OPINI: Demo, duri di jalanan ?

Demo, duri di jalanan ?
Oleh : Nurdin (Pengamat & Pengiat Sosial)

Kaum intelek identik dengan membaca, berdiskusi dan menulis. Sebab, dengan membaca, pengetahuan bertambah kemudian dengan berdiskusi, wawasan semakin luas dan dengan menulis, nilai-nilai yang dipahami dapat dipahami oleh orang lain. Sehingga kaum intelek dalam bertindak, potensi kekeliruan atau kesalahannya sangat kecil dibanding mereka yang tidak terdidik.

Saya termasuk orang yang tidak percaya ketika mendengar orator pengunjuk rasa di Gorontalo memprotes kenaikan harga BBM bernama Yusuf Pasau adalah oknum mahasiswa UNG, saat itu dia berteriak lantang menyebut kelamin laki-laki disandingkan dengan nama presiden RI.

Mengapa tidak percaya ?. Oleh karena, mahasiswa yang senantiasa mendengar dengan baik apa kata dosennya tentu tidak akan mengucapkan kalimat yang jauh dari nilai kepantasan sebab mereka paham, bahwa adab berada di atas ilmu.

Advertisement

Unjuk rasa di jalanan sering kali menimbulkan masalah, cobalah kita cari konsep yang lebih ilmiah dalam menyampaikan pendapat. Jika, tidak sependapat dengan kenaikan harga BBM. Lantas ? “Apa solusinya, apa konsep yang Anda tawarkan kepada pemerintah”. Jangan sampai asal bunyi “turunkan BBM”.

Khawatir, Yusuf Pasau juga belum memahami sebab pemerintah mengambil kebijakan yang sangat hati-hati untuk menyesuaikan harga BBM karena jika seseorang tidak dapat menyampaikan sesuatu dengan sederhana berarti orang itu tidak cukup memahami. Begitu kata Albert Einstein.

Unjuk rasa dilindungi oleh konstitusi dan Undang-undang (vide UU No. 9/1998) sepanjang dilakukan sesuai dengan norma hukum yang telah ditentukan. Kebebasan berpendapat dijunjung tinggi demikian halnya norma sopan santun, harus dijunjung tinggi. Begitulah sejatinya dalam berdemokrasi.

Mengakhiri tulisan ini, saya teringat sebuah hadis nabi Saw, “Tatkala seseorang berjalan di suatu jalan, dia mendapatkan satu dahan pohon berduri berada di tengah jalan, lalu dia meminggirkannya, maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadis di atas, yang jika menggunakan pendekatan kontekstual, maka makna sederhananya, jika tidak mampu menyingkirkan duri paling tidak, jangan jadi duri di jalanan. Wallahu A’lam (*)

Advertisement