LBH Jakarta Ungkap Dugaan Korupsi Rp87 Miliar di UNM Hingga Sertifikasi PPK Tak Memenuhi Standar

FOTO: Gedung Universitas Negeri Makassar (UNM) Foto : UNM
FOTO: Gedung Universitas Negeri Makassar (UNM) Foto : UNM

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Koordinator LBH Jakarta Febrian Lubis, mengungkap adanya potensi dugaan penyimpangan pada sejumlah proyek di Universitas Negeri Makassar (UNM) tahun anggaran 2024.

LBH Jakarta mencatat ada potensi penyimpangan tersebar pada belasan paket pekerjaan dengan nilai total mencapai Rp87 miliar.

“Hasil kalkulasi kami ada sekitar Rp87 miliar yang berpotensi menyimpang,” ungkap Koordinator LBH Jakarta Febrian Lubis, Senin (3/3/2025).

“Nilai ini bersumber dari sejumlah proyek di berbagai fakultas yang digulir sepanjang 2024,” ujar Febrian seperti dikutip dari berbagai pemberitaan.

Advertisement

Menurut Febrian, pihaknya telah melakukan telaah atas dokumen yang didapatkan.

Proyek tersebut kata dia, masuk dalam paket revitalisasi yang terpecah di berbagai item dengan nilai bervariasi.

“Nilai terendah sekitar Rp930 juta. Ada juga beberapa yang bernilai Rp5 miliar. Dan yang tertinggi Rp24 miliar,” jelas Febrian.

Febrian menjelaskan, potensi penyimpangan pada proyek ditemukan di beberapa sisi.

Pertama katanya, ada indikasi penggelembungan anggaran.

Kedua, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada seluruh proyek ini ditangani oleh PPK yang diduga tidak memenuhi standar sertifikasi yang dipersyaratkan.

“Proyek ini ditangani oleh satu PPK atas inisial AN,” ungkap Febrian.

“Kami menduga AN ini tidak memiliki sertifikasi A atau B sebagai syarat untuk menangani proyek di atas Rp200 juta. Dia sertifikasi C,” sambung Febrian.

Sementara proyek yang dia (AN) tangani justru bernilai Rp1 miliar hingga Rp24 miliar.

“Dalam aturan itu jelas, PPK dengan sertifikasi C hanya boleh menangani proyek di bawah Rp200 juta,” imbuh dia.

“Nah, pertanyaannya, kenapa AN ini bisa menangani proyek,” ucap dia.

Febrian menegaskan, ini adalah pelanggaran administrasi yang fatal. Ia menyebut, memungkinkan ada persekongkolan kolektif dari atas ke bawah sehingga AN bisa menjadi PPK.

“Di sini jelas ada penyalahgunaan kewenangan. AN pasti tak bekerja sendiri. Ada pihak-pihak yang berperan di belakangnya,” tandasnya.

Senada Febrian, Peneliti Antikorupsi Jakarta Perwakilan Sulsel, Mulyadi mengemukakan, dalam banyak kasus korupsi, selalu diawali dengan penyimpangan administratif. Di kasus UNM ini, ia melihat ada kesan AN dipaksakan menjadi PPK untuk kepentingan segelintir orang.

“Pasti ada yang berperan di belakang PPK. Nah itu akan jadi konsen APH nanti. Sebab kalau dari sisi administratif saja sudah terjadi kesalahan fatal, maka kemungkinan adanya menyimpang anggaran juga terbuka,” jelas Mulyadi.

Mulyadi menjelaskan, hasil temuan pihaknya, proyek dengan nilai total Rp87 miliar itu tersebar di berbagai jenis pekerjaan. Di antaranya renovasi gedung perpustakaan senilai Rp402 juta.

Lalu ada pengadaan peralatan laboratorium Fakultas MIPA sebesar Rp15 miliar, peralatan laboratorium bahasa multimedia Fakultas Bahasa dan Sastra sebesar Rp5 miliar.

“Selanjutnya ada juga pengadaan peralatan laboratorium Fakultas Teknik sebesar Rp24 miliar. Ini item anggaran yang tersebar. Ini juga ditangani oleh AN,” jelas Mulyadi.

Selain itu, ada empat proyek pengadaan dengan nilai Rp4 dan Rp5 miliar. Termasuk Peralatan laboratorium micro teaching dengan nilai Rp5 miliar.

Kemudian proyek standardisasi ruang laboratorium sebesar Rp4 miliar dan pengadaan komputer laboratorium TIK dengan nilai Rp11 miliar. (*)

Advertisement