada 2 November 1917 Menteri Luar Negeri Inggris saat itu, Arthur Balfour, menulis surat yang ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, seorang tokoh komunitas Yahudi Inggris.

Surat tersebut memang singkat, hanya 67 kata namun isinya memberikan dampak terhadap Palestina yang masih terasa hingga saat ini. Surat tersebut mengikat pemerintah Inggris untuk “mendirikan rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina” dan memfasilitasi “pencapaian tujuan ini”.

Surat tersebut dikenal dengan Deklarasi Balfour Intinya, kekuatan Eropa menjanjikan gerakan Zionis sebuah negara di wilayah yang 90% penduduknya adalah penduduk asli Arab Palestina. Mandat Inggris dibentuk pada 1923 dan berlangsung hingga 1948.

Selama periode tersebut, Inggris memfasilitasi migrasi massal orang Yahudi. Di mana terjadi gelombang kedatangan yang cukup besar pasca gerakan Nazi di Eropa. Dalam gelombang migrasi ini, mereka menemui perlawanan dari warga Palestina.

Warga Palestina khawatir dengan perubahan demografi negara mereka dan penyitaan tanah mereka oleh Inggris untuk diserahkan kepada pemukim Yahudi.

Serangan Israel Ke Gaza dan Kota-kota Di Palestina Israel telah melancarkan empat serangan militer berkepanjangan di Gaza yakni di tahun 2008, 2012, 2014 dan 2021. Ribuan warga Palestina telah terbunuh, termasuk banyak anak-anak, dan puluhan ribu rumah, sekolah, dan gedung perkantoran telah hancur.

Pembangunan kembali hampir mustahil dilakukan karena pengepungan tersebut menghalangi material konstruksi, seperti baja dan semen, mencapai Gaza. Serangan tahun 2008 melibatkan penggunaan senjata yang dilarang secara internasional, seperti gas fosfor.

Pada 2014, dalam kurun waktu 50 hari, Israel membunuh lebih dari 2.100 warga Palestina, termasuk 1.462 warga sipil dan hampir 500 anak-anak. Selama serangan tersebut, sekitar 11.000 warga Palestina terluka, 20.000 rumah hancur dan setengah juta orang mengungsi. Dan sejak dari tahun 2023 sampai saat ini 2024 dengan adanya penyerangan ke daerah rafah Palestina, korban bertambah ribuan orang khususnya di area pengungsian.

Kementerian Kesehatan Gaza mengungkap jumlah warga Palestina yang tewas sejak Israel melancarkan serangannya enam bulan lalu mencapai 33.797 orang.
Diskriminasi dan Kejahatan HAM terhadap etnis Muslim Rohingya di Myanmar

Myanmar adalah sebuah negara Asia Tenggara, masyarakat Rohingya adalah penghuni daerah Arakan yang dipimpin oleh Raja Suleiman Shah pada tahun 1420. Raja Suleiman Shah ini sebelumnya adalah raja Buddhis bernama Narameikhla. Sayangnya kerajaan tersebut diambil alih kuasa oleh Raja Myanmar pada tahun 1784 dan tahun 1824 Arakan menjadi koloni Inggris.

Rohingya mengalami masa buruk ketika dijajah oleh Inggris dan berlanjut sampai penjajahan Jepang yang menyerang Burma atau Myanmar pada tahun 1942. Setelah Myanmar merdeka pada 1948, terjadi ketegangan antara pemerintah dengan Rohingya. Warga Rohingya ditolak untuk menjadi warga negara Burma dan terjadi pengucilan terhadap mereka.

Dalam beberapa tahun terakhir, Rohingya keluar dari Myanmar untuk menghindari kekerasan komunal oleh pasukan keamanan. Rohingya mengalami aksi kekerasan besar-besaran pada 25 Agustus 2017 di Rakhine. Sehingga ribuan Masyarakat Muslim Myanmar menjadi korban dan menjadi imigran mencari suaka ke negara negara yang mau menampung mereka.

Muslim Xinjiang Uygur dalam Kamp Konsentrasi Pemerintah RRC Pada 1990-an Warga Uighur mulai memprotes penindasan dan perlakuan tidak adil di tangan pemerintah dan otoritas Cina. Cina melancarkan aksi polisionil yang keras terhadap para demonstran Uighur, menewaskan puluhan dan menahan ratusan lainnya.

Ini adalah penumpasan paling mematikan sejauh ini dalam kampanye yang disebut Kampanye Hantam Keras (Strike Hard) yang dimulai setahun sebelumnya. Menjadi persoalan adalah muslim Uygur semakin dibuat jauh dari syariat agamanya, adanya pelarangan menggunakan hijab dan menumbuhkan janggut, serta yang paling parah adalah adanya Kamp Konsentrasi dan membuat Muslim Uygur dipaksa redielogisasi dan jauh dari Islam.

PB HMI meminta sikap tegas PBB terhadap Israel, Myanmar, dan China dalam tragedi Genosida Dalam perkembangan nya Indonesia selalu memiliki kebijakan politik luar negeri baik yang berasal dari inisiatif eksekutif presiden dan juga dari aspirasi melalui DPR RI. Indonesia sebagai negara yang pernah mengalami penjajahan, juga memiliki sebuah penderitaan merasakan masalah kolonialisme dan penjajahan.

Politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif, artinya bahwa bangsa kita tidak memihak dan bersikap netral. Sikap ini sejalan dengan tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4 yang menyatakan hendak ikut melaksanakan ketertiban dunia yang dasarnya adalah kemerdekaan, perdamaian abadi dan juga keadilan sosial.

Indonesia adalah bangsa yang pernah dijajah sehingga mengedepankan kemerdekaan bagi semua bangsa di dunia adalah hal yang penting sebab kehidupan diyakini harus berjalan dalam perdamaian yang abadi di mana keadilan menjadi milik semua bangsa di dunia.

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam melalui Bidang Hubungan Internasional dengan hasil riset Analisa framing permasalahan kemanusiaan Internasional saat ini, menegaskan bahwa meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan melihat realitas ratusan ribu korban telah berjatuhan di berbagai belahan dunia, khususnya yang terjadi di Gaza saat ini.

PBB harus tegas melaksanakan tujuan didirikannya sebagai organisasi internasional yang harus mencegah terjadinya perang, genosida, dan kejahatan internasional lainnya.

Tegas Disampaikan oleh Muhammad Arsyi Jailolo Selaku Ketua PB HMI Bidang Hubungan Internasional. “PB HMI mendukung sikap politik luar negeri Indonesia melalui Kementrian Luar Negeri mengenai konsistennya selalu mendukung negara Palestina dan beberapa negara yang mengalami ketertindasan dan penjajahan yang harus dihapuskan, ini juga merupakan pesan ketegasan dari ketua umum kami, Bagas Kurniawan selaku Ketua Umum PB HMI.”

Selanjutnya dalam pembahasan Bidang Hubungan Internasional PB HMI dalam melihat dasar hukum Internasional. genosida adalah sebuah kejahatan yang menyangkal keberadaan sekelompok manusia karena alasan ras, etnis, agama, atau bangsa. Unsur internasional dari kejahatan ini adalah “niat khusus” (dolus specialis) pelaku untuk menghancurkan empat kelompok sasaran yang dilindungi, yakni bangsa, etnis, ras, dan agama, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Konvensi Genosida 1948 dan Pasal 6 Statuta Roma 1998:
Genocide means any of the following acts committed with intent to destroy, in whole or in part, a national, ethnical, racial, or religious group, as such:

– Killing members of the group;

– Causing serious bodily or mental harm to members of the group;

– Deliberately inflicting on the group conditions of life calculated to bring about its physical destruction in whole or in part;

– Imposing measures intended to prevent births within the group;

– Forcibly transferring children of the group to another group.

Selanjutnya, Pasal 1 Konvensi Genosida 1948 juga menjelaskan bahwa genosida dilarang untuk dilakukan baik dalam waktu perang maupun dalam masa damai karena merupakan tindakan kriminal dalam hukum internasional, sebagaimana tercantum sebagai berikut:

– The Contracting Parties confirm that genocide, whether committed in time of peace or in time of war, is a crime under international law which they undertake to prevent and to punish.

Definisi genosida pada kedua instrumen internasional di atas telah diadopsi juga di hukum nasional di Indonesia. Dalam Pasal 8 Undang-Undang Pengadilan HAM dijelaskan bahwa kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:

– membunuh anggota kelompok;

– mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;

– menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;

– memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
– memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Sehingga kejadian yang terjadi di Palestina hingga rafah, Rohingya Myanmar, dan Xinjiang China adalah sebuah peristiwa Genosida yang dilakukan dengan sengaja. Kami menyampaikan kepada perwakilan PBB di Indonesia dan langsung kepada PBB di New York agar mengakomodir pengakuan Palestina sebagai negara anggota penuh PBB dengan jumlah 146 dari 198 negara anggota PBB.

Seharusnya PBB waktunya mempertimbangkan dukungan negara mayoritas pendukung palestina, jangan hanya mengambil pertimbangan negara pemilik veto seperti Amerika Serikat dan negara-negara yang tidak pro terhadap penghapusan dan pencegahan kejahatan kemanusiaan.

Sehingga kami tentunya melalui Bidang Hubungan Internasional PB HMI sebagai representatif perjuangan Rakyat Indonesia dalam sikap aspirasi Internasional meminta juga PBB memberikan sanksi terhadap negara Israel, Myanmar, dan China yang telah melakukan kejahatan Genosida Fisik dan non fisik terhadap manusia minoritas yang harus dibela hak asasinya sebagai manusia. Sanksinya berupa sanksi keras terhadap eksistensi negara mereka dan wajib dikeluarkan dari keanggotaan PBB jika tak dapat lagi menjaga stabilitas kedamaian dunia seperti tujuan dari didirikannya Perserikatan Bangsa-Bangsa.

PB HMI juga meminta kepada rakyat Indonesia dan rakyat negara-negara dunia untuk berseru melakukan aksi massa untuk pembelaan terhadap Palestina dan negara-negara yang mengalami penindasan dan penjajahan, karena penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.

Advertisement