MK Ubah Norma Penentuan Dapil, DPR RI Tidak Lagi Berwenang

Foto: Ilustrasi MK/Net
Foto: Ilustrasi MK/Net

POLITIK – Aturan atau norma terkait dengan penentuan daerah pemilihan legislatif di tingkat pusat, DPR RI, dan tingkat daerah, DPRD, tak lagi ditentukan berdasarkan lamiran-lampiran yang ada dalam UU 7/2017 tentang Pemilu yang disusun dan disahkan oleh para politisi yang duduk di parlemen.

Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materiil yang dilayangkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) untuk ketentuan Pasal 187 ayat (5) dan 189 ayat (5) UU 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur soal pendapilan DPR RI dan DPRD provinsi.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan perkara nomor 80/PUU-XX/2022 di Ruang Sidang Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (20/12).

Dijelaskan dalam pokok permohonan pemohon, pada intinya kedua pasal yang diputus untuk diubah tersebut diuji menggunakan batu uji Pasal 1 ayat (2), pasal 1 ayat (3), Pasal 22E ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1).

Advertisement

Argumentasi para pemohon dalam menguji norma pendapilan DPR dan DPRD ini adalah dengan melihat 5 prinsip utama dalam menyusun dapil anggota DPR dan DPRD, yang di antaranya kesetaraan nilai suara, ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional, proporsionalitas, integritas wilayah, dan berada dalam cakupan wilayah yang sama.

Pasalnya, dalam ketentuan a quo yang diujikan ke MK oleh Pemohon setidaknya dinilai telah memperlihatkan inkonsistensi dan ketidakpastian hukum dalam penenatapan dapil.

Sebagai contoh, Pemohon menyebutkan wujud nyata inkonsistensi dan ketidakpastian hukum dalam pengaturan pendapilan pada Pasal 187 ayat (5) dan Pasal 189 ayat (5) UU Pemilu yang telah ditentukan dalam lampiran II dan Lampiran III sebagai bagian tak terpisahkan dari UU a quo bertentangan dengan bunyi pasal lainnya.

Bunyi pasal yang dimaksud adalah Pasal 192 ayat (4) yang menyebutkan bahwa penyusunan dapil dan alokasi kursi diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Selain itu, inkonsistensi juga dilihat Pemohon dari bertabrakannya bunyi pasal a quo yang diujikan dengan bunyi Pasal 188 ayat (1) UU Pemilu, yang isinya mengatur terkait rentang jumlah kursi untuk DPRD Provinsi, di mana paling sedikit 35 kursi dan paling banyak 120 kursi.

Ketentuan jumlah kursi untuk masing-masing provinsi yang ditentukan dalam Pasal 188 ayat (2 UU a quo secara rinci adalah sebagai berikut:

– Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1 juta orang memperoleh 35 kursi;

– Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1 juta hingga 3 juta orang memperoleh 45 kursi;

– Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 3 juta hingga 5 juta orang memperoleh 55 kursi;

– Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 5 juta hingga 7 juta orang memperoleh 65 kursi;

– Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 7 juta hingga 9 juta orang memperoleh 75 kursi;

– Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 9 juta hingga 11 juta orang memperoleh 85 kursi;

– Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 11 juta hingga 20 juta orang memperoleh 100 kursi;

– Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 20 juta orang memperoleh 120 kursi;

Dari pokok-pokok permohonan Pemohon tersebut, dalam pertimbangannya yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra, MK menyatakan bahwa kewenangan penetapan dapil dan alokasi kursi DPR dan DPRD Provinsi kembali menjadi wewenang KPU.

Untuk itu, MK memerintahkan kepada KPU RI segera menyusun regulasi teknis terkait dengan penetapan dapil dan alokasi kursi DPR dan DPRD Provinsi melalui PKPU, mengingat penetapan jumlah kursi dan dapil sudah dimulai sejak 14 Oktober 2022, dan akan berakhir pada 9 Februari 2023.

“Artinya, tahapan dimaksud belum berakhir. Makhamakh perlu menegaskan agar dalam menetapkan daerah pemilihan dan jumlah kursi di setiap daerah pemilihan disusun sesuai dengan prinsip-prinsip penetapan daerah pemilihan sebagaimana diatur dalam Pasal 185 UU 7/2017,” urai Saldi Isra.

“Selain itu, dalam penentuan daerah pemilihan dan evaluasi penetapan jumlah kursi di masing-masing daerah pemilihan sebagaimana dimaksudkan dalam putusan a quo dilaksanakan untuk kepentingan penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024 dan Pemilu selanjutnya,” tambahnya. (Sumber: rmol)

Advertisement