Menata Ulang Gerak Langkah NU Sulsel: Saatnya Bertindak Nyata, Bukan Hanya Berkata

FOTO: Makmur Idrus, Sesepuh GP Ansor Sulsel
FOTO: Makmur Idrus, Sesepuh GP Ansor Sulsel

Oleh: Makmur Idrus
Sesepuh GP Ansor Sulsel

Menjelang Mukerwil PWNU Sulsel

LEGIONNEWS.COM – OPINI, Pada tanggal 19 Juli 2025, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Sulawesi Selatan kembali menapaki babak penting dalam perjalanan organisasinya. Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) PWNU Sulsel akan digelar, dirangkaikan dengan pengukuhan pengurus lembaga-lembaga NU. Agenda ini bukan sekadar rutinitas tahunan, melainkan menjadi medan evaluasi sekaligus proyeksi langkah strategis NU Sulsel ke depan.

Di tengah perubahan zaman yang cepat. PWNU tidak bisa terus berjalan di tempat dengan model gerakan lama di era yang penuh tantangan baru. Dunia pendidikan, ekonomi, sosial, politik, hingga teknologi digital menuntut organisasi sebesar NU untuk lebih tanggap, sigap, dan profesional dalam menjalankan peran jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah-nya.

Muskerwil ini adalah saat yang tepat untuk menata ulang arah gerak NU Sulsel. Sudah saatnya kita tidak hanya besar secara sejarah dan nama, tapi juga kuat secara struktur, strategi, dan dampak riil kepada umat.

Program Internal: Menata Dapur Sendiri dengan Serius

Tantangan internal NU Sulsel selama ini bukan pada kekurangan kader atau semangat, tetapi pada lemahnya sistem, kurang terbangunnya mekanisme kontrol, serta budaya kerja yang belum disiplin dan profesional.

Pertama, konsolidasi kelembagaan harus diperkuat. Banyak lembaga di tubuh NU yang hanya aktif saat pelantikan, namun tidak berjalan secara programatik. Ini harus menjadi perhatian serius PWNU. Pengukuhan pengurus tidak boleh hanya berakhir pada foto bersama dan seremonial. Perlu ada standar kerja, target program, dan pelaporan berkala sebagai ukuran eksistensi dan manfaat lembaga.

Kedua, kaderisasi harus dibangun secara sistemik, tidak insidental. NU memiliki banyak kader muda dari pesantren, kampus, dan komunitas profesi. Sayangnya, mereka banyak yang tidak tertampung dalam struktur atau bahkan mencari ruang ekspresi di luar NU karena tidak merasa “dianggap”. Maka, ke depan LP. Maarif, RMI, LPTNU Lakpesdam, dan Banom NU (Ansor, PMII, Fatayat, IPNU/IPPNU) harus menjadi lokomotif dalam menata pola kaderisasi berjenjang, berbasis kompetensi dan nilai Aswaja, baik melalui pelatihan langsung maupun platform digital.

Ketiga, tata kelola organisasi perlu mengikuti perkembangan zaman. Administrasi organisasi harus berbasis digital dan transparan. Dari data anggota, surat menyurat, laporan kegiatan, Laporan Keuangan, hingga arsip lembaga harus dikelola secara modern. Sudah waktunya PWNU memiliki pusat data terintegrasi, bukan sekadar arsip manual yang mudah tercecer dan sulit diakses.

Program Eksternal: NU Harus Aktif Menjawab Tantangan Umat dan Bangsa

Secara eksternal, NU Sulsel perlu menegaskan posisi strategisnya di ruang publik. NU tidak boleh hanya hadir saat ritual keagamaan, tetapi juga dalam isu-isu penting umat dan bangsa. Apa arti kebesaran organisasi jika tidak berdampak pada keadilan sosial, kesejahteraan umat, dan keberlangsungan hidup masyarakat?

PWNU harus hadir dalam isu-isu penting seperti kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal, konflik agraria, kemiskinan struktural, disinformasi keagamaan, hingga pelemahan pendidikan di wilayah-wilayah terluar. NU harus menjadi pelindung umat kecil, bukan justru menjadi penonton kebijakan yang menyengsarakan mereka.

Dalam relasinya dengan pemerintah, NU harus menjadi mitra kritis—bukan hanya sekadar penerima dana hibah. Kekuatan NU terletak pada moralitas dan keilmuannya. Sudah saatnya NU memberi arah dan koreksi terhadap kebijakan publik yang menyangkut umat. Pendekatan kepada kekuasaan harus berbasis visi kebangsaan, bukan pragmatisme.

Selain itu, lembaga-lembaga seperti LPBINU, LAZISNU, dan BMT-NU, harus menjadi alat kemandirian ekonomi umat. Kita ingin NU hadir tidak hanya dengan ceramah dan pengajian, tetapi juga dengan koperasi yang berjalan, pertanian pesantren yang berkembang, dan UMKM warga NU yang terhubung dengan pasar.

Pendidikan Umum NU: Jalan Panjang Membangun Generasi Baru

Salah satu kelemahan NU di sektor pendidikan adalah ketiadaan lembaga pendidikan umum yang kuat dan merata. Saat ini, LP. Ma’arif NU Sulsel masih fokus pada madrasah diniyah, sementara sekolah umum (SD, SMP, SMA/SMK) berbasis ke-NU-an masih sangat minim, bahkan hampir tak terdengar di kota-kota besar.

Ini adalah kerugian strategis. Di tengah pertarungan ideologi dan nilai di ruang pendidikan, NU justru absen dalam mendidik anak-anak bangsa melalui jalur pendidikan formal umum. Sekolah-sekolah umum berbasis nilai Aswaja harus dibangun, baik SMP, SMA, maupun SMK, untuk memastikan NU memiliki ruang kaderisasi yang luas dan inklusif.

Sekolah-sekolah ini bukan hanya akan mengembangkan kecerdasan akademik, tapi juga karakter ke-NU-an, cinta tanah air, dan nilai moderasi Islam yang menjadi ciri khas Nahdlatul Ulama. Tidak semua anak NU masuk pesantren, maka NU harus mengejar mereka melalui pendidikan umum yang memihak nilai dan tradisi kita.

Tata Kelola Aset NU: Hukum sebagai Pelindung Amanah Umat

NU Sulsel juga perlu bersikap tegas terhadap persoalan pengelolaan aset organisasi. Masih banyak tanah wakaf, bangunan sekolah, Perguruan Tinggi dan kantor NU yang tidak memiliki legalitas formal. Bahkan ada yang dikuasai secara personal, diwariskan secara tidak sah, atau berkonflik secara internal.

Aset NU bukan milik pribadi siapa pun. Ia adalah amanah umat yang harus dikelola dengan transparan, profesional, dan berbasis hukum. Maka, PWNU harus segera membentuk Tim Inventarisasi dan Sertifikasi Aset NU. Seluruh tanah, bangunan, atau aset lainnya harus tercatat atas nama badan hukum NU yang sah, terdaftar di Kemenkumham dan BPN, serta dilindungi oleh notaris.

Tanpa dasar hukum yang kuat, aset-aset ini akan terus menjadi potensi konflik, dan lebih buruk lagi, bisa hilang tanpa bisa dikembalikan.

*Penutup: Dari Organisasi Besar Menjadi Organisasi Kuat*

PWNU Sulawesi Selatan sudah besar. Tapi menjadi besar saja tidak cukup. Kita harus menjadi organisasi yang kuat, kuat dalam manajemen, kuat dalam kaderisasi, kuat dalam pengaruh sosial, dan kuat dalam posisi tawar di ruang publik.

Muskerwil ini harus menjadi tonggak perubahan. Dari kebiasaan seremonial ke budaya kerja strategis. Dari organisasi lamban ke organisasi lincah dan profesional. Dari “NU yang lama” ke “NU yang relevan dan berdaya”.

Sebagai sesepuh GP Ansor Sulsel, saya melihat generasi muda NU hari ini memiliki harapan besar. Tapi harapan tidak akan terwujud tanpa keberanian untuk berubah. Mari kita satukan barisan, kembalikan marwah, dan perkuat NU Sulsel sebagai garda umat dan bangsa yang tidak hanya dikenang, tapi dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.

Wallahu a’lam bish-shawab

Advertisement