Literasi Politik dan Partisipasi Politik Kaum Muda

Prof Sukardi Weda, Guru Besar Universitas Negeri Makassar
Prof Sukardi Weda, Guru Besar Universitas Negeri Makassar

OLEH: Prof Sukardi Weda
Guru Besar Universitas Negeri Makassar

OPINI – Sekarang kita tengah berada di era teknologi digital, yang menjadi golden age kaum muda. Kaum muda identik dengan generasi milenial dan generasi Z atau post millennial. Generasi milenial adalah orang yang lahir antara kurun waktu 1981–1996 dan sekarang berusia sekitar 26 – 41 tahun. Sedangkan generasi Z atau generasi post millennial adalah orang yang lahir antara kurun waktu 1997 – 2012 dan sekarang telah berusia sekitar 10 – 25 tahun.

Berbicara tentang kaum muda atau anak muda sungguh sangat menarik dan anak muda tetap saja mendapatkan tempat terhormat dalam perjalanan suatu bangsa. Gerakan pemuda dalam pergerakan nasional antara tahun 1908 – 1928 yang mencatatkan sejarah perjalanan bangsa Indonesia, yakni dengan berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan lahirnya Ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).

Salah satu tokoh yang mempelopori kebangkitan nasional adalah Ir. Soekarno, yang juga Presiden pertama Republik Indonesia yang sering dipanggil dengan Bung Karno. Bung Karno adalah tokoh Proklamator Indonesia bersama dengan Bung Hatta. Soekarno adalah pemimpin yang disegani, berkharisma, bertalenta, pandai menuturkan sejumlah bahasa asing, setidaknya 10 bahasa yang dapat ia gunakan dalam berinteraksi dengan pemimpin dunia, yakni bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Arab, Prancis, Jepang, Jawa, Sunda, Bali, dan bahasa Melayu, ia disegani bukan hanya di Indonesia, tetapi juga oleh pemimpin dan bangsa lain di dunia.

Advertisement

Soekarno adalah pemberi semangat kepada anak muda di zaman pergerakan nasional. Dia terkenal dengan gaya pidatonya yang berapi – api, dia adalah orator ulung yang pernah dimiliki bangs ini. Suatu ketika untuk membangkitkan semangat anak muda di zamannya, dalam pidatonya Soekarno mengatakan “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Kutipan pidato Bung Karno tersebut, bukan hanya penyemangat di masanya, tetapi juga menjadi spirit bagi anak muda bangsa ini untuk melakukan yang terbaik untuk membangun bangsanya, yakni mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa ini.

Anak muda adalah pemimpin masa depan bangsa ini, oleh karenanya ia harus memiliki semangat dan harus memiliki literasi politik. Anak muda yang melek politik sangat dirindukan oleh bangsa ini mengingat salah satu pemilih potensial dalam setiap pemilu digelar adalah pemuda yang jumlahnya tidak sedikit, yakni mendekati 60% atau sekitar 190 juta jiwa dari sekitar 276 juta penduduk Indonesia.

Dengan demikian, literasi politik penting bagi anak muda, sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam keputusan politik atau perhelatan event – event politik, seperti pilpres, pileg, pilkada, dan lain sebagainya.
Ada yang beranggapan bahwa literasi politik kaum muda di Indonesia masih lemah, untuk itu pemuda sebagai calon pemimpin bangsa ini kedepan harus melek politik.

Tingkat literasi politik yang lemah tadi diakibatkan oleh kurang berperannya partai politik untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan fungsi, peran, visi, misi, dan program kerja parpol, para politisi juga kadang abai untuk memberikan pencerahan kepada konstituen, ditambah lagi ketidakhadiran organisasi masyarakat sipil dalam ranah pendidikan politik. Oleh karena itu pemerintah, partai politik, dan organisasi masyarakat sipil perlu secara sustainable melakukan pendidikan politik kepada masyarakat, terutama kepada para generasi muda.

Karena generasi muda yang melek politik akan menggunakan partisipasi politiknya secara berkualitas.

Rida, M dan Riwanda, A (2020) menggarisbawahi bahwa Pemilih yang memiliki literasi politik yang baik akan mampu berpartisipasi aktif dan efektif sebagai warga negara. Lalu apa literasi politik itu?

Menurut Gun Gun Heryanto (2017) literasi politik ialah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berpartisipasi secara aktif dan efektif, kritis, bertanggungjawab yang dapat memengaruhi urusan pemerintahan di semua tingkatan. Literasi politik dapat dipahami sebagai pengetahuan dan kompetensi warga negara untuk dapat berpartisipasi aktif, dalam memberikan perhatian terkait proses politik dan isu-isu politik yang sedang berjalan, yang tidak hanya terfokus pada saat gelaran pemilu maupun pilkada, tetapi juga berkaitan erat dengan kontrol warga negara terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, serta kritik dan saran terhadap pemerintah yang berkuasa (Kunjariyanto, 2021).

Karena pentingnya literasi politik ini, maka Partai politik idealnya tidak hanya melihat jumlah pemilih pemula yang besar itu hanya sebagai lumbung suara saja, melainkan juga melakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran politik dan daya kritis yang mereka miliki sebagai warga negara (Rida, M dan Riwanda, A, 2020), sehingga para kaum muda dapat berpartisipasi aktif dalam setiap perhelatan politik dan juga terhadap kebijakan politik yang dihasilkan oleh pemerintah dan legislatif.

Kaum muda yang melek politik, niscaya akan memberikan suaranya dengan bertanggungjawab dan ia akan mengontrol jalannya pemerintahan sebagai kontrol sosial, juga akan mengawal setiap kebijakan (policy) yang dilahirkan oleh pemerintah. Partisipasi politik anak muda yang melek politik akan melahirkan pemimpin dan pemerintahan yang berkualitas.

Advertisement