LEGIONNEWS.COM – JAKARTA, Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh bukan tanggungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pernyataan tersebut disampaikan Purbaya Yudhi Sadewa, dalam acara Media Gathering APBN 2026 pada Jumat (10/10/2025).
Ia menjelaskan hingga kini Kemenkeu belum menerima komunikasi resmi dari Danantara terkait penyelesaian utang Whoosh.
Menurutnya, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang berada di bawah naungan Danantara, seharusnya sudah memiliki sistem manajemen keuangan sendiri, termasuk dalam hal pembiayaan proyek.
“Dividen dari BUMN sekarang sudah masuk ke Danantara, bukan lagi menjadi penerimaan negara melalui PNBP. Jumlahnya bisa mencapai Rp80 triliun,” ujar Purbaya.
“Jadi, pembiayaan proyek harus diselesaikan dari sana, bukan kembali ke APBN. Kalau semua kerugian ditanggung pemerintah, sementara keuntungan dinikmati swasta, maka konsep pemisahan antara sektor swasta dan pemerintah tidak berjalan,” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kemenkeu, Suminto, juga menegaskan bahwa utang proyek KCJB — termasuk pembengkakan biaya atau cost overrun — sepenuhnya bukan merupakan utang pemerintah pusat.
“Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu murni bersifat business-to-business. Jadi, tidak ada utang pemerintah di dalamnya,” jelas Suminto dalam acara yang digelar di Bogor, Jawa Barat.
Sebagai informasi, proyek KCJB merupakan kerja sama konsorsium antara badan usaha Indonesia dan China melalui PT KCIC.
Dari pihak Indonesia, saham dipegang oleh BUMN yang dipimpin PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
Pembiayaan proyek ini berasal dari dua sumber utama: ekuitas konsorsium dan pinjaman dari China Development Bank (CDB).
“Sekali lagi, tidak ada pinjaman yang menjadi utang pemerintah,” tegas Suminto.
Di sisi lain, pemerintah sedang mempertimbangkan penyaluran dana hingga Rp10 triliun (sekitar US$780 juta) per bank kepada sejumlah bank daerah.
Purbaya menjelaskan langkah ini dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan penyaluran kredit. Dana tersebut akan bersumber dari simpanan kas pemerintah di Bank Indonesia, yang saat ini mencapai lebih dari Rp270 triliun.
“Kami sudah menawarkan dana ini jika memang mereka (bank daerah) membutuhkannya,” kata Purbaya.
Dana tersebut nantinya bisa segera disalurkan dalam bentuk pinjaman bagi koperasi maupun pelaku usaha kecil di berbagai wilayah. Dua bank daerah yang diperkirakan menjadi penerima pertama adalah Bank DKI Jakarta dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, karena dinilai memiliki kebutuhan kredit dan kapasitas penyaluran yang memadai.
Menurut Purbaya, masing-masing bank daerah dapat memperoleh dana pemerintah antara Rp5 triliun hingga Rp10 triliun. (*)

























