Penulis: Taqwa Bahar
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Hasanuddin
LEGIONNEWS.COM – OPINI, Dinamika politik yang terjadi menjelang pemilu 2024 mulai memanas, hal tersebut dapat dilihat dari terjadinya perang opini yang berkembang.
Pertentangan yang muncul melalui wacana politik kemudian mempengaruhi realitas sosial, politik dan hukum.
Persoalan yang mengemuka akhir-akhir ini selalu dikaitkan dengan adanya operasi politik yang menggunakan instrumen hukum sebagai alat untuk mengeliminir kekuatan politik yang kontra dengan kekuasaan.
Namun pandangan tersebut bersumber dari pemikiran yang subjektif, masih diperlukan analisis yang mendalam melalui kajian politik dan hukum yang kontemporer.
Operasi politik yang selama ini dilakukan oleh elit menggunakan kekuasaan bukanlah sesuatu hal yang baru, sudah lama terjadi bahkan di era orde baru dilakukan secara berkala hingga terjadinya reformasi 98.
Belakangan muncul istilah operasi hukum yang menyasar kekuatan politik, dimana operasi hukum menciptakan kondisi yang tidak stabil. Dan target yang dituju adalah elit politik, sehingga mempengaruhi dinamika yang terjadi.
Tidak hanya itu, politik yang diwarnai dengan berbagai manuver kekuasaan disinyalir menggunakan instrumen hukum sebagai alat untuk menggembosi lawan-lawan politik yang dinilai tidak searah dengan tujuan politik kekuasaan. Namun bukan berarti kekuasaan dapat mengatur hukum, ini hanyalah pendapat segelintir orang yang beranggapan bahwa kekuasaan dapat memperdaya hukum dengan mempolitisasinya.
Pendapat tersebut masih memerlukan pendalaman teori disertai fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Oleh sebab itu, beragam isu yang muncul akhir-akhir ini dikaitkan dengan operasi politik yang dibungkus dengan instrumen hukum.
Tidak ada salahnya kita berpendapat, namun untuk menguji kebenaran dari setiap argumentasi yang dikeluarkan ke publik, harus diselaraskan dengan apa yang menjadi kenyataan saat ini, sebab sanksi hukum itu ada karena adanya pelanggaran hukum dan itu sudah kodrat di alam demokrasi.
Mencermati berbagai isu yang mengaitkan antara hukum dan politik, maka sudut pandang yang digunakan adalah pendekatan realitas objektif dari penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Dengan demikian, operasi politik yang dikaitkan dengan skenario hukum tidaklah berdasar pada kepentingan kekuasaan, karena kekuasaan politik berorientasi untuk memberikan rasa adil bagi masyarakat dengan menggunakan hukum sebagai instrumen keadilan.
Operasi Tangkap Tangan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi terus melakukan kegiatan pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan cara yang telah diatur sebagai strategi penegakan hukum bagi para pejabat negara.
Operasi tangkap tangan adalah bagian dari penindakan atas tindakan melawan hukum. Sebagaimana yang telah dilakukan selama ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menindaki laporan masyarakat sekaligus melakukan pengawasan secara terukur guna melakukan langkah pembuktian secara langsung dengan cara menangkap tangan. Menurut pasal 1 butir 19 KUHP setidaknya tangkap tangan bisa diartikan tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut serta melakukan atau melakukan tindak pidana itu.
Legalitas operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 yang kemudian direvisi menjadi undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 dimana disebutkan bahwa KPK memiliki tugas dan wewenang yang dibentuk sedemikian rupa dalam rangka mempermudah pelaksanaan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kewenangan yang diatur dalam Undang-undang tersebut mencakup melakukan penyelidikan, penyidikan, sampai pada tahapan penuntutan di pengadilan. Pemberian kewengangan tersebut untuk mempertegas komitmen KPK dalam hal penanganan dan juga penindakan terhadap tindak pidana korupsi.
Tugas dan fungsi KPK dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi diberikan kewenangan yang lebih besar. Hal ini menjadikan KPK sebagai lembaga yang super power dalam hal penegakan hokum khususnya dibidang korupsi.
Istilah operasi tangkap tangan juga diatur dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2016 pasal 4 Huruf d yang ditafsirkan sebagai legalitas atas operasi tangkap tangan. Maksud dari Operasi tangkap tangan yang disebutkan dalam perpres tersebut memberikan ruang yang luas bagi pemberantasan tindak pidana korupsi meskipun aturan yang dikeluarkan mengacu pada pungutan liar (Pungli).
Sejauh ini pemerintah telah membentuk banyak lembaga untuk mengawasi serta melakukan penindakan terhadap penyelewengan keuangan negara yang dilakukan oleh birokrasi maka dengan
Hadirnya aturan-aturan yang dibuat bertujuan guna mempersempit ruang gerak aparatur negara untuk melakukan korupsi.
Operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh para penegak hukum, adalah sesuatu yang lazim dilakukan sebab pengaturannya sudah sesuai dengan prosedur dimana sebelum melakukan eksekusi, satgas atau aparat dilapangan telah melakukan monitoring atas dugaan adanya transaksi antara pihak-pihak yang berkepentingan dalam memuluskan suatu urusan atau pekerjaan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara.
Operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi prioritas dilakukan bilamana dalam pelaksanaannya terendus adanya rencana kesepakatan untuk melakukan tindak pidana yang dalam ini berkaitan dengan transaksi keuangan yang merugikan negara. Banyak kasus korupsi pejabat yang berakhir dengan adanya operasi tangkap tangan.
Dari analisis yang dapat dipahami dari berbagai wacana tentang pro dan kontra Operasi tangkap tangan bahwa sesungguhnya dasar argumentasi dapat dibenarkan sebab hal tersebut diatur dalam Perpres 87 tahun 2016 juga sekaitan dengan Pasal 111 ayat (1) KUHAP dan Pasal 1 butir 19 KUHAP yang dijadikan dasar hukum bagi KPK untuk melakukan Operasi tangkap tangan.
Ada juga yang memandang bahwa operasi tangkap tangan berbeda dengan tertangkap tangan yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut. Kemudian OTT dalam kaitannya dengan teknik penyidikan khusus yang dikenal dengan istilah Controlled Delivery sering digunakan oleh penyidik menangani kasus extra ordinary cryme seperti BNN.
Penindakan yang dilakukan oleh KPK dalam Operasi tangkap tangan yaitu dengan menggunakan dua tindakan (Interdiction and entrapment), dimana segala ketentuan hukum dalam hal penindakan dan pemberantasan korupsi dilakukan sesuai dengan standar operasional sebagaimana tugas KPK yang diberi kewenangan lebih besar dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Operasi tangkap tangan merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam penanganan kasus korupsi.
Sejak di dirikannya hingga saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi telah banyak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan pejabat negara. Dari banyaknya kasus OTT, ada beberapa kepala daerah yang turut serta ikut terlibat dalam pusaran korupsi dan berujung pada penangkapan, termasuk pejabat pusat dan anggota DPR RI.