LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Lembaga Study Hukum dan Advokasi Rakyat (LASKAR) Sulawesi Selatan resmi melayangkan somasi hukum kepada Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Ananda.
Somasi bernomor 015/SOMASI/LASKAR-IX/2025 itu menyoal dugaan pelanggaran tata ruang, lingkungan, serta perampasan hak publik terkait pembangunan jembatan penghubung yang berdiri di atas jalan umum di kawasan Jalan Landak, Makassar.
Dalam dokumen somasinya, LASKAR menilai pembangunan jembatan tersebut tidak memiliki dasar izin yang jelas, sehingga melanggar UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Selain itu, absennya dokumen AMDAL maupun analisis lalu lintas dianggap bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Keberadaan jembatan ini tidak hanya menutup akses ruang publik, tetapi juga menimbulkan masalah serius: kemacetan harian, berkurangnya kenyamanan warga, dan dugaan pelanggaran izin lingkungan. Aneh sekali bila Dinas Tata Ruang Kota Makassar seolah tutup mata terhadap fakta ini,” tegas Ilyas Maulana, SH, Ketua Harian LASKAR Sulsel, Senin (15/9/2025).
Sorotan Publik: Anggota DPRD dalam Pusaran
Somasi ini tak berhenti pada persoalan teknis, melainkan juga menyeret dimensi politik. RSIA Ananda secara luas diketahui publik memiliki afiliasi dengan seorang anggota DPRD Sulawesi Selatan yang juga petinggi partai politik.
Menurut LASKAR, dugaan pelanggaran ini semakin mencoreng nama lembaga legislatif karena menghadirkan kesan bahwa jabatan politik digunakan untuk melindungi bisnis pribadi.
“Seorang anggota DPRD seharusnya menjadi teladan moral, bukan justru memunculkan konflik kepentingan yang merugikan masyarakat. Ini bukan sekadar soal jembatan, tapi soal bagaimana jabatan publik disalahgunakan,” jelas Ilyas.
Serangan ke Dinas Tata Ruang
LASKAR juga menuding Dinas Tata Ruang Kota Makassar gagal menjalankan fungsi pengawasan. Pembangunan yang berdiri jelas di atas jalan umum dianggap mustahil bisa lolos tanpa sepengetahuan atau kelalaian dari dinas terkait.
“Dinas Tata Ruang tidak boleh bersembunyi di balik alasan prosedural. Fakta adanya bangunan melintas di ruang publik adalah bukti nyata kelalaian atau pembiaran. Bila ini dibiarkan, publik akan menilai Dinas Tata Ruang hanya jadi stempel legalitas bagi kepentingan segelintir elit,” tegas Ilyas.
Tuntutan Tegas
Melalui somasi, LASKAR memberi waktu 7 hari kalender kepada RSIA Ananda untuk:
1. Membongkar jembatan penghubung yang menutup ruang publik.
2. Menunjukkan dokumen izin resmi (AMDAL, IMB/PBG, dan analisis lalu lintas).
3. Menyediakan fasilitas parkir yang sesuai aturan teknis.
.
4. Memberikan klarifikasi terbuka terkait dugaan keterlibatan anggota DPRD dalam kepemilikan rumah sakit.
Apabila tuntutan diabaikan, LASKAR memastikan akan melanjutkan ke jalur hukum berupa class action, melaporkan ke APH, APIP, Ombudsman, hingga KPK, serta menggelar aksi publik bersama masyarakat sipil.
Menunggu Sikap Tegas
Kasus RSIA Ananda kini menjadi ujian serius: apakah pemerintah kota, khususnya Dinas Tata Ruang, berani mengambil langkah tegas menegakkan aturan, atau justru larut dalam kompromi kepentingan politik.
Masyarakat menanti jawaban: apakah kepentingan publik dan penegakan hukum benar-benar dijaga, atau dibiarkan hancur hanya demi kepentingan bisnis dan politik segelintir orang. (*)

























