NASIONAL – Keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali maju sebagai calon wakil ketua umum PSSI. Sikap Menpora dinilai tidak mencerminkan sebagai ‘bapak’ dari seluruh cabang olahraga nasional.
Ketika Menpora nantinya terpilih dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI, 16 Februari mendatang, diyakini akan menimbul preseden buruk ke depannya. Hal itu disampaikan pengamat sepak bola Muhammad Yusuf Kurniawan di Jakarta.
Pengamat sepak bola ini menilai pilihan Amali maju sebagai Komite Eksekutif (Exco) PSSI otomatis akan menimbulkan tumpang tindih kebijakan. Namun ia yakin ada rencana besar di balik ini.
“Kalau aspek tumpang tindihnya, ya, tapi sepertinya saya melihat ada kebutuhan darurat karena menganggap sepak bola ini massanya besar dan menjadi perhatian internasional. Sepertinya membutuhkan orang yang kuat secara politis, yakni Menpora,” kata Yusuf.
“Kalau soal tumpang tindih jabatan, Menpora harus mempertimbangkan secara etik bagaimana. Dia menteri olahraga yang membawahi seluruh cabang olahraga, tapi satu kakinya ada di PSSI. Itu lebih ke etik,” ucapnya.
Namun persoalan etika ini kembali kepada individu yang bersangkutan. Karena tidak melanggar aturan pemerintah, aturan PSSI, dan aturan internasional, Amali punya hak untuk mengelak dari etika tersebut.
“Kalau etik itu subjektivitas pelakunya. Sepanjang tetap bisa bersikap dan tidak mengganggu pekerjaannya, ya tidak ada masalah. Saya melihatnya Menpora turun itu karena darurat, ini karena Presiden Jokowi minta,” kata Yusuf.
“Menurut saya Jokowi itu sekarang sudah geregetan, makanya minta dua menteri [Erick Thohir dan Amali] turun untuk membereskan PSSI. Dulu pemerintah tidak sampai sejauh ini terlibat di internal PSSI,” ujar pria yang akrab disapa Yuke itu. (**)