OPINI : KNPI Makassar dan Tantangan Menjadi Rumah Besar Pemuda

KNPI Makassar dan Tantangan Menjadi Rumah Besar Pemuda

Oleh: Makmur Idrus

Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dulunya adalah wajah kolektif dari semangat kebangsaan, kebhinekaan, dan keberagaman gerakan pemuda di Indonesia, termasuk di Kota Makassar. Dalam pengalaman kita menyaksikan refleksi tajam tentang perjalanan organisasi ini: dari simbol kekuatan kolektif pemuda menjadi entitas yang kini dirundung fragmentasi internal dan kehilangan relevansi.

KNPI: Dulu dan Sekarang

Pada masa lalu, KNPI Makassar mampu menjadi simpul strategis bagi berbagai Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP). Dengan keberagaman latar belakang ideologis dan sosiologis—baik berbasis keagamaan, nasionalisme, maupun komunitas independen—KNPI menjadi ruang bertemunya gagasan dan gerakan. Ia memainkan peran penting dalam pelatihan kepemimpinan, advokasi sosial, dan pemberdayaan pemuda.

Namun hari ini, kondisi KNPI jauh dari ideal. Konflik internal yang tak berkesudahan, fragmentasi kepemimpinan, dan minimnya program berdampak telah menjauhkan organisasi ini dari realitas pemuda Makassar. OKP-OKP yang dulu aktif dalam orbit KNPI, kini enggan terlibat. Generasi muda bahkan banyak yang tidak lagi mengenal fungsi atau peran organisasi ini.

Konvergensi Kepemudaan yang Terputus

Makassar tidak kekurangan energi muda. Kreativitas dan keberanian bersuara justru berkembang pesat di ruang-ruang nonformal: lorong-lorong, kampus, startup digital, forum literasi, dan komunitas sosial. Di sinilah ironi KNPI muncul. Ketika potensi pemuda tumbuh subur di luar struktur, KNPI justru kehilangan daya jangkau. Ia gagal menjadi penghubung, bahkan sekadar menjadi katalisator gagasan.

Organisasi ini secara struktural masih eksis, namun secara substantif kehilangan fungsinya. Dalam teori gerakan sosial, hal ini dikenal sebagai institutional stagnation—saat struktur bertahan, tetapi makna dan legitimasi hilang dari kesadaran kolektif. Ini menjadi pukulan telak bagi organisasi yang menyebut dirinya “rumah besar OKP”.

Relevansi dan Legitimasi di Era Baru

Perubahan zaman menuntut adaptasi. Anak muda saat ini enggan terikat struktur kaku. Mereka memilih jejaring fleksibel, berorientasi proyek, dan mengedepankan aksi nyata ketimbang retorika organisasi. KNPI, jika ingin bertahan, tidak bisa lagi mengandalkan model konvensional. Ia harus menjadi ekosistem terbuka yang mampu merangkul OKP lama sekaligus komunitas baru—dari kreator digital, penggerak lingkungan, literasi media, hingga pelaku seni urban.

Di sinilah KNPI dihadapkan pada dua pilihan: bertransformasi atau ditinggalkan. Menyatukan kepemimpinan yang terpecah, menata ulang orientasi program, serta membuka partisipasi lintas batas adalah syarat mutlak jika ingin tetap relevan. Tidak ada lagi ruang untuk eksklusivisme dan kepentingan politik sempit dalam organisasi pemuda yang seharusnya berpijak pada kolaborasi.

Apa yang Akan Terjadi Jika Tidak Berubah?

Pertanyaan besar yang diajukan penulis esai sangat relevan: masih layakkah KNPI Makassar disebut sebagai rumah besar OKP? Jika organisasi ini terus gagal membaca perubahan sosial dan teknologi yang membentuk karakter pemuda masa kini, maka jawabannya adalah tidak. Bahkan lebih jauh, pemuda akan menciptakan wadah baru yang lebih sehat dan sesuai dengan aspirasi zaman.

KNPI tidak akan hilang karena dibubarkan, tetapi karena ditinggalkan. Legitimasi sosial tidak ditentukan oleh umur organisasi, tetapi oleh kebermanfaatannya. Inilah yang menjadi alarm keras bagi para pemangku kepemimpinan KNPI hari ini.

Menjemput Masa Depan: Jalan Pemulihan

Harapan masih ada, dan satu resep penting: kembali pada tujuan awal. KNPI tidak perlu menjadi sempurna, tetapi harus berani membuka diri dan kembali berakar pada cita-cita awal sebagai ruang kolaboratif pemuda. Organisasi ini harus menjelma menjadi “platform integratif”—seperti forum terbuka yang inklusif dan adaptif terhadap dinamika zaman.

Artinya, KNPI Makassar tidak hanya harus menyelesaikan konflik internal dan menata ulang struktur. Lebih dari itu, ia harus membangun kembali kepercayaan pemuda dengan menghadirkan ruang yang nyata untuk kontribusi, inovasi, dan keterlibatan kolektif.

Kesimpulan

ini bukan sekadar nostalgia, tetapi refleksi tajam dan otokritik konstruktif terhadap realitas KNPI Makassar hari ini. Pertanyaan tentang kelayakan KNPI sebagai rumah besar OKP adalah pertanyaan tentang relevansi, daya adaptasi, dan keberanian untuk berubah. Jika jawaban atas tantangan ini tidak segera ditemukan, maka sejarah akan mencatat KNPI bukan sebagai rumah pemuda, melainkan sebagai kenangan masa lalu yang gagal menjemput masa depan. (*)

Penulis adalah mantan Ketua PC GP ANSOR Makassar dan Wkl. Ketua DPD II KNPI Makassar periode Muh. Kasim, S.Ag. M.Si.

Advertisement