LASKAR Sulsel Soroti Anggota DPRD dan Petinggi Partai Politik di Balik Dugaan Pelanggaran Tata Ruang RS Ananda

0
FOTO: Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. (ist)
FOTO: Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. (ist)

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Lembaga Study Hukum dan Advokasi Rakyat (LASKAR Sulawesi Selatan) menyoroti keras dugaan pelanggaran tata ruang yang dilakukan oleh RS Ananda Makassar, khususnya terkait pembangunan jembatan penghubung antarbangunan yang dinilai merampas ruang publik dan mengganggu kelancaran arus lalu lintas di kawasan padat kendaraan.

Dalam pernyataannya, Ketua Harian LASKAR Sulsel, Ilyas Maulana, S.H., menegaskan bahwa persoalan ini tidak bisa dipandang sebatas pelanggaran administratif bangunan, karena terdapat unsur konflik kepentingan kekuasaan.
Menurutnya, pemilik RS Ananda diketahui merupakan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan sekaligus petinggi partai politik, yang seharusnya memberi contoh dalam penegakan aturan, bukan justru melanggar.

“Ini bukan sekadar persoalan izin bangunan. Ketika seorang anggota DPRD dan elit partai terlibat dalam proyek yang melanggar tata ruang, maka itu sudah masuk ranah penyalahgunaan pengaruh jabatan. Kita bicara tentang benturan kepentingan antara kekuasaan politik dan kepentingan bisnis pribadi,” tegas Ilyas Maulana di Makassar, Senin (30/9/2025).

Benturan Kepentingan dan Pelanggaran Etika Publik

LASKAR Sulsel menilai, posisi pejabat publik yang mengelola bisnis bermasalah adalah bentuk konflik kepentingan (conflict of interest) yang bertentangan dengan Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN.

Pejabat publik dilarang menggunakan jabatan atau pengaruh politik untuk mengamankan kepentingan pribadi atau usahanya.

“Seorang legislator seharusnya menjadi penjaga aturan, bukan pelanggarnya. Jika bangunan RS ini melanggar tata ruang, dan ternyata pemiliknya adalah pejabat yang punya pengaruh politik, maka publik berhak curiga ada kekuatan yang sengaja membiarkan,” kata Ilyas.

Ia menegaskan, DPRD dan partai politik memiliki tanggung jawab etik dan moral untuk memastikan kadernya tidak terlibat dalam praktik pelanggaran hukum, apalagi yang berdampak langsung pada ruang publik.

Dugaan Pelanggaran Tata Ruang

Dari hasil pantauan dan data yang dihimpun LASKAR Sulsel, pembangunan jembatan RS Ananda telah menutup sebagian area ruang publik, dan mengganggu akses lalu lintas umum di kawasan tersebut.

Apabila pembangunan itu dilakukan tanpa izin tata ruang dan analisis dampak lalu lintas (Andalalin), maka perbuatan tersebut jelas melanggar:

Perda Kota Makassar Nomor 4 Tahun 2015 tentang RTRW,

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

serta berpotensi masuk ke ranah pidana berdasarkan Pasal 69 ayat (1) UU Penataan Ruang bagi pihak yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan peruntukannya.

“Pelanggaran tata ruang ini berdampak luas. Tidak hanya merusak estetika kota, tapi juga menimbulkan risiko hukum, sosial, dan keselamatan bagi pengguna jalan,” ujar Ilyas.

Desakan Evaluasi dari DPRD dan Partai Politik

LASKAR Sulsel mendesak Badan Kehormatan DPRD Sulsel untuk melakukan pemeriksaan etik dan klarifikasi publik terhadap oknum anggota dewan yang disebut sebagai pemilik RS tersebut.
Selain itu, partai politik tempat yang bersangkutan bernaung juga diminta menunjukkan komitmen moral dan keberpihakan pada integritas hukum.

“Jika benar pemiliknya adalah anggota DPRD dan elit partai, maka partai juga harus mengambil langkah etik. Diamnya partai terhadap pelanggaran semacam ini hanya menunjukkan krisis moral politik,” ujarnya.

LASKAR Serukan Ketegasan Aparat

Sebagai lembaga kontrol publik, LASKAR Sulsel menegaskan akan mengawal kasus ini melalui jalur hukum.

Ilyas menyebut, LASKAR akan melayangkan laporan resmi ke Kejati Sulsel, Ombudsman RI Perwakilan Sulsel, dan Kementerian ATR/BPN, agar tidak ada kesan pembiaran terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh figur politik.

“Kami tidak ingin kasus ini berhenti karena status pelakunya pejabat. Semua warga negara sama di hadapan hukum. Jika rakyat kecil bisa ditindak karena menempati trotoar, maka pejabat juga harus ditindak jika melanggar tata ruang,” pungkasnya. (*)

Advertisement