KPK Tahan Mantan Dirut PNRI Kasus Korupsi Pengadaan E-KTP

Tangkap layar, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Kamis (3/2/2022).
Tangkap layar, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Kamis (3/2/2022).

LEGION NEWS.COM, JAKARTA – Mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Isnu Edhy Wijaya. Resmi ditahan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Isnu telah diumumkan tersangka kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (E-KTP) pada Agustus 2019.

“Untuk kepentingan penyidikan, tersangka ISE (Isnu Edhy Wijaya) dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama,” ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Kamis (3/2/2022).

Advertisement

Selain Isnu, KPK juga menahan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi. Keduanya ditahan mulai hari ini, sampai dengan tanggal 22 Februari 2022.

“Kedua tersangka tersebut ditahan di Rutan Cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur,” kata Lili.

Isnu dan Husni sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S Haryani dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tanos.

Dalam perkara pokoknya, KPK sudah memproses delapan orang dalam kasus dengan dugaan kerugian keuangan negara sekitar Rp 2,3 triliun itu.

Beberapa nama di antaranya adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.

Kemudian pengusaha Andi Naragong dan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo. Semuanya telah diproses di persidangan dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan melakukan tindak pidana korupsi.

KPK mengungkapkan, Isnu bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong menemui dua pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, agar dimenangkan dalam proyek e-KTP.

Irman, saat itu menyetujui permintaan itu dengan syarat adanya pemberian uang ke sejumlah anggota DPR.

Kemudian Isnu, Paulus, dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk Konsorsium PNRI yang terdiri dari Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LEN, PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.

Pemimpin konsorsium yang disepakati adalah PNRI. Hal itu agar mudah diatur karena konsorsium ini dipersiapkan sebagai pemenang lelang pekerjaan e-KTP.

Pada suatu pertemuan, Anang Sugiana selaku Direktur Utama PT Quadra Solution menyampaikan bahwa perusahaannya bersedia bergabung di konsorsium.
Andi Agustinus, Paulus dan Isnu menyampaikan apabila ingin bergabung, ada commitment fee 10 persen untuk pihak di DPR, Kemendagri dan pihak lain.

“Dengan rincian 5 persen untuk DPR RI dan 5 persen untuk pihak Kemendagri, yang kemudian disanggupi oleh Anang,” papar Lili.

Selanjutnya, Isnu bersama konsorsiumnya mengajukan penawaran paket pengerjaan proyek pengadaan E-KTP itu sekitar Rp 5,8 triliun.

Sebagai Dirut Perum Percetakan Negara saat itu, Isnu membentuk manajemen dan membagi pekerjaan kepada anggota konsorsium.

Isnu juga mengusulkan adanya ketentuan potongan 2 sampai dengan 3 persen atas setiap pembayaran dari Kemendagri untuk pekerjaan yang dilakukan konsorsium. Pemotongan ini, ujar Lili, dilakukan untuk kepentingan manajemen bersama.

“Padahal di dalam rincian penawaran senilai Rp 5,8 triliun tidak ada komponen tersebut dan seharusnya semua pembayaran digunakan untuk kepentingan penyelesaian pekerjaan,” ujar Lili.

“Pemotongan sebesar 3 persen tersebut pada akhirnya mempengaruhi pelaksanaan pemenuhan prestasi Perum PNRI itu sendiri,” terang dia.

Sementara itu, KPK menyebut, Husni Fahmi yang saat itu seorang pejabat BPPT sempat menemui beberapa vendor. Padahal, Husni adalah Ketua Tim Teknis yang juga panitia lelang.

Selain itu, KPK juga menyebut Husni beberapa kali hadir dalam pertemuan yang dilakukan pada Juli 2010 untuk membahas tentang uji petik, biometrik, teknologi, dan teknis e-KTP.
“Dalam pertemuan tersebut, HSF (Husni Fahmi) diduga ikut mengubah spesifikasi, Rencana Anggaran Biaya, dan seterusnya dengan tujuan mark up,” ungkap Lili.

“Setelah itu, HSF sering melapor kepada Sugiharto,” kata dia.
Pada 30 Juni 2011, Konsorsium PNRI dimenangkan sebagai pelaksana pekerjaan proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2012.
Atas perbuatannya, Isnu dan Husni disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. [LN/Kompas]

Advertisement