Pakar Kriminologi Heran, FS tak meminta PC Lakukan Visum Pemerkosaan

FOTO: Tersangka Putri Candrawathi saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (30/8). Foto : Ricardo/JPNN.com
FOTO: Tersangka Putri Candrawathi saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (30/8). Foto : Ricardo/JPNN.com

HUKUM – Pakar Kriminologi Universitas Indonesia (UI), Muhammad Mustofa, mengungkap keheranan Ferdy Sambo (FS) tak meminta Putri Candrawathi (PC) lakukan visum pemerkosaan.

Pakar Kriminolog UI ini juga mengatakan peristiwa di Magelang antara Brigadir Joshua dan Putri masih belum jelas.

Sebagai perwira tinggi polisi berpangkat Irjen, seharusnya Ferdy Sambo tahu kalau peristiwa perkosaan itu membutuhkan bukti dan saksi.

Tapi tindakan itu tidak dilakukan meminta Putri Candrawathi untuk melakukan visum supaya kalau mengadu kepada polisi alat buktinya cukup.

Advertisement

Muhammad Mustofa juga mengatakan dugaan pemerkosaan yang dialami istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, tidak bisa dijadikan sebagai motif pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.

Pakar Kriminologi dari Universitas Indonesia (UI) ini bersaksi untuk terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Richard Eliezer, dan Kuat Maruf.

Mustofa menjadi saksi ahli di PN Jaksel, Senin (19/12/2022).

“Tadi saudara terangkan perihal motif, dari berbagai macam motif tadi kan motif mengenai harkat dan martabat, motif persaingan percintaan, bisnis, terus karena dendam,” kata JPU.

“Ahli kan sudah menerima mengenai garis besar kejadian tanggal 8 Juli. Menurut ahli, untuk motif dari berbagai motif ini, bisa nggak dari jangka waktu yang diterangkan oleh garis besar itu, kejadian beberapa menit itu, bisa nggak motif pelecehan seksual itu menjadi motif dalam perkara ini?” tanya jaksa dalam sidang.

“Bisa. Sepanjang dicukupi dengan bukti-bukti. Karena dari kronologi yang ada adalah pengakuan dari nyonya FS,” kata Mustofa.

“Kalau dari waktu?” tanya JPU lagi.

“Dari waktu juga barangkali terlalu jauh,” katanya.

Menurutnya, karena yang menarik (dalam kasus ini), bagi seorang perwira tinggi polisi, dia tahu kalau peristiwa perkosaan itu membutuhkan bukti dan saksi.

Satu alat bukti tidak cukup dan harus ada visum yang diperoleh.

“Tapi tindakan itu tidak dilakukan meminta kepada Putri untuk melakukan visum supaya kalau mengadu kepada polisi alat buktinya cukup,” jelas Mustofa.

Mustofa menyatakan peristiwa di Magelang tidak bisa dijadikan motif.

Dia menilai di Magelang memang ada peristiwa yang menjadi pemicu pembunuhan Yosua di Duren Tiga, Jakarta Selatan, namun apa peristiwa itu masih belum jelas.

“Jadi artiannya kalau tidak ada alat bukti berarti nggak bisa menjadi motif, begitu?” tanya JPU lagi.

“Tidak bisa, tidak bisa,” tegas Mustofa.

“Dalam hal ini, dalam perkara ini tidak ada motif seperti itu?” kata JPU.

“Tidak ditemukan,” ucap Mustofa.

“Menurut ahli gimana? Bisa nggak itu (dijadikan motif)?” kata JPU.

“Yang jelas adalah ada kemarahan yang dialami oleh pelaku, yang berhubungan dengan peristiwa Magelang, tapi tidak jelas,” kata Mustofa.

“Artinya tidak ada alat bukti yang arah ke situ, berarti tidak dapat dijadikan motif?” ucap JPU lagi.

“Iya, tidak bisa,” jawab kriminolog UI ini.

Mustofa mengatakan apabila seseorang marah dan melakukan pembunuhan itu pasti sebuah tindakan pembunuhan langsung dan bukan pembunuhan berencana.

Namun apabila seseorang yang marah dan sebelum membunuh orang yang membuat marah itu membuat skenario, maka hal itu masuk kategori pembunuhan berencana.

“Tapi apabila dia marah, tapi sempat nyusun rencana pengelabuan penghilangan barang bukti, menurut ahli sudah masuk (pembunuha berencana)” tanya jaksa lain.

“Sudah masuk ke dalam perencanaan. Ya,” jawab pakar Kriminologi dari Universitas Indonesia (UI) Muhammad Mustofa. (Sumber: pojoksatu)

Advertisement