
LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Sidang tindak pidana korupsi penggunaan dana pembayaran tantiem dan bonus jasa produksi tahun 2017 – Tahun 2019 pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar, kembali bergulir di Pengadilan Negeri Makassar. Senin (27/7/2023) kemarin.
Dalam persidangan itu terungkap fakta sesuai keterangan terdakwa mantan direktur utama PDAM Makassar Haris Yasin Limpo dan mantan direktur keuangan Irawan Abadi yang mana keduanya telah mengakui menerima pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi tahun 2017 hingga Tahun 2019 di dalam ruang Harifin A Tumpa Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (17/7/2023).
Irawan Abadi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dihadapan majelis Hakim sebagai Saksi untuk Terdakwa Haris Yasin Limpo.
Saat dicecar JPU Kejati Sulsel, terkait pembagian laba PDAM Makassar tahun 2015. Rupanya Irawan Abadi tak mengetahui dasar aturan pembagian laba PDAM Makassar saat itu.
Jaksa Penuntut awalnya bertanya kepada saksi Irawan apa saja yang diketahui saat menjabat sebagai Direktur Keuangan. Salah satunya masih terkait alur pengusulan laba di PDAM Makassar.
JPU dalam kesempatannya itu menanyakan kepada Saksi. Apakah dirinya (Irawan) pernah tidak, secara langsung meminta penggunaan laba atau memohon penggunaan laba ke wali kota Makassar saat itu.
Saksi Irawan mengaku tidak pernah melakukan pengusulan langsung kepada wali kota.
Mendengar perkataan Irawan Jaksa Penuntut lantas mempertanyakan peran direksi. Jaksa menanyakan kepada Irawan apakah pernah direksi langsung memohon ke wali kota. Dia pun mengaku, “Tidak pernah,” singkatnya.
Tidak sampai disitu Jaksa Penuntut pun penasaran, lalu mencoba untuk mencari tahu, apakah Saksi (Mantan Direktur Keuangan) mengetahui dasar mekanisme pengusulan laba PDAM Makassar.
Jaksa kemudian kembali menanyakan Saksi Irawan.
“Kalau mekanismenya direksi ke dewan pengawas, Apakah itu nantinya dewan pengawas ke wali kota. Itu dari mana asalnya, apakah harus melalui direksi,” tanya jaksa penuntut.
Saksi Irawan hanya menjawab, hanya mengikuti alur yang dilakukan direksi yang menjabat sebelumnya. “Itu yang terjadi sebelumnya. Kami kembali lagi ini ada pengadaan sebelumnya,” ucap Irawan.
“Sudah sekali kami bermohon, jadi saya tinggal mengikut saja proposal sebelumnya,” sambungnya singkat.
Keterangan mantan direktur keuangan PDAM Makassar itu oleh JPU lantas menyimpulkan bahwa Irawan melakukan pengusulan tidak berdasar pada aturan.
Jaksa kemudian mengejar saksi Irawan dengan pertanyaan lainnya terkait dengan Peraturan Daerah (Perda)
“Jadi itu bukan karena ada di dalam perda?” tanya jaksa penuntut mengulang.
Irawan pun membenarkan pertanyaan Jaksa.
Dia (Saksi) Irawan mengaku hanya menjalankan sama dengan proses sebelumnya.
“Jadi proses itu yang saya jalankan dengan sebelumnya,” timpah Irawan.
Jaksa memastikan lagi kepada Irawan terkait dasar mekanisme pengusulan laba tersebut. Jaksa lalu menanyakan proses yang saksi sebutkan apakah ada dasarnya
“Saya rasa ada dasarnya,” ucap Irawan menjawab pertanyaan JPU.
Jaksa kemudian lanjut mencecar untuk memperjelas pernyataan Irawan.
“Tapi saudara tidak pernah lihat dasarnya apa?” tanya Jaksa kembali.
Irawan lalu membenarkan pertanyaan jaksa. Dia kemudian lanjut menjelaskan bahwa meski pun demikian, pihaknya tetap rutin konsultasi dengan dewan pengawas (Dewas).
Irawan juga menjelaskan bahwa setiap per 3 bulannya melakukan konsultasi kepada Dewas tentang realisasi terhadap anggaran.
Kemudian bagaimana perputaran perusahaan kita juga lakukan. Laporan hasil KAP dan sebagainya.
“Artinya kami melaporkan secara aktif kepada badan pengawas,” jelas Irawan.
Keterangan mantan Direktur Keuangan, Irawan Abadi dan Kartia Bado
Mantan direktur keuangan PDAM Makassar, Kartia Bado, saat dihadirkan sebagai saksi Senin (12/6/2023) lalu mengatakan alur pembagian laba PDAM Makassar berawal dari pengusulan pembagian laba yang dilakukan oleh Direktur Utama ke wali kota Makassar yang saat itu dijabat oleh Danny Pomanto.
Terungkap, Khusus tahun 2016, PDAM Makassar disebut saksi (Kartia) bahwa perusahaan daerah itu meraup laba senilai Rp 64 miliar.
Berdasarkan laba tersebut Direktur Utama (Dirut) PDAM Makassar mengusulkan pembagian laba ke wali kota melalui dewan pengawas.
Pengusulan itu kemudian dibalas dengan SK wali kota untuk pembagian laba dengan persentase yang diatur pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 1974.
“Kalau persentasinya anggaran pembangunan daerah 30 persen, anggaran rutin daerah 25 persen, cadangan 10 persen, sosial dan pendidikan 10 persen, sumbangan dana pensiun dan sokongan 10 persen, jasprod (jasa produksi) 10 persen, direksi sebesar 5 persen,” kata Kartia di persidangan.
Lebih lanjut Kartia menjelaskan jajaran Direksi PDAM Kota Makassar kemudian menindaklanjuti SK wali kota dengan mengeluarkan SK turunan yang selanjutnya disebut dengan SK direksi.
SK inilah salah satunya mengatur soal pembagian laba dalam bentuk voucher.
“Kan pembuatan voucher SK Direksi,” kata Kartia dihadapan majelis Hakim Tipikor. Senin (12/6/2023) lalu.
Dari keterangan Terdakwa Irawan Abadi dan Kartia Badoa tersebut, telah sesuai dengan surat dakwaan penuntut umum yang menyatakan bahwa Terdakwa Haris Yasin Limpo dan Terdakwa Irawan Abadi, telah melakukan, “Tindak pidana korupsi penggunaan dana perusahaan daerah air minum kota makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi tahun 2017 Sampai Dengan Tahun 2019 dan premi asuransi dwiguna jabatan Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2016 sampai dengan tahun 2019.
Perbuatan para Terdakwa yang telah menginisiasi penggunaan dana PDAM kota makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi tahun 2017 – tahun 2019 dan premi asuransi dwiguna jabatan Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2016 – Tahun 2019,
Akibat perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan daerah kota Makassar khususnya PDAM kota Makassar dengan nilai total sebesar Rp. 20.318.611.975,60.
Setelah Majelis Hakim memeriksa alat bukti Keterangan Terdakwa Ir. H. Haris Yasin Limpo dan terdakwa Irawan Abadi, selanjutnya Majelis Hakim menunda Persidangan pada hari Senin tanggal 24 Juli 2023 dengan agenda memberikan kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyampaikan Surat Tuntutan Pidana (Requisitoir). (LN)
























