LEGION NEWS.COM, ENREKANG – Tanggal 20 Desember 2021 perluasan lahan PTPN XIV seluas ±240 Ha kembali dimulai. Lima (5) alat berat (eskavator) dikerahkan.
Kemudian Januari 2022, dua eskavator menyusul diterjunkan, hingga saat ini ada 7 eskavator sedang bekerja meratakan lahan-lahan milik petani.
Sejak pertengahan desember 2021 hingga akhir Januari 2022, ratusan hektar lahan dan tanaman-tanaman petani dihancurkan oleh PTPN XIV menggunakan eskavator dengan pengawalan aparat Kepolisian, Brimob bahkan TNI.
Perluasan lahan dilakukan di Dusun Botto Dengeng, Desa Batu Mila, Kecamatan Maiwa, Kabupaten
Enrekang. Proses perluasan lahan ini melahap lahan kebun milik 42 kepala keluarga di dusun Botto Dengeng yang telah menempati dan menggarap lahan-lahan pertanian mereka sejak tahun 1999.
Setidaknya 42 Ha lahan milik petani dirusak, tanaman milik petani, seperti Jagung, Cengkeh, Merica dan Buah-buahan lainnya ditebang secara paksa hingga disingkirkan dan diratakan menggunakan eskavator.
Dalam surat nomor KER/EXT/XII//2021.S.156 yang dikeluarkan oleh PTPN XIV tertanggal
28 desember 2021 jumlah petani yang akan digusur dalam waktu dekat adalah 108 KK.
Penghancuran lahan-lahan garapan untuk pembukaan penanaman sawit saat ini salah satunya hanya didasari surat rekomendasi pembaharuan Hak Guna Usaha – HGU PTPN XIV nomor 424/2867/SETDA/2020 yang dikeluarkan oleh Bupati Enrekang H. Muslimin Bando seluas 3.267 Ha.
“Surat rekomendasi ini tidak bisa menjadi justifikasi dan alat legitimasi PTPN XIV untuk beraktivitas,” ulasnya.
Dalam peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/2019 mengenai Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian mempertegas kewajiban adanya Hak Guna Usaha yang harus dimiliki oleh pengusaha/perusahaan.
Permentan ini sejalan dengan putusan MK 138/2015 mengenai Pengujian UU Perkebunan No. 39/2014 dimana dalam pasal 42 disebutkan “pembangunan kebun sawit atau pengolahan dapat dilakukan apabila sudah memiliki hak atas tanah (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP).
“Ini berarti pelaku usaha kebun wajib mempunyai HGU dan IUP. Sementara PTPN XIV tidak lagi memiliki HGU sejak berakhir tahun 2003 atau 19 belas tahun yang lalu. Fakta aturan ini jelas tidak dipenuhi oleh PTPN XIV Unit Keera – Maroanging,” jelasnya.
Sehingga, setiap tindakan yang dilakukan perusahaan BUMN ini adalah illegal dan melawan hukum.
Penelantaran selama puluhan tahun telah menggugurkan hak hukum perusahaan negara ini dan sudah seharusnya menjadi objek redistribusi kepada petani-petani yang tidak bertanah, buruh tani ataupun petani berlahan kecil.
Hal ini sejalan dengan UU Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3, UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960, TAP MPR No IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam serta Peraturan Presiden No 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria.
Atas situasi represif diatas, KPA Sulawesi Selatan bersama Perserikatan Petani Sulawesi Selatan menuntut dan mendesak :
- Presiden Joko Widodo menjalankan Reforma Agraria sebagai mandat konstitusi dan agenda politik bangsa serta menyelesaikan konflik-konflik agraria struktural, kronik serta akut yang disebabkan oleh PTPN XIV.
- Presiden Joko Widodo memberikan Instruksi yang tegas kepada Kementerian BUMN, Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Keuangan untuk memeriksa kembali HGU PTPN XIV dan tidak lagi melanjutkan ex HGU PTPN yang telah berakhir serta melakukan pelepasan aset aktiva PTPN XIV yang terus membebani negara dan menetapkan lokasi-lokasi tersebut sebagai Objek Reform. Hal ini untuk mempertegas agenda RA Presiden Joko Widodo tidak sekedar pembagian sertifikat semata.
- Presiden Joko Widodo menginstruksikan Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar memerintahkan Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menarik aparat Brimob dari perusahaan serta menghentikan segala bentuk teror dan intimidasi kepada petani-petani yang tengah berkonflik dengan perusahaan. Aparat kepolisian seharusnya bertindak netral sebagai aparat negara yang berhadapan dengan warga negara yang sudah sepatutnya dilindungi. Bukan bertindak sebagai centeng dan tameng perusahaan.
- Presiden Joko Widodo – Pemerintah pusat, daerah, perusahaan (swasta, BUMN) dan aparat keamanan untuk menghentikan penggusuran tanah, intimidasi, kriminalisasi dan cara-cara represif penanganan konflik agraria di tengah masih berlangsungnya situasi pandemi Covid-19, penuhi jaminan keamanan dan keselamatan atas tanah-tanah pertanian dan kebun rakyat.
- Kompolnas, Komnas HAM serta Ombudsman RI harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya-upaya mendorong dijalankannya agenda Reforma Agraria dan penyelesaian konflik-konflik agraria struktural demi terwujudnya Keadilan Agraria.
- Negara berkewajiban dan bertanggungjawab secara penuh untuk menghormati, melindungi dan melayani hak-hak asasi warga negara atas rasa aman dan nyaman, perlindungan tanah-tanah garapan, lahan-lahan pertanian dan masa depan Rakyat Indonesia (*)