Membakar Semangat, Bukan Membakar Kota

0
FOTO: Makmur Idrus Kader Ansor, Aktivis Sosial dan Kebangsaan
FOTO: Makmur Idrus Kader Ansor, Aktivis Sosial dan Kebangsaan.

Oleh: Makmur Idrus, mantan Ketua GP Ansor Makassar

LEGIONNEWS.COM – OPINI, Dalam sebuah negara demokrasi, aspirasi rakyat adalah urat nadi kehidupan politik. Ia menjadi penanda bahwa rakyat tidak mati rasa, bahwa mereka peduli terhadap arah perjalanan bangsa.

Tanpa aspirasi, pemerintahan akan berjalan tanpa koreksi. Karena itu, Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat. Aspirasi bukan hadiah, melainkan hak asasi yang harus dijamin oleh negara.

Namun, persoalan muncul ketika aspirasi yang mulia itu berubah wajah menjadi amarah yang merusak. Kita sering menyaksikan demonstrasi yang berawal damai, lalu berakhir ricuh: fasilitas umum dirusak, gedung terbakar, jalan raya lumpuh, dan aktivitas ekonomi berhenti.

Dalam situasi seperti ini, yang paling menderita bukan pejabat yang dikritik, melainkan rakyat kecil. Pedagang kaki lima kehilangan dagangan, sopir angkot kehilangan penumpang, tukang ojek tidak bisa bekerja, buruh harian tidak bisa beraktivitas. Kota yang terbakar justru meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat bawah.

KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, pernah mengingatkan bahwa menolak kemungkaran adalah kewajiban, tetapi tidak boleh melahirkan kemungkaran yang lebih besar. Pesan ini sangat relevan.

Menyampaikan aspirasi adalah sebuah kebaikan, tetapi jika dilakukan dengan cara-cara yang menimbulkan kerusakan lebih besar, maka tujuan awal perjuangan akan hilang nilainya.

Pandangan senada juga datang dari akademisi. Prof. Azyumardi Azra, cendekiawan Muslim dan sejarawan, menegaskan bahwa demokrasi hanya akan sehat bila diiringi budaya politik yang dewasa. Menurutnya, demonstrasi adalah vitamin demokrasi, tetapi jika berubah menjadi anarki, maka ia bukan lagi vitamin, melainkan racun.

Artinya, aspirasi harus tetap hidup, tetapi kota jangan sampai terbakar. Ada dua tanggung jawab yang harus kita jaga bersama. Pertama, pemerintah. Aspirasi rakyat kerap meluap di jalanan karena saluran resmi terlalu sempit atau birokrasi terlalu kaku. Pemerintah yang responsif, terbuka, dan transparan akan meminimalisir gejolak di masyarakat. Dialog yang jujur jauh lebih menyejukkan daripada aparat yang represif.

Kedua, masyarakat. Generasi muda khususnya, harus belajar menyalurkan aspirasi dengan cara strategis, terukur, dan beradab. Perlawanan terhadap ketidakadilan tidak harus diwujudkan dalam bentuk perusakan. Ada jalur advokasi, kampanye damai, kerja-kerja intelektual, dan konsolidasi politik. Rasulullah SAW pernah menegaskan bahwa jihad terbesar adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa zalim. Namun, beliau mengajarkannya dengan cara-cara mulia, bukan dengan membakar kota.

Sejarah bangsa kita memberi banyak pelajaran. Reformasi 1998, meskipun diwarnai kerusuhan di beberapa daerah, pada dasarnya didorong oleh aspirasi mahasiswa yang idealis.

Sayangnya, kerusuhan yang menyertainya sering membuat perjuangan mahasiswa dipandang negatif. Di sisi lain, sejarah dunia mencatat gerakan damai Martin Luther King Jr. jauh lebih efektif mengubah wajah Amerika Serikat ketimbang aksi-aksi anarkis yang justru memberi ruang bagi represi.

Dari pengalaman itu, kita belajar bahwa aspirasi damai lebih kuat gaungnya dibandingkan aspirasi yang disertai kekerasan. Kota adalah rumah besar kita bersama.

Membakarnya sama saja meruntuhkan tempat bernaung sendiri. Aspirasi yang disampaikan dengan tertib akan lebih didengar, lebih dihormati, dan lebih sulit dipatahkan.

Prinsip maslahah dalam Islam mengajarkan bahwa setiap tindakan harus ditimbang dari manfaat dan mudaratnya. Jika cara yang ditempuh mendatangkan kerusakan lebih besar daripada manfaat, maka cara itu harus ditinggalkan. Ini sejalan dengan semangat menjaga aspirasi agar tetap hidup, tetapi tidak menimbulkan kerusakan sosial.

Demokrasi sejati bukanlah sekadar kebebasan untuk berteriak di jalan, melainkan kemampuan menjaga keseimbangan: suara rakyat tetap lantang, tetapi kota tetap damai. Pemerintah dan masyarakat harus sama-sama belajar untuk dewasa. Pemerintah jangan tuli, rakyat jangan membabi buta.

Mari kita bakar semangat, bukan kota. Aspirasi harus hidup, tapi jangan sampai meninggalkan puing-puing di jalanan.

Advertisement